Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Stunting, Menilik Kembali Peran PP No 33 Tahun 2012
26 November 2024 14:10 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Ekawati Kaswadi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Stunting, satu kata yang sering diperbincangkan di media sosial maupun media akademis. Stunting diketahui sebagai gangguan tumbuh kembang anak yang disebabkan oleh kekurangan gizi kronis yang ditandai dengan tinggi badan anak yang lebih pendek jika dibandingkan dengan anak seusianya. Banyak penelitian telah menggali faktor yang berkaitan dengan kejadian stunting, diantaranya asupan gizi dan nutrisi yang kurang, pola asuh yang keliru, buruknya sanitasi lingkungan, adanya keterbatasan akses ke fasilitas kesehatan dan faktor lainnya.
ADVERTISEMENT
Salah satu faktor yang menjadi perhatian adalah asupan gizi dan nutrisi saat balita. Awal periode pertumbuhan balita diawali saat bayi, yang seperti kita ketahui bersama bahwa Air Susu Ibu (ASI) merupakan asupan nutrisi pokok untuk periode ini. Pemberian ASI secara eksklusif selama 6 bulan pertama kehidupan bayi dinilai menjadi faktor penting yang dapat mencegah terjadinya stunting. Namun demikian, banyak ibu bekerja yang memiliki kendala dalam memberikan ASI eksklusif kepada bayinya. Salah satunya adalah tidak adanya fasilitas yang memungkinkan mereka untuk memberikan atau memerah ASI di tempat kerja mereka.
Fasilitas yang dimaksud adalah ruangan dan perlengkapan yang dapat memudahkan para ibu bekerja untuk tetap memberikan ASI eksklusif untuk bayinya, sebagaimana tercantum dalam Peraturan Pemerintah (PP) No 33 Tahun 2012 tentang Pemberian Air Susu Ibu (ASI) Eksklusif. Peraturan ini dikeluarkan untuk menjamin hak bayi mendapatkan ASI eksklusif sejak lahir hingga berusia 6 bulan. Peraturan ini juga bertujuan untuk melindungi ibu yang memberikan ASI eksklusif kepada bayinya, serta meningkatkan peran dan dukungan keluarga, masyarakat, pemerintah daerah, dan pemerintah.
ADVERTISEMENT
Peraturan ini mewajibkan setiap tempat kerja untuk menyediakan ruang laktasi atau ruang ASI. Ruang laktasi ini berfungsi untuk memberikan privasi bagi ibu menyusui yang bekerja agar dapat menyusui bayinya atau memerah ASI. Dalam peraturan tersebut sudah terdapat penjelasan terkait persyaratan ruang laktasi, diantaranya ruangan khusus berukuran minimal 3x4 meter persegi, terdapat pintu yang dapat dikunci, lantai keramik/semen atau karpet, ventilasi dan sirkulasi udara yang cukup, lingkungan yang tenang dan bebas polusi, penerangan yang cukup dan tidak menyilaukan, kelembapan udara berkisar antara 30-50%, terdapat wastafel dengan air mengalir untuk mencuci tangan dan peralatan.
Selain persyaratan ruangan, ruang laktasi juga harus memiliki peralatan dalam proses menyusui atau memerah ASI berupa: lemari pendingin (refrigerator) untuk menyimpan ASI, gel pendingin (ice pack), tas untuk membawa ASI perahan (cooler bag), sterilizer botol ASI, kursi yang nyaman untuk memerah ASI, meja untuk meletakkan perlengkapan menyusui, tempat sampah tertutup untuk membuang popok bayi atau perlengkapan menyusui yang sudah kotor, konseling menyusui kit yang terdiri dari model payudara, boneka, cangkir minum ASI, spuit 5cc, spuit 10 cc, dan spuit 20 cc, media komunikasi informasi dan edukasi tentang ASI dan inisiasi menyusui dini. Selain itu, kebersihan ruang laktasi juga sangat penting untuk memastikan ASI yang dihasilkan ibu steril.
ADVERTISEMENT
Dengan adanya ruang laktasi, maka ibu bekerja bisa melakukan pekerjaan mereka dengan tenang, aman dan nyaman tanpa perlu khawatir bayinya tidak mendapatkan ASI eksklusif. Pada saat dibutuhkan ibu dapat memanfaatkan ruang laktasi untuk memerah ASI yang kemudian disimpan di kulkas dan dibawa saat pulang ke rumah. Dengan adanya persediaan ASI perah maka bayi akan dengan mudah mendapatkan asupan nutrisi dari ASI. Bayi yang mendapatkan asupan nutrisi yang cukup diharapkan dapat tumbuh dan berkembang sesuai dengan usianya.
Berbagai peneliti telah menemukan bahwa pemberian ASI eksklusif memiliki hubungan yang sangat erat dengan stunting. Anak yang tidak mendapatkan ASI eksklusif berisiko lebih besar mengalami stunting. Air Susu Ibu mengandung zat gizi mikro dan makro yang dapat mengurangi peluang terjadinya stunting. Selain itu, ASI juga mengandung protein khusus yang dapat meningkatkan sistem kekebalan tubuh anak. Semakin rutin ibu memberikan ASI eksklusif, semakin terlindungi pula tubuh anak dari berbagai penyakit.
ADVERTISEMENT
Oleh karena itu, sangat penting bagi setiap tempat kerja untuk menyediakan fasilitas ruang laktasi. Selain memenuhi persyaratan peraturan dalam Peraturan Pemerintah (PP) No 33 Tahun 2012 tentang Pemberian Air Susu Ibu (ASI) Eksklusif, tempat kerja/perusahaan yang mempekerjaan ibu dalam masa menyusui akan dapat memberikan ketenangan dan kenyamanan bagi mereka.
Dalam pelaksanaannya, beberapa kendala dalam penyediakan fasilitas ruang laktasi bisa saja dijumpai, diantaranya: belum adanya perencanaan di awal, keterbatasan sarana dan prasarana, ketenagakerjaan dan pendanaan, kurangnya pengawasan terhadap implementasi penyelenggaraan ruang laktasi, serta masih ada beberapa tempat kerja yang kesulitan dalam menyediakan ruang laktasi sesuai peraturan.
Meskipun terdapat berbagai kendala namun setiap tempat kerja sangat penting untuk menyediakan fasilitas ruang laktasi ini sesuai amanat Peraturan Pemerintah tersebut. Berbagai upaya harus dilakukan demi mewujudkan tempat kerja yang ramah ibu menyusui sehingga bayi mendapatkan haknya untuk memperoleh ASI eksklusif yang akan menunjang awal kehidupannya. Kecukupan asupan nutrisi yang diperoleh bayi akan mendukung bayi tumbuh sehat, tumbuh dan berkembang sesuai usianya baik secara fisik, kognitif maupun psikologisnya. Dengan demikian, secara tidak langsung penyediaan ruang laktasi di tempat kerja juga akan turut berperan dalam upaya pencegahan stunting.
ADVERTISEMENT
(Dari berbagai sumber)
Penulis: Ekawati, SKM, M.Sc
Mahasiswa pada Program Doktor Ilmu Kesehatan Masyarakat, FK UNS dan Staf Pengajar pada Prodi S1 Keselamatan dan Kesehatan Kerja, FKM UNDIP