Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Teluk Benggala: Sejarah yang Terulang Lagi
14 September 2021 13:02 WIB
Tulisan dari Dadang I K Mujiono tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Mungkin banyak yang tidak tahu di mana letak Teluk Benggala (Bay of Bengal), dan apa signifikan keberadaan teluk ini bagi perkembangan sejarah, budaya, politik dan agama di Asia Selatan dan Asia Tenggara. Pengalaman penulis sejak duduk di bangku SD sampai SMA banyak yang mengatakan bahwa datangnya Islam di Nusantara disebabkan oleh kedatangan bangsa Arab dan eksistensi kerajaan di Nusantara (Sriwijaya, Majapahit, Kutai dst). Kemudian untuk perkembangan politik, sebagian besar dipengaruhi oleh penjajahan Belanda.
ADVERTISEMENT
Namun sebenarnya, apakah benar dan cukup dengan hanya bertumpu pada dua bukti sejarah tersebut (bangsa Arab dan penjajahan Belanda) untuk memahami diversitas atau keberagaman yang ada di Indonesia khususnya, dan Asia Tenggara umumnya?
Faktanya, keberagaman yang ada di Asia Tenggara menurut Kishore Mahbubani, seorang pakar studi Asia Tenggara disebabkan oleh empat gelombang, yakni gelombang dari masyarakat India, China, Muslim, dan Barat. Dan keempat gelombang tersebut datang ke Asia Tenggara, mayoritas melalui Teluk Benggala.
Teluk Benggala sebagai jalur migrasi
Secara geografis, Teluk Benggala berada di bagian timur laut Samudra Hindia, dibatasi barat dan barat laut India, di utara berbatasan dengan Bangladesh, dan di timur oleh Myanmar serta Kepulauan Andaman dan Nicobar di India. Secara historis, Teluk Banggala merupakan pusat dari sejarah dunia di era tahun 1840 sampai 1940. Menurut data statistik, teluk ini telah menjadi media lebih dari 28 juta migrasi masyarakat yang tinggal di negara di sekitar Teluk Benggala. Tidak hanya orang-orang India yang melintasi teluk ini, namun orang-orang China, Barat, Persia juga menggunakan Teluk Benggala sebagai wilayah untuk menjalankan misi-misinya.
ADVERTISEMENT
Di era penaklukan oleh imperialisme Barat yang dipimpin oleh Kerajaan Inggris, Teluk Benggala merupakan markas utama dalam menjalankan misi-misi kerajaan yang mana pusat kerajaan untuk wilayah Asia berada di India sejak tahun 1857 sampai 1947 yang disebut Raj Inggris. Sebelum adanya penaklukan, masyarakat yang berada di Teluk Benggala menjalankan aktivitas menyeberangi teluk untuk mencari nafkah.
Namun sejak kedatangan Inggris, masyarakat yang bermigrasi sebagian besar dalam rangka menjalankan misi-misi kerajaan. Misalnya berdagang atas nama kerajaan, memperluas area perkebunan dan memperluas pengaruh Inggris (budaya, politik dan sistem pemerintahan), serta dalam rangka peperangan. Sehingga tidak heran, pada masa penjajahan, Teluk Benggala menjadi tempat migrasi bagi para pedagang, kuli, budak, dan tentara.
Adapun tujuan migrasi para migran ini mayoritas merupakan negara jajahan Inggris di sekitar Teluk Benggala, yakni Burma (Myanmar), Cylon (Sri Lanka), Malaysia, Singapura, dan Indonesia, khususnya wilayah Sumatera.
ADVERTISEMENT
Masa keemasan Teluk Benggala
Pada masa 1840-1940 sebagaimana masa keemasan Teluk Benggala, selain menjadi tempat utama aktivitas migrasi terjadi, khususnya sejak ditemukannya kapal uap, jalan aspal dan jalan bebas hambatan , Teluk Benggala juga menjadi media dalam penyebaran agama dan budaya di Asia Tenggara. Pada masa ini juga, Islam mulai masuk ke wilayah Nusantara melalui pedagang yang berasal dari India, China, Persia dan Arab. Para pedagang ini tidak hanya melakukan aktivitas perdagangan, namun juga berasimilasi dengan masyarakat lokal. Pernikahan beda etnis dan suku menjadi fenomena yang umum terjadi di masa ini, sehingga tidak heran penetrasi budaya asing di Asia Tenggara dan Indonesia khususnya menjadi marak dan telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari sejarah.
