Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Kemajuan Teknologi Membawa Manfaat atau Kerusakan
29 April 2024 10:41 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Djamal Thalib tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Sudah terjadi beberapa abad dan mungkin sejak dikenal adanya masyarakat, bahwa manusia selalu ingin melakukan perubahan dalam rangka membangun peradaban. Perubahan baru yang dibuat oleh manusia itu konon diterjemahkan akan membawa manfaat untuk kehidupan manusia. Benarkah demikian?
ADVERTISEMENT
Banyak pendapat mengutip istilah yang muncul dari bahasa Latin di zaman sebelum masehi berbunyi homo homini lupus, kurang lebih artinya manusia adalah serigala bagi manusia lainnya. Saling membunuh dan saling meniadakan satu sama lain. Tujuan pada awalnya sederhana, berebut kekuasaan karena takut kelaparan. Hal demikian terus terjadi berabad-abad mengikuti perkembangan zaman.
Judul tulisan ini terkesan radikal dan provokatif, tapi menarik untuk menggambarkan fenomena ini.
Pada abad pertengahan, setelah populasi manusia semakin besar, sekalipun masalah kelaparan masih belum terpecahkan, muncul lagi persoalan berupa wabah penyakit, membuat perebutan kekuasaan dengan berperang semakin menjadi. Tidak saja antar manusia, juga terjadi antar kelompok manusia, etnis, bahkan negara. Tujuannya masih sama, berebut kekuasaan. Persoalan itu hingga saat ini masih berlangsung.
ADVERTISEMENT
Kini, perebutan kekuasaan tersebut bergeser, tidak lagi saling membunuh, tetapi peperangannya berubah menjadi perebutan pengaruh melalui persaingan dalam hal kepemilikan teknologi, sekalipun peperangan untuk saling membunuh tidak dapat dikatakan telah berhenti. Bahkan perlombaan menciptakan senjata pemusnah massal pun terjadi, walaupun belum pernah digunakan.
Yuval Noah Harari dalam bukunya “Homo Deus” (Manusia Tuhan/Dewa, terjemahan bebas penulis) menggambarkan fenomena manusia kini tidak lagi ingin berperang melawan sesama manusia, walau juga masih terjadi, tetapi telah meningkat melalui dan berlomba-lomba menciptakan produk teknologi ingin saling mengalahkan bahkan ingin mengalahkan Tuhan, mengalahkan kekuasaan keilahian.
Seperti misalnya upaya menentang mortalitas (kematian) yang mana di banyak masyarakat dunia ditakuti. Upaya tersebut dilakukan dengan cara membuat produk teknologi, seperti cyborg, makhluk-makhluk organik diganti menjadi makhluk inorganik, bioteknologi, dibantu oleh artificial intelligence, dan lain sebagainya.
ADVERTISEMENT
Kebaruan ini dirasakan juga memasuki wilayah Indonesia, yang sedang terpana melihat fenomena kehebatan produk-produk teknologi, baik di bidang pendidikan, kedokteran (termasuk pengobatan), bahkan ke ranah hukum yang berkaitan langsung dengan perilaku manusia, serta masih banyak lagi bidang-bidang lain dan bersinggungan yang ingin digantikan oleh teknologi.
Beberapa kasus muncul yang berlatar artificial intelligence. Digambarkan oleh Yuval Noah Harari dalam bukunya “Homo Deus” adanya terobosan terjadi pada DNA mitokondria. Mitokondria adalah organel-organel mungil dalam sel-sel manusia, yang dapat menghasilkan energi yang digunakan ole manusia. Organel-organel itu memiliki seperangkat gen sendiri, yang sama sekali terpisah dari DNA dalam nukleus sel.
DNA miktkondria yang rusak menyebabkan beragam penyakit yang menyiksa atau bahkan mematikan. Secara teknis pembuahan tabung yang ada sekarang sudah layak untuk mengatasi penyakit-penyakit genetik mitokondria dengan menciptakan ‘bayi tiga orang tua.” Inti DNA bayi berasal dari dua orang tua, sedangkan DNA mitokondria di dapat dari orang ketiga.
ADVERTISEMENT
Beberapa kasus terjadi akibat penyalahgunaan artificial intelligence berupa deepfake yang bisa digunakan untuk membobol rekening seseorang atau perusahaan di bank dengan cara menampilkan video keluarga terdekat atau pimpinan perusahaan dalam telepon seluler seolah-olah orang tersebut adalah benar (asli) dari keluarga terdekat atau dari pimpinan perusahaan itu untuk mentransfer sejumlah uang.
Bahkan diberitakan Israel telah memiliki data intelijen yang berasal dari artificial intelligence dinamai Lavender, yang digunakan untuk membunuh orang-orang Palestina atau kelompok pejuang keturunan Harakat al-Muqawama al Islamiya (HAMAS), dan masih ada beberapa kasus lain terkait penyalahgunaan artificial intelligence. Termasuk lembaga peradilan di Indonesia (Mahkamah Agung) juga sedang mempersiapkan diri untuk mengadopsi artificial intelligence.
Fenomena demikian menimbulkan pertanyaan, sekalipun keberadaan artificial intelligence merupakan keniscayaan, benarkah melalui kehebatan teknologi dapat dipastikan membawa kemaslahatan umat manusia bila dilakukan tanpa mengindahkan prinsip-prinsip keilahian?
ADVERTISEMENT