Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Berebut Keselamatan dan Kesehatan Kerja
25 Oktober 2024 9:51 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Dr Sudjoko Kuswadji SpOk tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Di tengah keramaian pelantikan Menteri Prabowo, tidak terbaca berbagai kericuhan soal penanganan keselamatan kerja. Jika dilihat dari namanya, "Keselamatan dan Kesehatan Kerja", kesannya bidang ini jadi domain Kementerian Kesehatan. Padahal kenyataan di lapangan tidak demikian.
ADVERTISEMENT
Sekitar tahun 1970-an, ada seorang dokter yang menghadap ke pejabat Kementerian Kesehatan. Ia bermaksud mengembangkan Kesehatan Kerja di lingkungan Kementerian Kesehatan. Tapi sang pejabat tidak menyambut baik usulan dokter itu Indonesia, saat itu, masih sibuk menangani berbagai penyakit menular seperti TBC, lepra, kusta, dan lain-lain.
Akhirnya dokter itu pergi ke Kementerian Ketenagakerjaan. Dengan tangan terbuka mereka menyambut usulan yang baik itu. Sejak saat itulah, muncul istilah baru untuk kesehatan kerja: Higiene Perusahaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja, atau disingkat menjadi Hiperkes.
Istilah itu kemudian mendarah-daging di kalangan perusahaan. Bahkan dunia internasional juga mempertanyakan apa makna Hiperkes itu. Baru sekitar tahun 2000, istilah itu dikembalikan sesuai dengan maksud sebenarnya: Occupational Safety and Health, alias Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3).
Melihat Kementerian Ketenagakerjaan berhasil mengembangkan K3 dengan pesat, Kementerian Kesehatan lalu menganggap bahwa poin Kesehatan Kerja adalah milik domain mereka. Di dunia internasional, ILO dan WHO juga pernah mengalami peristiwa serupa.
ADVERTISEMENT
Beberapa negara berhasil mengatur dualisme pekerjaan ini. Amerika Serikat misalnya, membedakan tugas kedua kementerian itu. Kementerian Ketenagakerjaan mengatur masalah yang berkaitan dengan hukum dan pelayanan, sedangkan Kementerian Kesehatan mengatur masalah pelayanan saja.
Nah, ramainya pertarungan di sini disulut oleh upaya Kemnaker membuat proyek audit SMK3. Kemnaker tidak boleh melakukan audit ke perusahaan. Namun Sucofindo melakukan audit ke RS MMC. Direktur RS MMC lalu melaporkan hal itu ke Menteri Kesehatan. Tentu saja ini membuat Menkes saat itu mencak-mencak.
Selanjutnya mereka membuat audit K3 RS dan berhasil melakukan audit. Objeknya pun bertambah, dari hanya pekerja menjadi pekerja, pasien, dan pengunjung.
Di Amerika Serikat, kecelakaan transportasi ditangani oleh Kementerian Transportasi. Karena banyak pengguna narkoba dan miras yang sering mengalami kecelakaan lalu lintas, maka pemeriksaan dokter untuk narkoba diatur oleh Kementerian Transportasi.
ADVERTISEMENT
Pemeriksaan kesehatan pelaut yang bekerja di lintas batas negara juga diatur oleh Kementerian Transportasi. Tentu saja hal ini atas rekomendasi dari International Maritim Organization (IMO). Demikian juga dengan dunia penerbangan yang ditangani oleh International Civil Aviation Organization (ICAO).
Sementara itu, di Indonesia, pemeriksaan anak buah kapal dilakukan oleh Balai Kesehatan Kerja Pelayaran. Saat ini ada sekitar 60 klinik di Indonesia yang diakreditasi oleh balai itu. Ada juga Balai Kesehatan Penerbangan yang melakukan pemeriksaan kesehatan pilot. Namun pilot militer diperiksa oleh Lembaga Kesehatan Penerbangan Saryanto, dan penyelam diperiksa oleh RS Mintohardjo.
Ciri Kementerian Ketenagakerjaan adalah adanya pengawas di semua lokasi. Kemampuan pengawas ini mencakup masalah hukum dan teknis pekerjaan. Namun ketika mereka dihadapkan ke sektor migas, semua terkesima. Kemampuan mereka melihat pekerjaan dengan teknologi tinggi masih sangat terbatas. Akhirnya K3 sektor tambang dan migas pun diserahkan kepada Kementerian ESDM.
ADVERTISEMENT
Setelah mempelajari rumitnya mengurus K3 maka kementerian pun membentuk Dewan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Nasional yang disingkat sebagai DK3N. Ini adalah dewan yang bertugas memberikan saran dan pertimbangan kepada menteri di bidang keselamatan dan kesehatan kerja di tingkat nasional, sehingga arogansi sektoral akhirnya bisa dikurangi.
Saya dua kali menjadi anggota DK3N ini. Di sana saya jadi tahu kalau pasir timah di Pulau Bangka ada yang mengandung radioaktif. Berat ingot nikel bisa mencapai 25 kilogram. Beberapa karyawan di sana akhirnya terkena hernia nukleus pulposus (HNP). Saat itu Ketua DK3N-nya adalah pejabat BAPETEN Nuklir.
Di dunia, tokoh K3 top adalah orang nuklir. Tapi sesudah beliau meninggal, DK3N sudah tak ada lagi beritanya. Sekarang saya belum tahu apakah Pak Yassierli, Menteri Ketenagakerjaan yang baru, akan membuat Badan Koordinasi K3 antar Kementerian atau tidak, atau mungkin cukup dengan revitalisasi DK3N saja?
ADVERTISEMENT