Konten dari Pengguna

Ragam Warisan Budaya Takbenda (WBTB) di Karimunjawa, Jawa Tengah

Diona Marva Leilani
Berkuliah di Universitas Gadjah Mada
14 Agustus 2024 13:19 WIB
·
waktu baca 11 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Diona Marva Leilani tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Tradisi Barikan Kubro Karimunjawa. Dokumentasi pribadi: Amelia Early deswita
zoom-in-whitePerbesar
Tradisi Barikan Kubro Karimunjawa. Dokumentasi pribadi: Amelia Early deswita

Apa Itu Warisan Budaya Takbenda?

ADVERTISEMENT
Warisan budaya takbenda (Wbtb) merupakan warisan budaya yang bersifat tidak dapat dipegang, mencakup berbagai praktik, representasi, ekspresi, pengetahuan, keterampilan, serta alat, objek, artefak, dan ruang budaya yang berhubungan dengan masyarakat, kelompok, atau individu sebagai bagian dari warisan budaya mereka yang diturunkan dari generasi ke generasi. Istilah ini mulai dikenal sejak adanya pengukuhan batik di tahun 2009 oleh UNESCO. Warisan budaya tak benda menjadi penting karena mencerminkan identitas, nilai-nilai, dan kreativitas masyarakat, sekaligus berkontribusi pada keberagaman budaya global. Perannya sangat krusial dalam mempertahankan kohesi sosial, mengembangkan dialog antarbudaya, dan memastikan kelestarian budaya yang berkelanjutan. Berikut beberapa warisan budaya tak benda di Karimunjawa.
ADVERTISEMENT

Domain WBTB di Kepulauan Karimunjawa

A. Tradisi Lisan dan Ekspresi

1. Hikayat Buaya Putih dan Pantai Merah dari Pulau Parang
Salah satu hikayat yang lahir di Kepulauan Karimunjawa adalah “Hikayat Buaya Putih dan Pantai Merah” dari Pulau Parang. Hikayat tersebut menceritakan tentang kisah cinta antara sepasang laki-laki dan perempuan bernama Kamarullah dan Ambarullah yang tinggal di suatu tempat yang sekarang dikenal sebagai Legon Boyo di Pulau Parang. Keduanya memiliki sumpah untuk setia sehidup semati dan jika ada yang mengingkari sumpah tersebut, maka mereka akan berubah menjadi buaya. Kisah ini berakhir dengan pengingkaran janji dari Ambarullah dan membuat keduanya berubah menjadi buaya dengan Ambarullah yang mendiami Sungai Legon Boyo dan Kamarullah di Gua Sarang Bajul Putih.
ADVERTISEMENT
2. Legon Bajak: Legenda Sarang Bajak Laut di Desa Kemujan
Legon Bajak. Dokumentasi pribadi: Amelia Early Deswita
Legon Bajak merupakan salah satu tempat di Dusun Telaga, Desa Kemujan yang kini dijadikan pelabuhan tempat kapal-kapal nelayan dan kapal penumpang berlabuh. Dulunya, dikatakan bahwa Legon Bajak adalah sarang dari para Bajak Laut yang ada di Desa Kemujan. Bajak Laut yang dimaksud bukanlah para perompak ataupun penyamun, tetapi Bajak Laut sebagai sebuah profesi pekerjaan yang bertujuan untuk menghidupi keluarga bahkan warga satu kampung. Sebelum berangkat berlayar, biasanya akan dilakukan acara ritual dan selamatan. Kedatangan para Bajak Laut juga sangat ditunggu oleh warga satu kampung. Tidak sembarang orang bisa ikut berlayar “Membajak” laut, melainkan hanya orang-orang tertentu yang menguasai pencak silat, cuaca, dan perbintangan yang bisa menjadi Bajak Laut pada saat itu. Namun, pemaknaan terhadap Bajak Laut kini telah bergeser menjadi negatif setelah memasuki masa penjajahan. Label-label negatif tentang Bajak Laut tersebut diberikan oleh para penjajah yang telah merampas kekayaan yang mulanya menjadi sumber penghidupan para Bajak Laut.
ADVERTISEMENT
3. Sepasang Batu Pengantin di Ujung Dusun Batulawang
Pantai dengan ombak yang besar di ujung Dusun Batulawang menyimpan banyak kisah yang masih eksis di masyarakat Desa Kemujan sampai sekarang. Salah satunya adalah kisah yang menyelimuti sepasang batu di laut dekat tebing batu. Ada beberapa versi cerita yang mengisahkan awal kemunculan kedua batu tersebut. Daerah dekat batu pengantin dulunya sempat dijadikan objek wisata, tetapi sejak pandemi covid 19 dan beberapa kejadian yang dikaitkan dengan hal-hal mistis, daerah tersebut kini jarang dikunjungi oleh wisatawan maupun warga lokal.
4. Ular Penunggu Gua Ujung Batulawang
Gua Ujung Batulawang. Dokumentasi pribadi: Amelia Early Deswita
Selain kisah Batu Pengantin, di ujung Dusun Batulawang juga tersebar kisah tentang ular penunggu gua. Ular penunggu gua ini dikatakan merupakan ular piton yang sudah tumbuh besar sehingga dia terjebak di dalam gua dan tidak pernah bisa lagi keluar dari bibir gua. Dikatakan juga bahwa di dalam gua terdapat banyak sarang burung walet yang tidak pernah terjamah oleh manusia lagi karena adanya ular penunggu gua.
ADVERTISEMENT

