Konten dari Pengguna

Sikap Kasar pada Anak dan Remaja Gejala dari 'Conduct Disorder'

Dini Agustia Damayanti
Hi everyone! You can simply call me Dini. I am an Undergraduate Student of Psychology Major at Brawijaya University.
22 November 2021 16:14 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Dini Agustia Damayanti tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ilustrasi conduct disorder. Photo: Pixabay.com
zoom-in-whitePerbesar
ilustrasi conduct disorder. Photo: Pixabay.com
ADVERTISEMENT
Apakah kamu pernah menjumpai anak-anak disekitarmu yang bersikap tidak semestinya? Atau bahkan pernahkah kamu akhir-akhir ini mendengar berita mengenai gadis 15 tahun yang membunuh anak tetangganya dan merasa tidak bersalah? Perilaku yang tidak wajar ini ternyata bisa saja merupakan gejala dari satu di antara banyak gangguan mental yang dapat terjadi pada anak-anak dan remaja, loh! Mungkin saja anak yang dicap nakal di lingkungan sekitarmu mengidap kelainan yang berbahaya ini. Sebelum mengetahui cara tepat dalam menanganinya, mari kita berkenalan lebih dalam dengan kelainan yang disebut dengan conduct disorder.
ADVERTISEMENT
Conduct disorder merupakan gangguan yang umumnya muncul pada masa kanak-kanak maupun remaja berumur di bawah 18 tahun. Hal ini ditandai dengan sikap agresif serta antisosial parah yang berulang-ulang dan tetap. Biasanya individu yang memiliki gangguan perilaku ini memiliki ciri-ciri bersikap tidak sesuai dengan norma sosial yang telah dianut masyarakat untuk rata-rata seusianya. Selain itu mereka juga memiliki masalah akademik dan hubungan yang tidak baik dengan teman sebayanya. Tidak menutup kemungkinan bahwa anak-anak normal lainnya pernah melakukan kekerasan juga. Namun, penderita conduct disorder ini melakukannya dengan frekuensi yang lebih tinggi dan juga secara impulsif.
Untuk mengetahui bahwa seseorang mengidap gangguan perilaku ini diperlukan identifikasi lebih lanjut. Umumnya, seseorang dengan conduct disorder memiliki gejala-gejala spesifik dan berlangsung selama sekurang-kurangnya 12 bulan atau dalam durasi yang panjang. Gejala-gejala spesifik tersebut ialah ketidakmampuan untuk belajar yang bukan disebabkan oleh faktor intelektualitas, perilaku agresi terhadap orang ataupun binatang, merusak benda-benda sekitar, berbohong, melanggar norma aturan, dan mudah larut dengan emosi. Lebih parahnya, bahkan ada sebagian remaja penderita conduct disorder yang cenderung mengkonsumsi obat-obatan dan minuman keras. Mengerikan bukan?
ADVERTISEMENT
Apa sih pemicunya? Penyebab dari gangguan perilaku ini sangat kompleks dan belum ditemukan secara pasti. Hal tersebut bisa berasal dari pengaruh lingkungan yang tidak baik dan menyebabkan anak mengikuti keadaan yang dia lihat di sekitarnya. Karena lingkungan sosial sangat memiliki peran dalam membentuk karakter anak. Berikutnya pola asuh orang tua yang memiliki pengasuhan dan interaksi yang buruk dengan anaknya juga dapat berimbas kepada gangguan perilaku ini. Tidak lupa faktor biologis yang berkaitan dengan otak dan merupakan akibat dari fungsi neurologis abnormal. Dan dikatakan oleh Galvin (1994) bahwa neurotransmitter dapat terganggu oleh keadaan yang disebabkan oleh kekerasan pada anak atau biasa disebut dengan child abuse.
Conduct disorder merupakan masalah kesehatan mental di masyarakat yang sangat berbahaya bagi anak maupun keluarga dan lingkungan sekitarnya. Perilaku kekerasan ini dapat berdampak fatal bahkan bisa saja anak berpikiran untuk merenggut nyawa seseorang dan melanggar hukum yang ada. Selain itu, mereka juga dilanda kurangnya motivasi dan semangat dalam belajar. Akibatnya mereka sering bolos sekolah. Hal ini tentu akan menyebabkan rendahnya produktivitas pada anak. Sehingga diperlukan pendamping belajar khusus yang terampil dalam memberikan pola ajar kreatif dan sesuai dengan anak penyandang conduct disorder ini.
ADVERTISEMENT
Kepada orang tua yang memiliki anak dengan gejala yang telah disebutkan di atas, alangkah baiknya lakukan diagnosis dini dalam menangani conduct disorder. Karena keberhasilannya akan makin tinggi pula. Peran keluarga sangat besar di dalam mengobati gangguan perilaku ini. Perilaku kedua orang tua kerap berkontribusi dalam timbulnya macam-macam tingkah laku pada anak. Begitu juga dengan pendamping atau guru yang mengenal karakteristik anak agar dapat mengendalikan perilakunya. Diperlukan kolaborasi agar dapat tercipta hubungan yang baik dan sehat agar anak dapat tercegah dan terlepas dari gangguan perilaku. Selain itu, posisikan anak di lingkungan yang mendukung untuk perkembangannya karena anak akan selalu mencontoh orang-orang di sekitarnya. Jika dirasa tidak mampu mengendalikan gangguan perilaku ini pada anak, maka lebih baik hadirkan bantuan dari tenaga ahli seperti psikolog atau pemberi layanan kesehatan mental untuk diberikan obat-obatan dan terapi agar akar masalah dapat ditemukan. Sehingga anak pun akan lebih mudah untuk disembuhkan dan akan mudah untuk berintegrasi ke lingkungan sosialnya.
ADVERTISEMENT
DAFTAR PUSTAKA
Sanders, L. M., Schaechter, J., Serwint, J. R. (2007). Conduct Disorder. Pediatrics in Review, 28(11), 433-434. https://doi.org/10.1542/pir.28-11-433.
Fairchild, G., Hawes, D.J., Frick, P.J. et al. Conduct disorder. Nat Rev Dis Primers 5, 43 (2019). https://doi.org/10.1038/s41572-019-0095-y.
Rini, I. R. S. (2010). Mengenali gejala dan penyebab dari conduct disorder. Psycho Idea, 8(1).
Badriyah, L., Sartini, N. T., & Zubaidah, Z. (2020). KEHIDUPAN SOSIAL ANAK DENGAN PENYANDANG CONDUCT DISORDER. GHAITSA: Islamic Education Journal, 1(2), 102-112.
Novitasari, R., & Kumara, A. (2009). Perilaku memaafkan pada anak dengan Conduct Disorder. Psikologika: Jurnal Pemikiran dan Penelitian Psikologi, 14(1), 23-34.
Aprilia, Y., Nur, A., Usman, U., & Husin, N. (2020). Conduct Disorder Perspektif Al-Qur’an dan Psikologi (Kajian Integrasi). An-Nida', 44(2), 55-69.
ADVERTISEMENT