Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Pandemi dan Digitalisasi Corporate Social Responsibility (CSR)
1 Juli 2023 15:44 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Dwi Purwanto tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Tepat 21 Juni 2023, Presiden Joko Widodo secara resmi mengumumkan pencabutan status pandemi COVID-19 di Indonesia. Keputusan ini diambil seiring dengan pencabutan status Public Health Emergency of International Concern (PHEIC) untuk COVID-19 yang dilakukan oleh badan kesehatan dunia atau World Health Organization (WHO). Dengan pencabutan status tersebut, maka Indonesia akan mulai memasuki masa endemi COVID-19.
ADVERTISEMENT
Meski telah usai, menarik untuk dibahas terkait bagaimana pandemi ini berdampak terhadap aspek kesehatan, sosial, dan ekonomi . Selain itu, menarik juga membahas tentang pentingnya program digitalisasi Corporate Social Responsibility (CSR) dan peluang di masa depan akibat perilaku masyarakat pasca pandemi.
Sebagai pengingat, COVID-19 telah menginfeksi 690,8 juta orang secara global dengan 96 persen (663,3 juta) sembuh, dan 0,9 persen (6,8 juta) meninggal dunia (Worldmeter, 2023). Pada periode 2023, Satuan Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 (Satgas COVID-19) juga mencatat kasus COVID-19 di Indonesia lebih dari 6.811.712 dengan 97,4 persen (6.640.809) sembuh dan 2,3 persen (161.863) meninggal dunia.
Sementara itu, hasil survei Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) pada 2020 melaporkan bahwa lebih dari 15,6 persen karyawan di Indonesia telah di-PHK, dan 13,8 persen tanpa pesangon. Sebagian besar pekerja yang di-PHK ini adalah kaum muda berusia 15-24 tahun. Sektor yang paling terdampak COVID-19 adalah konstruksi (29,3 persen), perdagangan, restoran, dan jasa akomodasi (28,9 persen), serta transportasi, pergudangan dan komunikasi (26,4 persen).
ADVERTISEMENT
Meski pandemi COVID-19 berdampak pada kesehatan masyarakat dan menghambat perekonomian nasional, tingkat partisipasi perusahaan Indonesia dalam CSR justru meningkat. Hal ini terlihat pada ajang TOP CSR Award 2020 terjadi peningkatan peserta yang signifikan, yaitu 120 finalis dari 200 perusahaan dibandingkan tahun 2019 yaitu 72 finalis dari 150 perusahaan.
Program CSR dalam menanggulangi pandemi dilakukan dengan menyediakan logistik seperti sembako, obat-obatan dan vitamin, serta alat kesehatan seperti masker, sarung tangan, ventilator, sanitiser, dan alat pelindung diri. Perusahaan juga membantu mengatasi permasalahan ekonomi melalui program pelatihan kompetensi digital dan meningkatkan kemampuan digital marketing yang menyasar masyarakat dan UMKM.
Program CSR menjadi penting dalam meningkatkan kualitas dan mengembangkan ekonomi masyarakat di masa sulit selama pandemi COVID-19. Pemerintah sangat terbantu dengan program CSR yang ditujukan untuk memitigasi masalah kesehatan terkait pandemi. Selain itu, program-program tersebut juga membantu meringankan masalah sosial, dan ekonomi.
ADVERTISEMENT
Setelah pandemi berakhir, program CSR haruslah berorientasi pada ekonomi untuk memberdayakan ekonomi masyarakat. Hal ini dikarenakan pandemi telah mengubah perilaku pembelian konsumen dari offline menjadi online. Oleh karena itu, perusahaan perlu menerapkan digitalisasi CSR karena pasca pandemi COVID-19 masyarakat lebih bergantung pada teknologi digital.
Digitalisasi CSR adalah cara yang digunakan oleh perusahaan untuk melengkapi kegiatan atau program CSR mereka dengan berbasis teknologi digital. Lantas apa keuntungan yang didapat perusahaan jika menerapkan digitalisasi CSR?
ADVERTISEMENT
Namun demikian, upaya perusahaan dalam menerapkan digitalisasi CSR tidaklah mudah karena ada beberapa tantangan. Misalnya, data dan informasi yang tersedia secara online tidak sepenuhnya dapat dipercaya. Perusahaan juga memerlukan anggaran yang lebih besar untuk program literasi digital bagi masyarakat yang tinggal di daerah terpencil.
CSR berbasis digital juga tidak dapat menyelesaikan beberapa masalah di pedesaan. Sebab, masih banyak daerah terpencil yang belum tersentuh program CSR. Perusahaan juga akan berpotensi menyalahgunakan data yang diberikan mengatasnamakan CSR. Selain itu, ada kemungkinan masyarakat akan menerima informasi palsu tentang CSR yang dengan mudah tersebar.
Meskipun masih ada beberapa tantangan, penerapan digitalisasi CSR harus tetap dilakukan secara konsisten dan berkelanjutan. Hal ini dikarenakan indeks daya saing digital Indonesia masih perlu ditingkatkan. Laporan East Ventures Digital Competitiveness Index (EV-DCI) 2023 menunjukkan bahwa indeks daya saing digital di Indonesia adalah 38,5 dari skala 0-100.
ADVERTISEMENT
Pilar dengan skor terendah adalah Sumber Daya Manusia (SDM), artinya masih terbatas SDM yang ahli di bidang ekonomi digital. Oleh karena itu, keahlian SDM harus ditingkatkan melalui program digitalisasi CSR. Sebab, dengan hal tersebutlah kemungkinan indeks daya saing digital berpeluang meningkat dan mendukung pertumbuhan ekonomi digital di Indonesia.
Untuk mencapai tujuan tersebut, penerapan digitalisasi CSR perlu membutuhkan kolaborasi dan sinergi antara tiga pilar yang saling berhubungan yaitu pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat. Pemerintah dan perangkatnya sebagai regulator harus mengembangkan instrumen seperti program dan regulasi terkait digitalisasi CSR untuk membangun ekosistem yang kondusif.
Sementara itu, dunia bisnis juga harus berperan aktif sebagai penggerak ekonomi melalui kegiatan atau program digitalisasi CSR untuk membantu mengembangkan ekonomi masyarakat. Selanjutnya, masyarakat juga harus terlibat aktif dalam memanfaatkan teknologi digital seperti e-commerce, sosial media, dan lain-lain.
ADVERTISEMENT
Dengan menerapkan program digitalisasi CSR yang disinergikan dengan program pemerintah, diharapkan ke depan program tersebut tepat sasaran sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Hal ini dikarenakan kolaborasi dan sinergi antar institusi dapat mengakselerasi pertumbuhan ekonomi secara eksponensial.