Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Konten dari Pengguna
Balapan Menuju Bulan
18 Agustus 2023 6:29 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Donny Syofyan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Ketegangan internasional bisa naik-turun, timbul-tenggelam, atau fluktuatif. Tapi kini negara-negara yang bersengketa ini bergerak lebih jauh, menggiring perselisihan menuju lokasi baru.
ADVERTISEMENT
Banyak negera berlomba untuk mempertaruhkan klaim masing-masing di Bulan . Saat beberapa negara masih berdebat tentang batas masing-masing di Bumi, yang lain memperluas ambisi teritorial mereka untuk sampai ke bulan, bahkan menguasainya.
Aktor utama sama saja yang juga terjadi di Bumi kita, Amerika Serikat dan China. AS akan kembali ke Bulan tetapi kali ini untuk tinggal, setidaknya itu rencana NASA untuk saat ini. Mereka ingin melakukannya sebelum China.
Ini adalah bagian dari proyek Artemis NASA. AS ingin mengirim manusia ke Bulan setidaknya pada tahun 2030. Pertanyannya, mengapa? Neil Armstrong dan Buzz Aldrin telah melakukannya 50 tahun yang lalu.
Kenapa NASA ingin kembali ke Bulan? Jawabannya bisa formal, semisal ketakutan kehilangan kesempatan atau kebutuhan untuk selalu nomor satu dalam segala hal.
ADVERTISEMENT
Pemerintah China merencanakan menegakkan pangkalan di Bulan sebelum 2030. Rencana China ini mengancam dan tidak sesuai dengan kepentingan Washington.
Kepala NASA Bill Nelson blak-blakan menyebutkannya dalam sebuah konferensi pers. Dia mengatakan AS sedang dalam perlombaan ruang angkasa dengan China dan ingin memenangkan persaingan. Itulah kenapa AS bersikap waspada.
Nelson menyebutkan Laut China Selatan sebagai contoh nyata. Dia mengatakan jika China dapat mempertaruhkan klaimnya di Laut China Selatan, maka China juga bakal melakukannya di Bulan.
NASA ingin memastikan bahwa sumber daya di Bulan tersedia untuk siapa saja. Jadi AS ingin sampai di sana lebih dulu. Tetapi ini bukan hanya perlombaan antara AS dan China.
ADVERTISEMENT
Negara-negara lain juga mulai turut serta dalam perlombaan menuju luar angkasa, seperti India dan Rusia. India meluncurkan Chandrayaan-3 pada 14 Juli lalu. Misi ini sudah merilis beberapa gambar Bulan.
Chandrayaan-3 diharapkan bisa mendarat di Bulan pada tanggal 23 Agustus. Jika berhasil, India akan menjadi negara pertama yang mendarat di kutub selatan Bulan. Ini juga akan menjadi negara keempat yang melakukan pendaratan lunak (soft landing) di Bulan setelah AS, bekas Uni Soviet dan China.
Tapi Chandrayaan-3 sekarang memiliki pesaing baru. Moskow meluncurkan Lander pada 11 Agustus. Ini adalah misi Bulan pertama Rusia sejak tahun 1976. Dengan ini, Rusia berencana untuk kembali ke Bulan untuk pertama kalinya dalam 50 tahun.
Luna berencana untuk mendarat di dekat kutub selatan Bulan. Menurut jadwal, Luna bakal sampai di pada waktu yang sama. Lalu, apakah ini perlombaan tentang siapa yang sampai di sana terlebih dahulu? Rusia menafikannya. Rusia berdalih bahwa misinya tidak akan bertabrakan dengan yang lain mengingat area pendaratan yang berbeda.
ADVERTISEMENT
Tapi sejumlah pengamat mengatakan bahwa India seharusnya tidak menempatkan dirinya dalam perlombaan dengan Rusia. Bagaimana pun, Rusia adalah kekuatan luar angkasa yang telah lama menempatkan posisinya dengan catatan keberhasilan yang memang sudah terbukti.
Tujuan utama Chandrayaan adalah untuk membuktikan kepada masyarakat India dan juga komunitas global bahwa ISRO (Indian Space Research Organisation) sudah menguasai seni pendaratan yang aman.
India dan Rusia sama sekali tidak dalam perlombaan. Sekali lagi, Rusia adalah negara yang berpengalaman selama puluhan tahun. Begitu pendaratan ini sukses, maka ruang angkasa terbuka untuk ISRO dan negara mana pun.
Meskipun ruang angkasa diperuntukkan semua, sepertinya perlombaan ini sudah memanaskan negara-negara yang berhasrat menuju Bulan. Ini adalah pertempuran tentang siapa yang sampai di sana terlebih dahulu.
ADVERTISEMENT
Negara-negara ini paham betul "tanah surgawi" yang bisa menjadi panggung balapan di sana seperti pertarungan untuk mendominasi geopolitik. Satu hal yang pasti, hasrat manusia dalam kompetisi menggapai bintang atau Bulan tidak akan mengenal batas.