B. Seni Pertunjukan

1. Pencak Silat
Pencak silat di Karimunjawa merupakan hasil akulturasi yang memperlihatkan perpaduan budaya dari berbagai suku, termasuk Bugis, Madura, Mandar, dan Jawa. Tradisi yang masih sering dipentaskan adalah pencak silat dari Bugis, yang mencakup dua jenis silat: Baruga (pesta) yang lebih menonjolkan unsur seni dan dipentaskan dengan iringan musik tradisional seperti gendang, kenong, gong, dan seruling; serta silat rahasia yang hanya dipelajari secara tertutup dan tidak ditampilkan di depan umum, biasanya dilakukan di dalam kelambu untuk penjagaan diri. Silat Baruga dulunya merupakan keterampilan wajib bagi laki-laki Bugis bersama dengan kemampuan mengaji, dan dipelajari sejak kecil. Namun, seiring waktu, tradisi ini mulai memudar, dengan hanya elemen pementasan seni yang bertahan di Karimunjawa.
ADVERTISEMENT
2. Tarian Minagara
Tari Minagara. Dokumentasi pribadi: Amelia Early Deswita
Tari Minagara adalah tarian khas Karimunjawa yang muncul dari keinginan masyarakat untuk memeriahkan ritual Barikan Kubro dan memperkuat identitas lokal. Tarian ini menggambarkan kehidupan sebagian besar masyarakat lokal yang kesehariannya menjadi nelayan. Tari Minagara mengisahkan keceriaan para istri yang menunggu suaminya pulang dari melaut. Gerakan tari Minagara menggunakan gerakan khas tari Jawa seperti Ngelawas, Lenggut, Gejuk, dan Miwir Sampur, serta dilengkapi dengan kostum tradisional Jawa seperti kebaya, kemben, selendang, dan jarik. Properti utama tari yang digunakan adalah tenggok, yang melambangkan aktivitas jual beli hasil tangkapan ikan.

