Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Konten dari Pengguna
Petaka Cinta: Suara Lirih Jemi (Part 8)
3 Agustus 2022 15:01 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Dukun Millenial tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Bahu Jumadi berguncang, bibirnya gemetar tak bisa berkata-kata. Rasanya berat sekali menyampaikan kabar buruk tersebut pada Iman yang masih sangat berharap kalau Jemi masih hidup dan sehat,
ADVERTISEMENT
"KENAPA??!!"
Bagai orang linglung, Jumadi menunjuk ke arah di mana ia baru saja muncul.
"Kau jangan membuat ku khawatir bangsaattt!! Katakan ada apa?!!" bentak Iman.
"Jemi,"
Iman lantas beranjak dari duduknya, suara nafasnya bergemuruh.
"Dia pulang? Di mana dia?" tanya Iman.
Tanpa menjawab sederet pertanyaan dari Iman, Jumadi langsung berbalik dan berjalan meninggalkan Iman.
Iman dan beberapa orang yang berada di sekitaran pondok lantas mengikuti langkah Jumadi, yang membawa mereka ke tepi jurang yang curam.
"Je, jemi ada di sana," ucap Jumadi.
Iman menatap jumadi dengan tatapan tajam,
"Kau jangan mempercandakan temanku!! Aku bisa saja membunuhmu dengan tanganku kalau kau masih mempermainkan temanku!" ujar Iman dengan emosi yang meluap.
"Makanya turun! Dia ada di bawah,"
ADVERTISEMENT
Mendengar perkataan Jumadi, hampir saja Iman memukulnya, namun langsung ditahan oleh orang-orang yang tadi mengikuti.
Akhirnya Jumadi mulai berusaha untuk menuruni jurang itu lagi diikuti oleh Iman dan si lelaki berkumis tebal.
Saat Jumadi menunjukkan kepala yang tadi mereka temukan, Iman langsung terduduk di dekatnya. Ia syok, sampai-sampai tak ada sedikitpun air mata yang keluar, tubuhnya lemas seketika.
"Jemi, tidak, itu pasti bukan Jemi. Itu bukan Jemi," gumam Iman.
"Ya tuhan, tubuhnya masih tersangkut di sana!" ujar si lelaki berkumis tebal.
Iman tak bisa berbuat apa-apa ia bingung, sedih, syok campur aduk jadi satu. Iman benar-benar kehilangan pikiran jernihnya saat itu.
Ia duduk di dekat kepala Jemi dalam waktu yang sangat lama. Sampai-sampai ia tak tau jika orang-orang sudah mulai memenuhi tepi jurang untuk melihat.
ADVERTISEMENT
[Cerita ini diadaptasi dari Twitter/rasth140217]
Bagaimana orang-orang akan membawa tubuh mayat Jemi yang sudah tak utuh lagi.
"Sudah Man, semuanya sudah terjadi. Ikhlaskan dia."
"Ikhlas?? Kau tak tau apa yang aku rasakan saat ini! Kau hanya bisa berkata. Ucapan itu gampang! Tapi kau tak tau bagaimana rasanya aku menjalaninya!"
Proses pengangkatan jenazah Jemi dari dalam jurang memakan waktu yang sangat lama, apalagi mereka melakukan semua itu dengan peralatan yang seadanya.
Jenazah dimasukkan ke dalam kain yang dibuat seperti kantong dan ditarik ke atas oleh orang-orang. Beberapa kali tali tersangkut oleh akar-akar pepohonan dan membuatnya hampir putus. Namun untungnya proses itu berhasil mereka lakukan.
Saat sampai di area pondok milik ayahnya Ubi, Iman berteriak histeris memanggil Ubi. Saat ia melihatnya, Iman menghajar pemuda tersebut sampai berdarah.
ADVERTISEMENT
"Kenapa kau lakukan ini pada Jemi hah?!!! Akan kubunuh kau!! Kubunuh kau!!!" teriak Iman.
