Konten dari Pengguna

Padang Sidempuan Pernah Populer: Sukarno dan Hatta Saja Pernah ke Sana

Edmiraldo Siregar
Wartawan kumparan
4 September 2021 14:43 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Edmiraldo Siregar tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Gunung Lubuk Raya dilihat dari Sidempuan (Dokumentasi: Edmiraldo)
zoom-in-whitePerbesar
Gunung Lubuk Raya dilihat dari Sidempuan (Dokumentasi: Edmiraldo)
Jika kamu berkendara di Lintas Sumatera dari Bukittinggi menuju Medan kemungkinan besar kamu akan melintasi sebuah kota bernama Padang Sidempuan. Nama kota itu berasal dari frasa dalam bahasa Batak Angkola. Yakni ‘padang na dimpu’ yang berarti dataran tinggi yang luas dan dipenuhi ilalang.
Pada masa lampau, Padang Na Dimpu kerap menjadi tempat berkumpul para penduduk untuk berdagang. Lama-kelamaan, mulai ada yang bermukim dan akhirnya menjadi sebuah kota.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Padang Sidempuan disebut sebagai Kota Salak. Memang, banyak penduduk Sidempuan yang mengais rezeki dengan berkebun dan berjualan salak. Bahkan, kebun salak bisa disaksikan di sepanjang jalan lintas dari Sidempuan menuju Sibolga.
Nama kota ini, mungkin tidak familiar di telinga Anda, terutama bagi yang tinggal di luar Sumatera. Saya sendiri, ketika kuliah di Bandung pada tahun 2000-an, kerap mendurhakai Sidempuan dengan mengaku sebagai orang Medan. Padahal, Medan-Sidempuan masih terpaut sekitar 400 kilometer. Alasannya, tidak mau repot untuk menjelaskan panjang lebar ke setiap teman yang bertanya soal letak Sidempuan.
Lokasi Padang Sidempuan (Google Maps)
Saya hanya mengaku berasal dari Sidempuan ke teman-teman yang berasal dari Sumatera Utara, Sumatera Barat, dan Riau. Kemungkinan besar, mereka tahu atau setidaknya pernah dengar.
Padang Sidempuan memang kurang terkenal jika mengacu pada tingkat popularitas di Google Trends (data 3 September 2021). Kata Sidempuan tak banyak dicari dalam 5 tahun terakhir. Ini jika dibandingkan dengan 7 kotamadya lain di Sumatera Utara seperti Sibolga, Binjai, hingga Medan.
Berdasarkan Google Trends, skor pencarian untuk Sidempuan hanya 6. Berada di bawah Tanjung Balai (14), Binjai (38), juga Siantar (52), Satu-satunya yang punya skornya di bawah Sidempuan adalah Gunungsitoli (3). Medan sendiri punya skor paling tinggi yakni 69.
Padahal, Sidempuan pernah menjadi kota persinggahan yang cukup populer. Salah satu penyebabnya, karena posisinya yang berada di jalur wisata antara Danau Toba dan Bukittinggi.
Bahkan, jika menilik sejarah, Proklamator Indonesia Sukarno dan Hatta pun pernah berkunjung ke sana. Hatta pada 1947 dan Sukarno pada 1948.

Hatta dan Orang Sidempuan yang Belum Hafal Indonesia Raya

Wakil Presiden ke-1 RI Mohammad Hatta tiba di Padang Sidempuan pada 19 Juli 1947. Seorang wartawan bernama Muhamad Radjab dalam Catatan di Sumatera menceritakan, Hatta disambut gembira dan meriah oleh berpuluh ribu rakyat. Mereka datang dari kampung-kampung yang jauh di balik gunung.
Penduduk Sidempuan berbaris di sepanjang jalan untuk melihat wajah bung Hatta. Bahkan, para orang tua yang sudah renta pun tak mau ketinggalan. Radjab menyebut, warga Sidempuan menunggu di tepi jalan dari pagi hingga pukul 5 petang.
Dataran Padang Sidempuan yang dikelilingi perbukitan (Dokumentasi: Edmiraldo)
Hatta sendiri punya kenangan unik saat berada di Sidempuan. Dalam Hatta-Memoirs (1981) disebutkan, saat tiba di Padang Sidempuan, rombongan berhenti di tengah warga yang berkerumun. Hatta pun keluar dari mobil, lalu menaiki sebuah meja yang telah dipersiapkan. Dia meminta rakyat Sidempuan untuk menyanyikan Indonesia Raya.
Namun, sang Proklamator merasa ada yang janggal. Lagu yang dinyanyikan agak aneh dan nadanya tidak tepat. Dia lalu bertanya ke salah seorang pendampingnya bernama Abubakar Lubis, ”Apa yang mereka nyanyikan, apa lagu daerah?”
Abubakar menjawab, ”Itu Indonesia Raya”. Dia kemudian menjelaskan bahwa warga memang tidak punya cukup waktu untuk latihan. Para penyanyi itu pun, disebut Abubakar, masih agak kebingungan.
“Bukan agak kebingungan, tapi sangat kebingungan,” balas Hatta.
Maklum, waktu itu, Indonesia masih seumur jagung. Belum genap 2 tahun sejak naskah proklamasi dibacakan pada 17 Agustus 1945. Arus informasi pun tentunya tidak secepat sekarang. Jadi wajar saja, belum semua penduduk Indonesia yang hafal Indonesia Raya.
Salah satu bangunan tua di Padang Sidempuan (Dokumentasi: Edmiraldo)

Pidato Sukarno di Balerong Batu

Tobang Siregar (84) masih mengingat jelas kedatangan Sukarno ke Sidempuan. Waktu itu, kakek kelahiran 1937 itu sudah berumur 11 tahun. Bersama sejumlah pemuda dari desanya, mereka berjalan kaki beberapa kilometer hingga sampai di pusat kota. Tujuannya, demi mendengarkan pidato yang dikumandangkan Sukarno dari sebuah bangunan bertingkat di dekat Pasar Balerong Batu.
Abdul Haris Nasution dalam Seputar Perang Kemerdekaan Indonesia Jilid 7 menulis, kedatangan Sukarno ke Tapanuli memang bertujuan untuk menggembleng dan mengobarkan semangat dan persatupaduan rakyat di Kota Nopan, Padang Sidempuan, Sibolga, Tarutung, hingga Balige.
Tobang bercerita, orang yang menghadiri pidato Sukarno sangat banyak. Momen itu menjadi acara yang paling ramai yang pernah dia ikuti hingga dia berumur 11 tahun. Kabarnya, yang datang juga bukan hanya penduduk Sidempuan.
Dikutip dari Historia (2012), bahkan ada yang datang dari Labuhan Batu (Sumatera Timur-Selatan) dan Pasir Pangaraian (Riau) dengan berjalan kaki. Jika mengacu pada Google Maps, jarak Sidempuan-Labuhan Batu mencapai 197 kilometer. Sementara Sidempuan-Pasir Pangaraian berjarak 198 kilometer.
Sekarang, jika ingin ke Sidempuan, tidak perlu lagi berjalan kaki seperti orang-orang yang hadir untuk melihat Sukarno kala itu. Banyak alternatif transportasi mulai dari naik kendaraan pribadi, bus, travel, hingga pesawat via Bandara Aek Godang atau Bandara Ferdinand Lumban Tobing.
Tentunya, sudah bukan lagi untuk melihat Sukarno dan Hatta. Tapi kamu bisa datang untuk menikmati pesona yang ditawarkan Sidempuan. Mulai dari wisata alam, merasai salak berwarna merah, menumpang becak Vespa, hingga mencicipi sate nauli yang legendaris.