Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Sudah Terpilih sebagai Tokoh PR Indonesia, Apa Selanjutnya?
20 April 2021 12:51 WIB
Tulisan dari Dyah Sugiyanto tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
17 Mei 2019, saya terpilih menjadi salah satu dari 50 Tokoh Public Relations (PR) Indonesia. Apresiasi ini diberikan oleh Majalah PR Indonesia, satu-satunya media yang merekatkan PR lintas sektor. Sudah terpilih, selanjutnya apa yang saya lakukan?
ADVERTISEMENT
Pemilihan sebanyak 50 praktisi PR ini dilakukan oleh majalah tersebut, setelah melalui penelusuran panjang disertai wawancara mendalam. “Pilihan kami terhadap mereka cukup objektif, bisa dipertanggungjawabkan serta memiliki alasan yang kuat,” ujar Founder dan Chief Editor PR INDONESIA Asmono Wikan kala itu, di hadapan para hadirin.
Saat itu saya masih sebagai Ketua Umum Ikatan Pranata Hubungan Masyarakat Indonesia (Iprahumas). Rupanya ada tiga tokoh organisasi profesi yang terpilih. Selain saya, ada Ketua Umum Perhimpunan Hubungan Masyarakat Indonesia (Perhumas) Agung laksamana, dan Ketua Umum Perhimpunan Hubungan Masyarakat Rumah Sakit Indonesia (Perhumasri) Anjari Umarjianto.
Saya memang bukan satu-satunya aparatur sipil negara (ASN) yang terpilih sebagai Tokoh PR Indonesia, tetapi satu-satunya Pejabat Fungsional Pranata Humas yang dipilih. Pemberitahuan akan terpilih sebagai Tokoh PR Indonesia cukup mengejutkan, ditambah surat resmi saya terima sehari sebelum acara dihelat. Bangga dan bersyukur pastinya.
ADVERTISEMENT
Mengapa saya bisa terpilih? Apakah kebetulan karena waktu itu saya menjabat sebagai ketua umum? Rupanya tidak. Penjelasan yang saya terima kala itu adalah karena saya dilihat sebagai individu PR yang gigih memperjuangkan profesi tersebut. Berdasarkan artikel yang diterbitkan majalah PR Indonesia edisi 50, saya ditulis sebagai seorang PR penyampai pesan edukatif.
Sejak dulu saya memang tertarik di dunia pendidikan. Terbukti, pengalaman sebagai guru Bahasa Inggris di suatu sekolah dasar adalah awal saya berkarier. Saat itu, saya juga bekerja paruh waktu menjadi guru kesenian di sebuah sekolah menengah pertama, sekaligus menjadi salah satu pelatih teater di sekolah menengah atas.
Usai merampungkan jenjang strata dua, saya pun masih belum bisa meninggalkan passion sebagai tenaga pendidik. Pada 2010 akhir, saya mulai menjalankan peran sebagai dosen di salah satu universitas swasta.
ADVERTISEMENT
Terus Belajar
Semenjak dinobatkan sebagai salah satu Tokoh PR Indonesia, saya semakin serius mendalami profesi ini. Bagi saya, penghargaan tersebut sebagai motivasi dan harus bisa dipertanggungjawabkan. Saya masih terus belajar. Semakin banyak belajar, semakin saya sadar bahwa apa yang saya ketahui tentang PR masih sangat minim. Samudera pengetahuan ilmu PR sangatlah luas dan filosofis. Semakin mengenal, semakin saya mencintainya.
Universitas Padjadjaran telah mempromosikan saya sebagai pakar PR pada Februari 2017 silam. Tahun yang sama ketika saya dinobatkan sebagai salah satu Tokoh PR Indonesia. Ilmu dan pengetahuan yang saya miliki masih harus terus ditambah. Oleh sebab itu, saya menantang diri saya sendiri untuk berinovasi dan produktif berkarya.
Target saya, minimal sekali setahun ada publikasi tulisan yang diterbitkan, baik di jurnal ilmiah ataupun di media massa. Hingga tulisan ini dibuat, target itu masih terpenuhi. Selanjutnya, saya membuat platform program komunikasi melalui Instagram, Meet Deetizen namanya.
ADVERTISEMENT
Meet Deetizen melansir episode perdananya tepat di hari ulang tahun saya, pada 2020. Awalnya, program ini saya rancang khusus untuk bincang-bincang langsung dengan narasumber.
Meet Deetizen berbagi pengetahuan dan pemahaman melalui konten-konten edukatif. Bahasan dalam program tersebut tidak terbatas pada satu bidang. Hal ini saya putuskan karena saya ingin lebih banyak belajar dan mendapatkan inspirasi dari berbagai disiplin ilmu dan pengetahuan.
Oh iya, tujuan saya membuat Meet Deetizen adalah sebagai sarana saya melatih kemampuan public speaking dan tentu saja memperluas jaringan. Hal yang lebih besar lagi, menjadikannya sebagai sarana yang memperkuat personal branding diri ini.
Deetizen diambil dari kata Dee (nama sapaan saya) dan netizen (warganet). Deetizen menjadi sapaan pengikut akun media sosial pribadi saya sejak 2016. Hampir setahun berjalan, trend IG Live mulai menurun. Sebelum benar-benar ‘tenggelam’, saya pun ‘otak-atik’ strategi lainnya. Kini Meet Deetizen mengusung konsep kolaboratif, tanpa meninggalkan semangatnya yang tercermin dalam tagline: sharing, knowing, understanding.
ADVERTISEMENT
Mengusir Kepenatan
Pekerjaan rutin sebagai ASN jujur saja terkadang membosankan. Terlebih, ini adalah tahun ke 17 saya sebagai Government PR di Lembaga Ilmu pengetahuan Indonesia (LIPI). Sebagai administrator, melakukan hal yang kreatif rasanya sangat terbatas. Padahal, jiwa ini lahir dengan bakat-bakat seni.
Meet Deetizen mungkin masih bisa dianggap sebagai kegiatan ekstra yang masih relevan dengan profesi PR. Namun dalam rangka mengusir kepenatan, saya juga melakukan hal lain yang nuansanya jauh dari profesi PR, yaitu menari tradisional dan menyanyi bersama Jitak Band.
Secara keseluruhan, ada hal yang saya pahami setelah terpilih sebagai Tokoh PR Indonesia. Hal yang saya maksud adalah hal yang harus diterapkan, yaitu sebuah konsistensi. Konsisten berkarya dan konsisten berupaya mengusir kepenatan tentunya.
ADVERTISEMENT