Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Konten dari Pengguna
Komite Audit: Peran dan Standardisasi Kompetensi
13 November 2023 10:48 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Dwi Purwanto tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Beberapa waktu lalu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menjatuhkan sanksi kepada 276 emiten sepanjang 2022. Jika diakumulasi, total denda mencapai sekitar Rp 34,34 miliar. Sanksi tersebut terbagi menjadi sanksi keterlambatan dan sanksi non keterlambatan penyampaian laporan emiten.
ADVERTISEMENT
Sepanjang 2022, OJK tercatat telah memberikan sanksi atas keterlambatan laporan keuangan, laporan tahunan dan penggunaan dana, dengan total denda sebesar Rp 12,44 miliar. Sementara itu, total denda terkait persoalan non keterlambatan sebesar Rp 21,9 miliar, dengan sebagian besar kasus berasal dari transaksi material.
Di sisi lain jumlah emiten juga terus bertambah seiring berjalannya waktu. Pada 2023, jumlah emiten yang tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI) mencapai 983 perusahaan. Angka tersebut meningkat pesat dibandingkan 2022 di mana emiten yang tercatat di BEI berjumlah 918 perusahaan dan pada 2021 berjumlah 855 perusahaan.
Berdasarkan fenomena di atas, maka diperlukan peran aktif Komite Audit sebagai pengawas dalam menyusun, menyiapkan, dan mengungkapkan laporan keuangan emiten. Dalam hal ini, peran Komite Audit sangat penting bagi investor untuk memastikan bahwa laporan keuangan yang disampaikan merupakan informasi yang benar dan dapat di percaya.
ADVERTISEMENT
Dengan adanya peran aktif dan dukungan Komite Audit diharapkan mampu mendorong perbaikan Good Corporate Governance (GCG) yang pada akhirnya dapat menunjang peningkatan growth value emiten. Lantas, seberapa penting peran Komite Audit bagi emiten atau perusahaan publik?
Komite Audit merupakan komite yang dibentuk oleh dan bertanggung jawab kepada Dewan Komisaris dalam melaksanakan tugas dan fungsi Dewan Komisaris. Salah satu persyaratan untuk menerapkan GCG adalah eksistensi Komite Audit sebagai organ pendukung Dewan Komisaris dalam struktur organisasi emiten.
Komposisi Komite Audit minimal terdiri dari tiga orang independen, salah satunya merupakan Komisaris Independen dan merangkap sebagai ketua Komite Audit. Independen di sini berarti tidak memiliki conflict of interest terhadap manajemen, pemegang saham utama, keluarga atau koneksi manajemen, dan stakeholders emiten.
ADVERTISEMENT
Selain itu, Komite Audit harus memiliki integritas yang tinggi, kemampuan, pengetahuan, pengalaman sesuai bidang pekerjaannya, dedikasi waktu dan tenaga, serta mampu berkomunikasi dengan baik. Komite Audit juga harus memahami laporan keuangan, bisnis perusahaan, proses audit, manajemen risiko, dan peraturan perundang-undangan.
Komite Audit bertanggung jawab untuk memberikan saran atas pelaporan keuangan, manajemen risiko, dan GCG. Terkait proses pelaporan keuangan, Komite Audit bertanggung jawab untuk menelaah penugasan terhadap auditor eksternal, menentukan ruang lingkup rencana audit internal dan eksternal, serta mengevaluasi kecukupan akuntansi dan sistem pengendalian intern.
Terkait manajemen risiko, Komite Audit mengawasi proses risiko, termasuk identifikasi risiko dan evaluasi terhadap pengendalian untuk mengatasi risiko tersebut. Sementara itu, terkait GCG, Komite Audit mengkaji kebijakan perusahaan terkait peraturan perundang-undangan, etika bisnis, conflict of interest, dan investigasi terhadap pelanggaran atau fraud.
Dalam menjalankan perannya, Komite Audit berpegang pada piagam/charter Komite Audit. Piagam/charter tersebut harus secara eksplisit menyatakan bagaimana Komite Audit dapat bekerja sama dengan pihak-pihak terkait. Muatan piagam/charter Komite Audit terdiri dari sasaran dan kekuatan menyeluruh, peran dan tanggung jawab, struktur, syarat keanggotaan, rapat dan pertemuan, pelaporan, dan kinerja.
ADVERTISEMENT
Saat ini, semua emiten dan BUMN Terbuka telah wajib memiliki Komite Audit. Regulasi untuk emiten diterbitkan oleh OJK melalui POJK Nomor 55/POJK.04/2015 tentang Pembentukan dan Pedoman Pelaksanaan Kerja Komite Audit. Sedangkan, untuk BUMN Terbuka, Kementerian BUMN menerbitkan Permen BUMN Nomor 2 Tahun 2023 tentang Pedoman Tata Kelola dan Kegiatan Korporasi Signifikan BUMN.
Dalam implementasinya, konsep Komite Audit telah diperkenalkan secara luas. Hal ini terlihat dalam website dan laporan tahunan emiten yang memuat profil, piagam/charter, dan laporan Komite Audit. Selain itu, banyak emiten di Indonesia juga telah mengadopsi konsep-konsep yang merupakan best practices di seluruh dunia.
Namun, peran Komite Audit belum berjalan sebagaimana mestinya. Keberadaan Komite Audit dinilai sekadar demi memenuhi persyaratan formal semata. Hal ini dikarenakan belum terpenuhinya kualifikasi Komite Audit, misalnya sangat berkompeten tetapi tidak ada keberanian untuk bersuara karena rasa sungkan atau lainnya.
ADVERTISEMENT
Selain itu, terdapat kendala dari manajemen, kurang optimalnya peran internal dan eksternal auditor, serta lemahnya fungsi Dewan Komisaris. Oleh karena itu, emiten harus memberikan kekuatan sepenuhnya kepada Komite Audit untuk bertindak secara independen dalam melaksanakan fungsinya.
Peningkatan kompetensi juga perlu dilakukan untuk memperkuat stabilitas emiten. Kompetensi tersebut dapat ditingkatkan melalui sertifikasi profesi yang tepat, seperti Certification in Audit Committee Practices (CACP). Program tersebut dirancang oleh Ikatan Komite Audit Indonesia (IKAI) sebagai bentuk standarisasi kompetensi Komite Audit.
Dengan optimalnya fungsi Komite Audit diharapkan hal-hal terkait dengan kualitas laporan, ketepatan waktu penyampaian laporan, dan GCG emiten dapat terjaga dengan baik sehingga meningkatkan kepercayaan investor. Dalam hal ini, peran Komite Audit adalah memaksimalkan value of the firm dengan menyeimbangkan kepentingan stakeholders, menjaga ethical business conduct, serta mengelola risiko bisnis emiten.
ADVERTISEMENT