C. Adat Istiadat Masyarakat, Ritual, dan Perayaan-Perayaan

1. Barikan Kubro
Barikan Kubro. Dokumentasi pribadi: Amelia Early Deswita
Barikan Kubro adalah tradisi tahunan yang dilaksanakan di Karimunjawa sejak 2015. Berakar dari tradisi Barikan yang bertujuan menolak bala, Barikan Kubro telah berkembang menjadi acara besar yang melibatkan seluruh masyarakat dan digelar selama tiga hari. Acara ini dimulai dengan arak-arakan tumpeng, pelarungan tumpeng ke laut, serta pementasan tari Minagara. Kegiatan lainnya meliputi senam pagi, kerja bakti, tari kolosal, lomba melukis, dan pentas seni budaya. Barikan Kubro tidak hanya menjadi simbol persatuan dan gotong royong, tetapi juga melestarikan warisan budaya dan memperkuat identitas masyarakat Karimunjawa. Diselenggarakan pada Jumat Wage di bulan Suro, Barikan Kubro menekankan nilai-nilai gotong royong, kebersamaan, dan pelestarian warisan budaya, menjadikannya simbol persatuan dan daya tarik wisata Karimunjawa.
ADVERTISEMENT
2. Todok Telo
Todok Telo merupakan salah satu bentuk perayaan yang dilakukan untuk memperingati Maulid Nabi pada 12 Rabiul Awal. Perayaan ini awalnya tumbuh pada masyarakat Bugis di Desa Kemujan, terutamanya di Dusun Batulawang dan Telaga. Prosesi Todok Telo ini dilakukan dengan menusukkan tusukan dari bambu pada telur rebus dan menghiasnya menggunakan kertas warna-warni, kemudian diarak mengelilingi desa. Perayaan ini memiliki nilai filosofi yang sangat mendalam. Telur dimaknai sebagai duniawi, kertas warna yang digunakan biasanya berwarna hijau sebagai lambang kehidupan, merah melambangkan keindahan, dan warna-warni lainnya yang melambangkan keberagaman, sedangkan tusukan bambu yang berbentuk seperti alif dalam huruf hijaiyah dilambangkan sebagai agama atau akhirat. Selain itu, dalam perayaan Todok Telo juga dibuat Kadok Minyak, bungkusan ketan yang berisi daging. Kadok Minyak dilambangkan sebagai manusia dan daging sebagai hati manusia. Tusukan telur yang berisi hal-hal duniawi kemudian ditusukkan ke Kadok Minyak sebagai perlambangan manusia, hal ini dianggap menggambarkan jika kita memegang akhirat pasti hal-hal duniawi lainnya akan mengikuti juga.
ADVERTISEMENT
3. Festival Totok
Festival Totok adalah salah satu bentuk kebiasaan dan pengetahuan lokal yang baru-baru ini diubah menjadi bentuk perayaan. Festival Totok dilakukan dengan mengambil totok (sebutan bagi kerang dalam bahasa lokal) di sekitar terusan, perbatasan antara Desa Kemujan dan Karimunjawa. Acara ini dilakukan pada saat memasuki musim pancaroba. Kemunculan totok dianggap sebagai pengingat bagi warga untuk menyiapkan dan mengisi persediaan sumber makanan sebelum memasuki musim baratan yang ekstrem.
4. Sedekah Laut
Sedekah Laut. Dokumentasi pribadi: Amelia Early Deswita
Kekayaan alam laut di Desa Kemujan telah mendorong lahirnya kegiatan sedekah laut yang juga dilakukan untuk memperingati hari 1 Suro dalam kalender jawa. Sedekah laut juga dilakukan sebagai bentuk rasa syukur atas limpahan hasil laut. Acara sedekah laut meliputi kegiatan doa bersama, santunan yatama, dan proses pelarungan tumpeng ke tengah laut.
ADVERTISEMENT
5. Haul Sunan Nyamplungan
Haul Sunan Nyamplungan. Dokumentasi pribadi: Fada Laudza
