Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Kampus Impian, Mimpi Buruk: Kenapa Kekerasan Seksual Masih Jadi Masalah Besar?
28 November 2024 16:14 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Dina Octavia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Siapa yang tidak ingin kuliah di kampus impian? Tempat di mana kita bisa belajar, bergaul, dan mengejar cita-cita. Namun, di balik keindahan kampus, tersimpan masalah yang cukup serius: kekerasan seksual. Kenapa sih masalah ini masih sering terjadi di lingkungan yang seharusnya aman dan nyaman? Yuk, kita bahas lebih dalam.
Patriarki: Akar Masalah yang Sulit Dicabut
Salah satu akar masalah kekerasan seksual di kampus adalah sistem patriarki yang sudah mendarah daging di masyarakat kita. Sistem ini menempatkan laki-laki dalam posisi dominan dan memberikan mereka hak untuk mengontrol perempuan. Akibatnya, banyak laki-laki yang merasa berhak melakukan apapun pada perempuan, termasuk kekerasan seksual.
ADVERTISEMENT
Bayangin aja, sistem patriarki itu kayak bangunan tua yang sudah berdiri ratusan tahun. Di bangunan ini, laki-laki dianggap sebagai bos besar, sedangkan perempuan hanya menjadi bawahan. Akibatnya, banyak laki-laki yang merasa punya hak lebih untuk ngelakuin apa aja ke perempuan, termasuk hal-hal yang nggak pantas. Nah, perasaan berhak inilah yang sering jadi pemicu kekerasan seksual.
Di kampus, sistem patriarki ini masih terasa banget. Misalnya, ada anggapan kalau laki-laki harus selalu kuat dan tidak boleh nunjukin sisi lemahnya, sedangkan perempuan harus jadi sosok yang lembut dan patuh. Anggapan kayak gini bikin hubungan antara laki-laki dan perempuan jadi tidak seimbang. Laki-laki yang merasa lebih kuat, jadi sering seenaknya aja ngelakuin hal-hal yang bikin perempuan nggak nyaman.
ADVERTISEMENT
Kultur Perkosaan: Normalisasi yang Merusak
Selain patriarki, budaya perkosaan juga berperan besar. Coba perhatikan, berapa banyak jokes atau meme yang melecehkan perempuan yang beredar di sekitar kita? Atau berapa banyak kasus pelecehan seksual yang dianggap sebagai "candaan" saja? Hal-hal seperti ini menciptakan lingkungan yang permisif terhadap kekerasan seksual, dan membuat korban merasa bersalah dan malu untuk melapor.
Bayangin aja, budaya perkosaan ini kayak virus, yang nyebar lewat jokes-jokes receh, meme-meme yang nggak lucu, sampai pandangan-pandangan yang udah mendarah daging di masyarakat. Virus ini membuat kita jadi kebal sama hal-hal yang seharusnya membuat kita marah. Jadi, kita nganggap kekerasan itu hal yang biasa aja.
Kenapa sih bisa begitu? Karena kita sering banget ngebandingin perempuan sama objek, kita sering ngejudge penampilan orang, dan yang paling parah, kita sering banget menyalahkan korban. Padahal, korban nggak pernah salah!
ADVERTISEMENT
Nah, kalau kita terus-terusan kayak gini, efeknya bakal parah banget. Perempuan jadi takut buat keluar rumah, takut buat ngelapor kalau jadi korban, dan yang paling parah, banyak perempuan yang trauma seumur hidup.
Kampus: Zona Abu-abu yang Rentan
Kampus, yang seharusnya menjadi tempat yang aman, justru seringkali menjadi tempat terjadinya kekerasan seksual. Hubungan kuasa yang tidak seimbang antara dosen dan mahasiswa, senior dan junior, menciptakan celah bagi terjadinya penyalahgunaan kekuasaan.
Bayangin aja, kampus itu kayak rumah kedua kan? Harusnya jadi tempat yang aman dan nyaman buat kita belajar dan berkembang. Tapi sayangnya, sering banget kita denger kasus kekerasan seksual di kampus.