ADVERTISEMENT
Pada masa ini juga, Teluk Benggala menjadi wilayah kontestasi para imperialisme Barat dalam berjuang merebut wilayah-wilayah di Asia Selatan dan Asia Tenggara sebagai wilayah koloninya. Sebut saja peperangan dunia yang terjadi sejak tahun 1793 sampai 1815 dimana Inggris berambisi memperluas jangkauan kekuasannya dan memusatkan Teluk Benggala sebagai pangkalan utama kekuatan militer kerajaan .
Perselisihan antara Inggris dan Belanda dalam merebut wilayah Indonesia, khususnya diawali di bagian Sumatera juga terjadi di masa ini, khususnya ketika momentum VOC mulai mengalami keruntuhan akibat korupsi yang dilakukan oleh pejabat VOC. Pada masa ini pula, akhirnya wilayah kekuasaan VOC diambil alih oleh Inggris.
Masa redup Teluk Benggala
Terlepas dari masa keemasan Teluk Benggala, di era 1930an sampai 1960an bisa dibilang Teluk Benggala berada pada posisi yang cukup suram dimana aktivitas migrasi para buruh, budak, tentara dan pedagang berada pada posisi yang sangat rendah karena beberapa kejadian global, di antaranya depresi hebat yang dimulai di Amerika Serikat sejak awal tahun 1929an sampai akhir tahun 1930an. Kemudian Perang Dunia kedua 1939 – 1945 dan masa pendudukan Jepang 1941-1945. Lebih lanjut diperkenalkannya visa dan paspor sebagai syarat perjalanan yang dimulai di India melalui peraturan imigrasi India tahun 1941, dan yang terakhir perginya Inggris dari India yang menandakan kemerdekaan India pada tahun 1947.
ADVERTISEMENT
Adanya persyaratan visa dan paspor ini menjadi titik puncak atas stagnannya migrasi yang terjadi di Teluk Benggala. Khususnya sejak terpisahnya Burma dari India di tahun 1937, masyarakat di kedua negara ini wajib memiliki visa dan paspor untuk melakukan perjalanan ke masing-masing negara. Dan perginya Inggris dari India pada tahun 1947 menjadikan Teluk Benggala sebagai wilayah yang sepi dari lalu-lalang para imigran dan aktivitas perdagangan perusahaan dan kerajaan Inggris.
Kembalinya masa kejayaan Teluk Benggala
Di abad ke-21, Teluk Benggala kembali menjadi area kontestasi kekuatan besar dunia. Jika dulu sebagai wilayah perebutan imperliasme Barat, sekarang Teluk Benggala kembali menjadi sorotan politik internasional di mana kekuatan Asia yakni India dan China saling menunjukkan kekuatan dalam memperebutkan sumber daya alam (energi dan perikanan), jalur pelayaran dan pengaruh budaya.
ADVERTISEMENT
Lebih lanjut, Teluk Benggala juga sebagai garis terdepan dalam menghadapi dampak perubahan iklim, khususnya naiknya permukaan air laut yang berdampak pada berkurangnya wilayah negara-negara di sekitar teluk sampai ke negara di lautan Pasifik.
Dalam konteks baru ini, diskursus Teluk Benggala sudah tidak lagi menyentuh aspek historis masa-masa kejayaan Ratu Victoria Inggris, namun sudah mengarah pada wawasan dan penjelasan kekinian, khususnya di bidang politik internasional pada aspek kontestasi kekuatan baru negara-negara di Asia, dan isu-isu lingkungan hidup dan perubahan iklim.
Akhir kata, Teluk Benggala seperti yang telah penulis singgung di awal tidak hanya berperan dalam media penyebaran budaya, politk, dan agama di Asia Tenggara, namun di saat sekarang, Teluk Benggala sudah menjadi bagian dari diskursus para sarjana dan peneliti serta masyarakat umum terkait perkembangan isu-isu global kontemporer.
ADVERTISEMENT