Haul Sunan Nyamplungan di Karimunjawa adalah perayaan tahunan yang memadukan spiritualitas dan tradisi budaya, memperingati Syekh Amir Hasan—dikenal sebagai Sunan Nyamplungan—yang menyebarkan Islam di pulau-pulau ini. Dimulai dari tahun 2003, acara ini mengundang ribuan pengunjung untuk ziarah ke makam Sunan, menepati nazar, dan merasakan kedamaian di lokasi yang disucikan ini. Kegiatan Haul Akbar meliputi pembersihan makam, khotmil Qur'an, doa bersama, dan pengajian umum, yang diakhiri dengan hiburan qosidahan. Acara ini mempererat ikatan sosial masyarakat melalui gotong royong, pengumpulan konsumsi dari setiap RT, dan persiapan yang dilakukan bersama-sama. Lebih dari sekadar perayaan keagamaan, Haul Akbar menjadi simbol persatuan, kebersamaan, dan warisan budaya yang terus hidup di Karimunjawa.
ADVERTISEMENT
6. Haul Sunan Kambangan
Haul Sunan Kambangan adalah salah satu peringatan akbar masyarakat Desa Karimunjawa, khususnya di dusun Cikmas yang dilakukan sebagai bentuk penghormatan dan peringatan wafatnya Syeikh Maulana Sayyid Kambang Kemloko. Sama seperti haul sunan lainnya, haul ini diselenggarakan lewat acara pengajian dan ditutup dengan hiburan qosidahan.
7. Haul Sayyid Abdullah Legon Kluwak
Haul Sayyid Abdullah adalah salah satu peringatan akbar masyarakat Desa Kemujan yang dilakukan sebagai bentuk penghormatan dan peringatan wafatnya Sayyid Abdullah. Konon, dulunya saat Dusun Kemujan masih menjadi daerah wingit (daerah yang dianggap keramat), ada seorang pencari kayu hutan yang menemukan sebuah makam. Makam tersebut dikatakan selalu muncul dan hilang. Pencari kayu tersebut kemudian berdoa agar ditunjukkan makamnya jika makam tersebut adalah makam orang baik, tetapi jika bukan, maka lebih baik hilang saja. Akhirnya makam tersebut muncul kembali dan kemudian disebut sebagai makam mbah Sayyid Abdullah yang sampai sekarang rutin diziarahi. Haul Sayyid Abdullah sendiri dilaksanakan setiap satu tahun sekali, tepatnya pada bulan Muharram. Kegiatan haul biasanya dilakukan dengan ziarah di makam, santunan yatama, dan acara puncak dengan pengajian umum di alun-alun desa. Selain sebagai bentuk peringatan dan penghormatan, kegiatan ini juga menjadi sarana warga desa untuk saling berkumpul, berdoa bersama, dan bergotong royong.
ADVERTISEMENT
8. Lombanan dan Kupatan
Lombanan adalah salah satu bentuk perayaan selamatan dan pesta yang dilakukan di pantai. Selain perayaan dan pesta, ada juga berbagai macam lomba dari masing-masing dusun. Beriringan dengan lombanan, warga Karimunjawa juga biasanya melakukan Kupatan, atau kegiatan makan kupat di pantai bersama-sama di 7 hari setelah lebaran.
9. Larung Kapal
Larung Kapal adalah tradisi di Desa Kemujan, Karimunjawa, yang melibatkan gotong royong masyarakat untuk mendorong kapal ke laut sebagai bagian dari ritual yang sarat makna. Acara ini tidak hanya sekadar memindahkan kapal, tetapi juga mencerminkan kerjasama dan kebersamaan masyarakat, di mana mereka bersama-sama mendorong kapal hingga masuk ke air, dipimpin oleh aba-aba tertentu. Secara filosofis, rumah dan kapal dalam budaya setempat dipandang bukan sebagai benda mati, melainkan sebagai organisme yang hidup. Rumah dan kapal diperlakukan dengan penghormatan dan dilihat sebagai entitas yang memiliki makna lebih dalam dari sekadar benda fisik. Tradisi ini menunjukkan bagaimana masyarakat di Kemujan memandang rumah dan kapal sebagai bagian integral dari kehidupan mereka, yang harus dihargai dan dirawat seperti makhluk hidup.
ADVERTISEMENT

