Konten dari Pengguna

Siapa Berwenang Rilis Data Produk Boikot Israel?

Edo Segara Gustanto
Dosen FEBI IIQ An Nur YK, HIPD UII, Pusat Kajian Analisis Ekonomi Nusantara
13 Juli 2024 15:03 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Edo Segara Gustanto tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Dok. Pribadi/Seminar Nasional, "Boikot Israel: Antara Komitmen Kemanusiaan dan Politik Bisnis." (9/7/2024)
zoom-in-whitePerbesar
Dok. Pribadi/Seminar Nasional, "Boikot Israel: Antara Komitmen Kemanusiaan dan Politik Bisnis." (9/7/2024)
ADVERTISEMENT
Dalam era digital yang serba cepat ini, informasi menjadi salah satu aset paling berharga. Khususnya dalam konteks boikot produk, data tentang produk apa saja yang termasuk dalam daftar boikot menjadi sangat penting bagi konsumen yang ingin membuat keputusan pembelian berdasarkan nilai dan prinsip pribadi mereka. Namun, pertanyaan besar yang sering muncul adalah: siapa yang sebenarnya memiliki kewenangan untuk merilis data produk boikot ini?
ADVERTISEMENT
Sebelumnya, Yayasan Konsumen Muslim Indonesia (YKMI) merilis 10 produk yang diduga ada keterkaitan dengan Israel. Namun apakah data yang dirilis oleh YKMI ini valid, menurut saya belum tentu. Karena ada beberapa produk yang dimunculkan YKMI justru tidak ada dalam rilis PBB sebagai produk yang harus diboikot.
Hal ini tentu menimbulkan sejumlah pertanyaan, termasuk apakah YKMI ini juga gerakan organik? Atau gerakan ini justru didorong oleh perusahaan-perusahaan pesaing produk yang dirilis oleh mereka?
Apakah pemerintah, organisasi non-pemerintah, yayasan, organisasi keagamaan, atau bahkan individu tertentu? Tulisan ini coba mengupas tuntas berbagai aspek terkait kewenangan rilis data produk boikot, termasuk sumber-sumber yang dianggap kredibel dan dampak dari rilis data tersebut terhadap masyarakat serta dunia usaha. Mari kita telusuri lebih dalam siapa saja yang harusnya berperan dalam menyebarluaskan informasi ini dan bagaimana hal tersebut mempengaruhi perilaku konsumen serta dinamika pasar.
ADVERTISEMENT

Boikot Harus didasarkan Data

Ridho Sinto Mardaris, dengan latar belakang pengusaha menekankan pentingnya keputusan boikot yang didasarkan pada data yang akurat dan analisis mendalam. Hal ini disampaikan dalam Seminar Nasional dengan tema: “Boikot Israel: Antara Komitmen Kemanusiaan dan Politik Bisnis,” yang berlangsung di Auditorium Fakultas Hukum UII (9/7/202).
Dalam pemaparannya, Sekretaris Umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Ridho Sinta Mardaris, menyoroti fenomena boikot terhadap produk atau layanan tertentu yang sering kali dipicu oleh isu-isu yang viral di media sosial. “Boikot merupakan langkah yang serius dan dapat berdampak luas terhadap perekonomian, baik bagi perusahaan yang diboikot maupun pihak-pihak yang terlibat dalam rantai pasokannya,” ujar Ridho.
Ridho menambahkan bahwa boikot tanpa dasar data yang kuat dapat merugikan banyak pihak, termasuk para pekerja yang menggantungkan hidupnya pada perusahaan-perusahaan tersebut. “Keputusan untuk boikot seharusnya didasarkan pada bukti yang jelas dan analisis yang komprehensif, bukan hanya karena tekanan sosial atau informasi yang belum terverifikasi,” lanjutnya.
ADVERTISEMENT
Ridho juga mengajak masyarakat untuk lebih kritis dalam menyikapi isu-isu yang berkembang di media sosial. “Kami mendukung transparansi dan akuntabilitas, namun semua tindakan harus didasari oleh informasi yang valid dan dapat dipertanggungjawabkan,” tegasnya.

Persaingan Bisnis Jangan Menciderai Komitmen Kemanusiaan

Dekan Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII) Prof Budi Agus Riswandi meminta aksi boikot terhadap produk-produk Israel yang dilegitimasi Majelis Ulama Indonesia (MUI) tidak dimanfaatkan pihak tertentu untuk tujuan persaingan bisnis.
“Tujuan boikot ke persaingan bisnis itu ada. Ada gerakan boikot yang organik, ada juga yang tidak organik. Karenanya, harus diluruskan ke publik bahwa tindakan boikot yang selama ini dilegitimasi oleh MUI itu bukan dalam konteks persaingan bisnis tapi komitmen terhadap kemanusiaan,” kata Budi dalam keynote speechnya, di acara yang sama dengan Ridho Sinto Mardaris.
ADVERTISEMENT
Hal itu ditekankan Budi karena ia menengarai ada pihak-pihak tertentu yang dengan sengaja mengambil keuntungan dengan memanfaatkan aksi kemanusiaan menekan tindakan brutal Israel terhadap rakyat Palestina untuk tujuan persaingan usaha. Dalam fatwanya, MUI sama sekali tidak pernah mengidentifikasi terkait nama-nama produk yang terafiliasi dengan Israel.
Dia berharap informasi itu tidak cenderung memprovokasi sehingga tujuan dari boikot menjadi bergeser dari memperjuangkan kemanusiaan untuk masyarakat Palestina menjadi isu persaingan bisnis. Pasalnya, kata Budi, MUI maupun pemerintah hingga kini tidak gegabah menyebutkan nama-nama produk itu karena dikhawatirkan aksi itu akan dimanfaatkan untuk kepentingan pihak tertentu.