Kenapa bisa begitu? Salah satu penyebab utamanya adalah hubungan kekuasaan yang tidak seimbang. Misalnya, antara dosen dan mahasiswa, atau senior dan junior. Dosen kan punya kuasa buat nilai kita, buat kasih rekomendasi, bahkan buat ngpengaruhi masa depan kita. Nah, karena adanya kekuatan ini, beberapa dosen jadi berani ngelakuin hal-hal yang nggak pantas.
ADVERTISEMENT
Mahasiswa seringkali merasa takut buat menolak atau melapor. Kenapa? Karena mereka takut jelek, takut nggak lulus, atau takut nggak dapet rekomendasi kerja. Ini kan tidak adil banget!
Sama halnya dengan hubungan senior dan junior. Senior kan biasanya dianggap lebih berpengalaman, jadi junior seringkali nurut aja sama apa kata senior. Nah, ada beberapa senior yang menyalakan kekuasaannya ini buat ngerjain atau bahkan melecehkan juniornya. Junior pun seringkali takut buat ngeluh karena nggak mau dianggap nggak bisa diajak kerja sama.
Intinya, kecerobohan kekuasaan ini membuat pelaku kekerasan seksual merasa aman dan bebas beraksi. Sementara korban, malah jadi merasa tertekan dan takut. Padahal, kampus harusnya jadi tempat yang melindungi semua orang, bukan tempat yang membuat kita takut.
ADVERTISEMENT
Kenapa Susah Diberantas?
Bayangin aja, jadi korban kekerasan seksual itu udah kayak mimpi buruk. Belum selesai ngalamin trauma, korban harus menghadapi stigma negatif dari orang-orang sekitar. Mereka takut banget kalau lapor, karena takut disebut gini:
"Pasti dia yang salah, kenapa pakai baju gitu?"
“Nggak usah lebay, dikit-dikit lapor.”
"Nanti reputasinya rusak kalau jadi korban."
Parahnya lagi, proses hukumnya panjang dan melelahkan. Korban harus siap menghadapi berbagai macam tekanan, mulai dari diperiksa berkali-kali, sampai dihadapkan langsung dengan pelakunya. Ini membuat banyak korban trauma dan akhirnya memilih untuk diam.
Selain itu, dukungan dari lingkungan sekitar juga sangat penting. Namun, seringkali korban malah tidak mendapatkan dukungan yang mereka butuhkan. Keluarga, teman, atau bahkan institusi pendidikan, malah menyalahkan atau tidak percaya sama cerita korban. Ini membuat korban merasa semakin terlindungi dan putus asa.
ADVERTISEMENT
Jadi, selain pelaku kekerasan seksual, stigma negatif dan kurangnya dukungan juga menjadi penghalang besar bagi korban untuk mendapatkan keadilan. Mereka bukan hanya harus melawan trauma, tapi juga harus melawan stigma dan sistem yang tidak berpihak pada mereka.
Solusi? Ada Kok!
Nah, bagaimana caranya supaya kampus bisa jadi tempat yang lebih aman?
Pertama, kita harus mulai dari diri sendiri . Belajar tentang persetujuan, rasa hormat, dan bagaimana membangun hubungan yang sehat itu penting banget.
Kedua, kampus harus punya aturan yang jelas tentang kekerasan seksual dan kasih sanksi yang tegas bagi pelakunya.
Ketiga, kita semua harus saling mendukung. Kalau ada teman yang jadi korban, jangan tinggal diam, kasih dukungan yang mereka butuhkan.
ADVERTISEMENT
Intinya, kita harus mengubah pola pikir kita tentang kekerasan seksual. Ini bukan masalah pribadi, tapi masalah bersama yang harus kita selesaikan bersama-sama. Dengan kerja sama, kita bisa bersepeda di kampus menjadi tempat yang benar-benar asik dan nyaman.
Kampus seharusnya menjadi ruang yang aman bagi semua orang untuk belajar dan tumbuh. Mari bersama-sama menciptakan lingkungan kampus yang bebas dari kekerasan seksual, di mana setiap individu merasa dihargai dan dilindungi.