Konten dari Pengguna

Terkikisnya Kota Ukir Yang Menjadi Kota Tekstil

Muhammad Dimas Irfan Kamal
Mahasiswa Universitas Sebelas Maret, Hubungan Internasional Tahun 2024
9 Desember 2024 18:16 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Muhammad Dimas Irfan Kamal tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
"Kota ukir" sudah melekat menjadi slogan dari kota Jepara yang selalu dikenalkan di kancah nasional maupun internasional. Kota Jepara yang selalu dikenal sebagai kota penghasil seni pahat ukir ini perlahan kekurangan existency dari pengrajin berbakat itu sendiri, dikarenakan kurangnya regenerasi pemuda yang melanjutkan profesi ini. Hal tersebut tidak lain bisa dikaitkan dengan mulai tumbuhnya industri baru pada sektor tekstil.
ADVERTISEMENT
Kota Jepara sekarang menjadi sebuah salah satu kota yang mulai dijadikan tujuan banyak pengusaha/investor yang ingin membuat pabrik di sana, terutama pabrik industri yang bergerak pada sektor tekstil, Seperti Garment hal ini pasti memberikan dampak yang beragam bagi kehidupan di lingkungan masyarakat Jepara, mulai dari dampak positifnya seperti dapat menggaet banyak warga-warga desa terutama di Jepara sebagai tenaga kerja disana.
Khususnya lagi dapat memberikan kesempatan kerja yang terbuka bagi para warga Jepara, terutama yang memiliki riwayat Pendidikan paling tinggi di Sekolah Menengah Atas (SMA/sederajat) dan tidak memiliki pengalaman kerja, hal ini didukung dengan adanya persetujuan yang biasanya digunakan untuk membuka pabrik di suatu daerah, akan ada perjanjian antara pengurus desa dan pihak petinggi pabrik untuk memprioritaskan warganya yang melamar akan diterima, hal ini membuat para warga desa sekitar pastinya berbondong-bondong untuk melamar pekerjaan di pabrik terdekat tersebut.
ADVERTISEMENT
Akan tetapi hal ini memiliki dampak negatif juga di beberapa sektor masyarakat Jepara, mulai dari memudarnya segi warisan budaya dan kesehatan tenaga kerja, hal ini bisa menyinggung pada sektor warisan budaya sendiri tidak lepas dari kesadaran para kalangan muda yang mulai mengacuhkan adanya warisan “Ukir Jepara”, hal ini juga ditambahnya kemudahan kalangan muda untuk memasuki sektor industrial, seperti menjadi pekerja di pabrik-pabrik yag sedang dibangun massive di Jepara sendiri, hal ini memanglah membutuhkan kesadaran terutama pada setiap individu dikarenakan memang keberlanjutan warisan budaya ini bergantung pada regenerasi di kalangan muda ini, dikarenakan pasti lambat laun para pengrajin “Pahat Ukir Jepara” akan pensiun dari pekerjaan tersebut, disitulah saatnya dibutuhkannya anak muda sebagai penggati, akan tetapi dominan kalangan muda di Jepara yang tidak melanjutkan ke Pendidikan tinggi memiliki orientasi menjadi buruh di pabrik tekstil pada khususnya.
ADVERTISEMENT
Dalam sektor tenaga kerja sendiri lebih harus di garis-bawahi pada kesejahteraan pada para pekerja terutama, yaitu pada upah kerja buruh yang ada di pabrik seperti adanya keseharusan untuk lembur saat tidak mencapai target, walaupun UMR Jepara yang meningkat ini dilansir Badan Pusat Statistik Jawa Tengah (Data 11 November 2024) yaitu sebesar Rp2.272.627,00. bagi sebagian orang bisa dibilang sangat mudah untuk mendapatkan uang dengan nominal itu jika bekerja sebagai buruh di industri Garment tersebut, akan tetapi perlu digaris bawahi juga tekanan yang mereka dapat saat bekerja juga sangatlah keras.
Hal ini didukung oleh argumen salah satu mantan pekerja di suatu perusahaan Garment di Jepara, Faiz Abdillah menegaskan
Potret Pendopo “Kota Ukir” alias Kab. Jepara, difoto oleh Penulis (18/10/2023)
Hanya bisa bertahan 4 bulan di Garment beliau menjelaskan bahwa lingkungan dari pekerjaan Garment ini memiliki pressure yang kurun hari semakin meningkat mulai dari jam kerja yang dilakukan pada Senin-Sabtu 12 jam kerja dan selalu diberikan target yang selalu bertambah untuk menopang demand dari produksi pabrik Garment tersebut permasalahan yang ada disini yaitu mulai keseharusan adanya 2,5jam, lembur yang digunakan untuk memenuhi target dan hanya diberi upah Rp37,500 sebagai imbalan lembur tersebut.
ADVERTISEMENT
Perihal ini akan memberikan juga dampak buruk kedepannya mulai dari kesehatan mental maupun fisik buruh itu sendiri yang diharuskan untuk selalu prima agar bisa mencapaikan target produksi yang ada, hingga permasalahan inflasi yang sedang ada yaitu kenaikan harga barang akan tetapi tidak dibarengi kesanggupan memebeli barang itu sendiri.
Jika berbicara tentang bagaimana keberlanjutan dari Seni Pahat Ukir Jepara sendiri, sangat berandai-andai memang kita harus memaksakan para pemuda untuk memiliki pola pikir yang sama, akan tetapi itulah realitanya bagaimana banyaknya anak muda lebih memilih Industri Garment yang tengah ada, dibanding mencoba mewarisi Seni yang yang telah ada di Jepara, ataupun memang seharusnya mencoba melakukan pengenalan betapa berharganya kesenian Pahat Ukir ini agar banyak generasi lanjut itu semakin tertarik menekuni, hingga bakal munculnya komoditas yang berinovasi mengembangkan dan melestarikan Budaya Seni Pahat Ukir itu sendiri.
ADVERTISEMENT