Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Memperkuat Integritas dan Anti Korupsi di Kemenkeu
7 Juni 2023 21:16 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Dwi Purwanto tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) baru saja menetapkan mantan pejabat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Rafael Alun Trisambodo (RAT) sebagai tersangka kasus dugaan gratifikasi. KPK resmi menetapkan Rafael sebagai tersangka pada Kamis, 30 Maret 2023 setelah mengantongi dua alat bukti.
ADVERTISEMENT
Kasus ini bermula dari terungkapnya harta kekayaan tidak wajar milik Rafael yang tercatat dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) sebesar 56 miliar. Setelah dilakukan klarifikasi, diyakini bahwa Rafael diduga menerima gratifikasi senilai puluhan miliar rupiah.
KPK menduga Rafael menerima gratifikasi tersebut melalui perusahaan konsultan pajak miliknya, PT Artha Mega Ekadhana (PT AME). Rafael menerima gratifikasi tersebut dari beberapa perusahaan atau wajib pajak yang mengalami masalah perpajakan, khususnya terkait kewajiban pelaporan pembukuan perpajakan kepada negara melalui DJP.
Rafael juga diduga aktif mengarahkan beberapa perusahaan atau wajib pajak yang tersandung masalah pajak untuk berkonsultasi ke perusahaannya (PT AME). Menurut KPK, dengan modus tersebut Rafael menerima gratifikasi selama 12 tahun dengan nilai total sekitar 1,3 milliar.
ADVERTISEMENT
Namun demikian, diduga sumber gratifikasi Rafael tidak hanya diterima dari perusahaannya saja. Total nilai gratifikasi yang diterima Rafael diduga mencapai puluhan miliar rupiah. Jumlah tersebut mengacu pada isi Safe Deposit Box (SDB) senilai 32,2 miliar yang kini telah di blokir oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
Kasus ini membuktikan bahwa program pencegahan dan pemberantasan korupsi yang telah dilaksanakan oleh Kemenkeu belum berhasil sepenuhnya dalam mengendalikan korupsi. Kasus gratifikasi yang terungkap menunjukkan bahwa persoalan nilai integritas dan anti korupsi masih menjadi masalah di Kemenkeu.
Oleh karena itu, Kemenkeu harus memperkuat komitmennya terhadap integritas dan anti korupsi untuk mengembalikan kepercayaan publik dalam pengelolaan keuangan negara. Hal ini perlu dilakukan agar kredibilitas, citra dan reputasi Kemenkeu tetap terjaga dimata publik.
ADVERTISEMENT
Nilai Integritas
Merujuk pada studi dari Nieuwenburg (2002) yang terbit di Australasian Journal of Philosophy, istilah “integritas” berasal dari Bahasa Latin intengere yang berarti “tak tersentuh”. Istilah ini merujuk kepada seseorang yang tidak terkontaminasi dengan sesuatu yang buruk.
Dalam konteks integritas sektor publik, integritas mengacu pada penerapan nilai-nilai dan norma-norma yang diterima secara umum dalam praktik kegiatan sehari-hari organisasi sektor publik (pemerintah). Integritas identik dengan kejujuran, jadi apabila seseorang dikatakan memiliki integritas berarti orang tersebut jujur.
Oleh karena itu, integritas harus menjadi prioritas utama dan tertanam (mendarah daging) dalam diri setiap insan Kemenkeu. Hal ini dikarenakan sebaik apa pun sistem yang ada akan sia-sia apabila Sumber Daya Manusia (SDM) yang ada tidak memiliki integritas.
ADVERTISEMENT
Penyataan di atas menunjukkan bahwa nilai-nilai dan norma-norma, terutama integritas merupakan unsur penting dalam pengendalian korupsi. Hal ini dikarenakan sistem yang dijalankan akan bisa dimanipulasi oleh pegawai yang tidak berintegritas.
Komitmen Anti Korupsi
Dalam sebuah organisasi, sikap pimpinan dalam menangani korupsi akan sangat menentukan. Sebab, di Indonesia, pemimpin masih menjadi model panutan (role model) bagi bawahannya. Oleh karena itu, seorang pemimpin harus berkomitmen untuk tidak melakukan korupsi agar dapat menjadi teladan bagi seluruh unsur dalam sebuah organisasi.
Keteladanan pemimpin (tone at the top) merupakan faktor penting dalam menegakkan budaya antikorupsi dalam sebuah organisasi. Seorang pemimpin harus mampu menunjukkan bagaimana memimpin secara etis. Semakin etis dan bertanggung jawab gaya kepemimpinan, semakin besar kemungkinan bawahan akan menanggapinya dan berperilaku etis dan bertanggung jawab.
ADVERTISEMENT
Di sisi lain jika pemimpin menunjukkan sedikit perhatian terhadap perilaku jujur dan etis, bawahannya akan mengikuti. Misalnya, jika seorang pemimpin melakukan korupsi, kemungkinan besar bawahan akan mengikuti dan menggunakan diskresi yang sama dengan atasannya.
Hal lain yang perlu diperhatikan adalah seorang pimpinan juga harus menunjukkan ketegasan dalam menangani pelanggaran atau perilaku koruptif. Misalnya, jika terjadi pelanggaran atau tindakan fraud, pimpinan jangan segan-segan untuk memberikan hukuman atau sanksi. Hal ini agar tidak menimbulkan kesan bahwa pimpinan lemah dalam menangani perkara koruptif.
Berdasarkan beberapa pernyataan di atas, maka komitmen pimpinan dalam pengendalian korupsi dalam organisasi sangatlah penting. Indonesia memiliki budaya panutan (patrons) yang masih memandang kepemimpinan sebagai figur yang harus diikuti, baik dalam perkataan maupun perbuatan.
ADVERTISEMENT
Selain itu, penguatan nilai integritas juga perlu dilakukan mengingat integritas merupakan nilai penting sekaligus utama dari nilai-nilai Kemenkeu. Integritas juga menjadi value yang harus dijaga oleh seluruh jajaran Kemenkeu dalam menjalankan tugas dan fungsinya. Pasalnya, sebagai sesuatu yang abstrak, integritas bisa naik dan turun sebagaimana iman seseorang.
Dengan memperkuat nilai-nilai integritas dan anti korupsi, diharapkan korupsi di Kemenkeu dapat dikendalikan sepenuhnya. Alhasil, langkah-langkah tersebut dapat mendukung peningkatan peran dan kinerja pegawai menuju profesionalisme dalam memberikan pelayanan yang optimal dan menjaga kepercayaan publik melalui peningkatan kinerja dan citra atau reputasi Kemenkeu.