D. Pengetahuan dan kebiasaan perilaku mengenai alam semesta

1. Ngobor: Kebiasaan Masyarakat Pesisir Mencari Ikan saat Laut Surut
Masyarakat pesisir di Desa Kemujan memiliki kebiasaan unik yang disebut Ngobor. Ngobor adalah kebiasaan masyarakat pesisir mencari hasil laut, seperti ikan berukuran kecil sampai besar yang terdampar, kepiting, sampai cumi-cumi. Kegiatan ngobor biasanya dilakukan saat cuaca cerah, tidak berangin, dan yang paling utama dilakukan pada saat air laut surut. Alat yang biasanya digunakan adalah tombak, panah atau tembak, pisau, dan sabit.

E. Keterampilan dan kemahiran kerajinan tradisional

1. Kuliner Olahan Ikan
Ikan Bakar Serepeh, Brambang Kunci Khas Karimunjawa, Kerupuk Kepiting, Kerupuk Nyamplang, Kerupuk Yuyu, Kerupuk Cumi, Kerupuk Ikan Tuna, Petis.
2. Kopra: Komoditas Ekspor Karimunjawa
Sebelum banyak yang bekerja sebagai nelayan, warga Karimunjawa dulunya bekerja di bidang pertanian dan perkebunan kelapa. Hasil perkebunan kelapa diolah menjadi kopra dengan menggunakan keterampilan dan kemahiran tradisional. Pengolahannya dilakukan dengan mengeringkan daging kelapa yang sebelumnya sudah dibelah. Setelah sekitar dua hari, daging buah kelapa dikupas dari tempurungnya menggunakan sebuah alat bernama sisik. Setelah cukup kering, daging buah kelapa kemudian dicincang dan dikirim ke pabrik.
ADVERTISEMENT
3. Pecak Sura
Pecak Sura adalah tradisi kuliner masyarakat Bugis di Karimunjawa yang dilakukan setiap tanggal 10 Suro untuk memperingati terdamparnya perahu Nabi Nuh. Tradisi ini melibatkan pembuatan bubur khas yang disebut pecak, yang berarti bubur dalam bahasa Bugis. Bubur ini dibuat dengan mencampurkan berbagai bahan seperti jagung dan bahan lain, yang melambangkan persatuan dan keterbatasan sumber daya yang dialami oleh kebanyakan pembajak laut saat perjalanan ke Karimunjawa. Dahulu, tradisi ini juga melibatkan penggunaan sendok kayu buatan sendiri, namun kini hanya bubur pecak yang masih lestari. Pecak Sura menjadi simbol kebersamaan dan kelangsungan hidup yang terus dihidupkan oleh masyarakat Bugis di Karimunjawa hingga saat ini.
4. Kerajinan Kayu
Kerajinan tongkat, tasbih, kalung, keris, cincin, pipa rokok yang berbahan kayu khas Karimunjawa, yaitu dewandaru, stigi, dan kalimasada.
ADVERTISEMENT

Penutup

Kesimpulan

Karimunjawa menawarkan lebih dari sekadar keindahan alam. Kepulauan yang terkenal dengan wisata baharinya ini juga kaya akan warisan budaya takbenda yang terus berusaha untuk dilestarikan. Mulai dari tradisi lisan yang diwariskan dari generasi ke generasi, perayaan-perayaan tradisional, seni pertunjukan, kebiasaan dan pengetahuan tradisional, sampai kerajinan dan kemahiran tradisional tumbuh di tengah-tengah masyarakat yang beragam. Beragamnya suku yang mendiami Kepulauan Karimunjawa juga membuat beberapa warisan budaya takbenda memiliki persamaan dengan daerah lain, terutama pada daerah-daerah pesisir. Persamaan warisan budaya takbenda yang ada di Karimunjawa dapat disebabkan karena adanya migrasi yang membawa budaya suatu daerah ikut tumbuh dan berkembang di sini. Adanya akulturasi antara suku yang beragam, kondisi geografis, nilai dan norma yang dipegang, serta perbedaan pola interaksi dalam kehidupan masyarakat di Karimunjawa inilah yang akhirnya menyebabkan budaya yang serupa tersebut tetap memiliki perbedaan di antara budaya yang ada di Karimunjawa dengan daerah lainnya. Oleh karena itu, selain perlu untuk terus dilestarikan oleh masyarakat Karimunjawa, warisan budaya takbenda yang ada di Kepulauan ini juga perlu didokumentasikan dan dipublikasikan ke khalayak umum untuk menjaga eksistensi dan memperluas wawasan kebudayaan yang ada di Indonesia, khususnya di Kepulauan Karimunjawa.
ADVERTISEMENT

Referensi Literatur

https://warisanbudaya.kemdikbud.go.id
Widiyastomo, R. P., & Swastuti, E. (2024). Potensi Budaya Menjadi Unggulan Desa Wisata Di Kepulauan Karimunjawa, Kabupaten Jepara: Penelitian Tentang Potensi Ragam Budaya Lokal Bagi Daya Tarik Pariwisata. Public Service and Governance Journal, 5(2), 305-317.
Suliyati, T. (2019). Rumah Bugis sebagai Bentuk Pemertahanan Budaya Masyarakat Bugis di Desa Kemojan Karimunjawa. Endogami: Jurnal Ilmiah Kajian Antropologi, 2(2), 203-211.
Penulis: Amelia Early Deswita, Diona Marva Leilani