Beberapa orang yang berada di sana tak tinggal diam, mereka berusaha melerai perkelahian, namun Iman terlalu kuat. Kekuatannya hampir mirip seperti seekor banteng yang mengamuk.
Bahkan beberapa orang menyebut kalau saat itu Iman sudah dirasuk oleh mahluk halus.
"Cukup man!! Jemi akan sedih melihat sahabatnya seperti ini! Aku yakin bukan Ubi pelakunya. Bisa saja Jemi terpeleset saat sedang berjalan, atau mungkin dia terjatuh saat di serang oleh beruang,"
"Beruang??!! Apapun itu siapapun itu aku tidak peduli!! Yang pasti aku akan membunuh mahluk yang sudah membuat Jemi mati!!"
"Sekarang kita perlakukan jasad Jemi selayaknya. Kita akan memakamkannya malam ini juga."
ADVERTISEMENT
Iman dipapah Samsu ke dalam pondok, ia ditenangkan dan tidak diijinkan melihat proses pemandian jenazah ataupun penguburan sahabatnya. Mereka takut kalau-kalau Iman akan kembali mengamuk.
Seminggu telah berlalu, Iman menolak berinteraksi dengan orang-orang. Ia kerap kali terlihat duduk di pinggir sungai sambil melamun.
Iman merasakan saat itu adalah kehadiran Jemi di setiap mimpinya. Jemi selalu berkata lirih, namun Iman tak memahami maksud perkataan itu.
Sampai suatu hari, saat Iman sudah tak sanggup lagi, Ia menceritakan semuanya pada Jumadi.
"Mungkinkah arwah jemi ingin memberitahu kau pelakunya?"
"Aku tidak tau. Tapi jika benar. Aku rela menjadi pembunuh untuk membunuh orang yang telah melenyapkan nyawa temanku.!"
Jumadi menarik nafas panjang,
"Di atas sana ada seorang mantan pendeta yang katanya juga paham dengan hal-hal mistis. Beberapa kali dia meramalkan kejadian dan memang benar adanya, hal itu terjadi tidak lama kemudian.
ADVERTISEMENT
Tapi kemungkinan di agama kita tidak diperbolehkan mempercayai hal itu. Mm, tapi keputusan ada padamu. Aku siap untuk mengantar,"
"Antar aku sekarang." ujar Iman sembari beranjak.
Jumadi mengangguk, lalu ia mengambil sebotol air dan membawanya. Ia berjalan lebih dulu. Jalanan itu penuh dengan tanah kuning, yang pastinya sangat licin di kala hujan.
Beberapa kali Iman mengocok matanya yang kemasukan debu bekas tanah yang diinjak oleh Jumadi. Semakin ke atas, jalanan nya semakin menanjak. Sampai di suatu ketika, mereka berjalan dengan wajah yang hampir mencium 'tu ut' (dengkul).
Hingga akhirnya setelah beberapa meter kemudian, mereka melihat sebuah rumah kecil dengan pemandangan hutan liar mengelilinginya. Pintu rumah itu terbuka, dan nampaknya di dalam sana ada orang yang mereka cari.
ADVERTISEMENT
Saat Jumadi mengucapkan permisi, seorang laki-laki berusia 50 tahunan lebih keluar dari dalam rumah.
"Bagaimana mungkin seorang laki-laki tua seperti ini mampu turun naik melewati jalanan tadi," batin Iman.
"Kalian mencari aku?" tanya si lelaki tua sembari menatap keduanya
Jumadi mengangguk. Lalu tanpa basa basi Jumadi lantas menceritakan maksud dan tujuan mereka ke sana. Lelaki tua mengangguk, ia paham.
"Dia sedang bersama kalian. Mungkin kalian tidak menyadarinya, tapi aku dapat melihatnya dengan sangat jelas," ucap si lelaki tua
Bersambung...