Siapa yang Berwenang Merilis Produk Boikot?

Boikot adalah tindakan yang dilakukan untuk menyampaikan ketidaksetujuan atau protes terhadap tindakan atau kebijakan tertentu dari suatu entitas, baik itu perusahaan, negara, atau organisasi. Tujuan utama dari boikot adalah untuk memberikan tekanan ekonomi atau sosial sehingga entitas tersebut merasakan dampaknya dan terdorong untuk mengubah perilaku atau kebijakannya.
ADVERTISEMENT
Namun, agar boikot dapat mencapai tujuannya secara efektif dan adil, pelaksanaannya harus dilakukan secara proporsional. Artinya, boikot harus disesuaikan dengan tingkat kesalahan atau pelanggaran yang dilakukan, sehingga tidak berlebihan dan tetap mempertimbangkan dampak pada pihak-pihak lain yang tidak terkait langsung dengan isu yang diangkat.
Selain itu, penting bagi para pelaku boikot untuk memastikan validitas dari daftar produk yang diboikot. Validitas ini mencakup keakuratan informasi mengenai keterlibatan produk atau perusahaan dalam tindakan atau kebijakan yang diprotes. Informasi yang salah atau tidak akurat dapat merusak kredibilitas boikot dan bahkan menyebabkan kerugian yang tidak perlu bagi pihak yang sebenarnya tidak terlibat.
Oleh karena itu, sumber informasi yang digunakan untuk menyusun daftar produk boikot harus dapat dipercaya dan terverifikasi dengan baik. Dengan demikian, boikot tidak hanya menjadi alat protes yang efektif, tetapi juga bertanggung jawab dan adil bagi semua pihak yang terlibat.
ADVERTISEMENT

Ormas Keagamaan Perlu Memberikan Pandangan

Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah sebagai ormas Islam terbesar di Indonesia dan posisinya sebagai gerakan civil society, seharusnya memberi referensi terkait data produk-produk yang harus diboikot. Sehingga masyarakat tau persis mana produk-produk yang terafiliasi, mana yang tidak sehingga tidak menimbulkan dampak ke rakyat Indonesia sendiri (baik sebagai pegawai atau petani/peternak, dll).
Organisasi masyarakat (ormas) keagamaan seperti NU dan Muhammadiyah memiliki peran yang signifikan dalam kehidupan sosial dan moral masyarakat Indonesia. Sebagai entitas yang memiliki pengaruh besar terhadap umat, pandangan mereka mengenai produk-produk yang harus diboikot sangat penting untuk diperhatikan.
Dalam konteks ini, NU dan Muhammadiyah dapat berfungsi sebagai pemberi arahan moral dan etis kepada umat Islam terkait pilihan konsumsi yang sesuai dengan prinsip-prinsip keagamaan. Dengan memberikan pandangan yang jelas dan terstruktur mengenai produk-produk yang harus diboikot, kedua ormas ini dapat membantu umat dalam membuat keputusan yang lebih sadar dan bertanggung jawab.
ADVERTISEMENT
Pandangan dari NU dan Muhammadiyah juga dapat memberikan bobot moral dan legitimasi terhadap gerakan boikot, membuatnya lebih efektif dan berpengaruh. Ketika ormas besar seperti NU dan Muhammadiyah mendukung boikot tertentu, hal ini tidak hanya mendorong umat untuk berpartisipasi, tetapi juga meningkatkan tekanan sosial dan ekonomi terhadap entitas yang menjadi sasaran boikot.
Selain itu, dengan dukungan dari ormas keagamaan, masyarakat dapat lebih yakin bahwa keputusan mereka untuk ikut serta dalam boikot didasarkan pada pertimbangan etis dan moral yang kuat, bukan sekadar dorongan emosional atau informasi yang belum terverifikasi. Ini juga mendorong terciptanya gerakan boikot yang lebih terorganisir, terarah, dan berdampak nyata.
Kesimpulannya, dalam menentukan siapa yang berwenang merilis data produk boikot, sangat penting memastikan bahwa otoritas tersebut memiliki kredibilitas dan tanggung jawab untuk memberikan informasi yang akurat dan dapat dipercaya, guna menghindari penyebaran informasi yang salah (hoax) dan memastikan boikot dilaksanakan secara adil dan efektif.[]
ADVERTISEMENT