Konten dari Pengguna

Palestina-Israel, Badai Al Aqsa dan Pedang Besi

Eduardus A Kurniawan
Mahasiswa Magister Ilmu Hubungan Internasional Universitas Gadjah Mada
11 Oktober 2023 5:18 WIB
·
waktu baca 7 menit
comment
7
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Eduardus A Kurniawan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi pasukan Hamas. Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi pasukan Hamas. Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
Sabtu pagi, 7 Oktober 2023, milisi Harakat al-Muqawwamatul Islamiyyah (Hamas) melepaskan amuknya di kawasan Israel selatan. Mereka menyerbu dari Gaza, merangsek ke perbatasan-perbatasan, menghancurkan gerbang pembatas serta merebut beberapa pos militer Israel.
ADVERTISEMENT
Berita tersebar cepat, seiring dengan pemanfaatan sosial media. Bagaimana milisi Hamas bersuka cita di depan tank Merkava yang hancur, serta jajaran mobil baja Israel di markas militer di perbatasan Gaza. Video-video juga menampilkan bagaimana Hamas berhasil melepaskan roket-roket mereka dari Gaza yang menghujani Israel selatan. Dengan bangga, mereka menyebut bahwa aksi mereka yang dinamai Operasi Badai Al Aqsa, sukses.
Amuk Hamas tak bisa dilepaskan dari perilaku Israel di 6 bulan pertama 2023 ini. Data dari Badan Urusan Kemanusiaan PBB (OCHA), ada 591 insident yang melibatkan penduduk pada periode tersebut. Artinya, ada 99 kali kekerasan setiap bulan.
Jumlah ini meningkat 39 persen, dibanding tahun 2022 dengan 71 insiden per bulan. Insiden tersebut mengakibatkan 399 warga Palestina dari berbagai komunitas terusir dari tempat tinggalnya atas kekerasan ini. Yang paling parah, ini adalah jumlah insiden paling besar sejak OCHA mulai mendokumentasikan peristiwa insiden ini sejak 2006.
Kekerasan pasukan Israel pada perempuan Palestina di kompleks Masjid Al-Aqsa. Foto: Mahmoud Illean/AP Photo
Ini masalah berulang, bagaimana orang-orang Israel itu kerap menduduki tanah-tanah warga Palestina secara sepihak. Tentu, orang Palestina kalah dan kerap terusir. Sebuah praktik untuk menyingkirkan orang Palestina secara sistematis dari Israel.
ADVERTISEMENT
Menarik disimak, bagaimana Hamas mampu melakukan serangan mendadak dan melumpuhkan militer Israel yang terkenal itu. Serangan yang mendadak yang tak bisa diantisipasi ini juga menunjukkan adanya celah di sektor intelijen Israel.
Dalam beberapa video yang diedarkan oleh Hamas di sosial media, salah satunya platform X, mereka menyerang secara sporadis namun serentak. Yang paling unik, beberapa milisi Hamas datang menggunakan paragliding.
Pasukan Hamas ini mendarat tak jauh dari sebuah konser musik yang digelar di sekitar Gaza. Menariknya, kegiatan paragliding ini pernah dilakukan oleh representatif Uni Eropa, Sven Kuhn von Burgsdorf.
Pada Juli kemarin, ia melakukan paragliding untuk membuka mata dunia bahwa semua bisa terjadi di Gaza.
"Anda bisa berselancar, bisa melakukan paragliding, berkuda, atau berkayak di Gaza. Setelah Palestina merdeka, Gaza juga merdeka," ucap Sven, seperti dikutip dari YouTube media Inggris, Middle East Eye.
ADVERTISEMENT

Peringatan Mesir dan Bobolnya Intelijen Israel

Ilustrasi Agen rahasia Israel Mossad. Foto: Shutterstock
Dari tahun ke tahun, intelijen Israel jadi simbol kengerian dan kerja-kerja senyap korps telik sandi dunia. Mossad, salah satu dari tiga badan intelijen Israel selain Aman (intelijen militer) dan Shin Bet (intelijen keamanan internal) memiliki biaya operasi yang besar. Dilansir dari media Israel, Haaretz, mereka mendapat kucuran dana sebesar 2,73 juta US$, dan diisi oleh 7.000 orang dengan berbagai tugas.
Namun, mereka tetap saja gagal mencegah serbuan Hamas pada hari sabbath itu. Padahal, kawasan sekecil Gaza mustahil luput dari pantauan Israel yang penuh teknologi tersebut.
Dikutip dari kantor berita Associated Press (AP), Mossad lebih sibuk dengan urusan luar negeri. Seperti memburu agen-agen Hamas di Dubai, atau tuduhan terhadap mereka yang telah membunuh ilmuwan nuklir di Iran.
ADVERTISEMENT
Tampaknya, mereka lupa, sesuatu tengah dirancang di dekat mereka. Gaza.
Bekas penasihat keamanan nasional Perdana Menteri Israel, Yaakov Amidror, mengakui ini adalah kegagalan yang besar dari tugas intelijen.
Roket ditembakkan oleh Kelompok Militan Palestina Hamas ke Israel, di Kota Gaza, Sabtu (7/10/2023). Foto: Mohammed Salem/REUTERS
"Operasi ini (Badai Al Aqsa) membuktikan bahwa kemampuan intelijen di Gaza tidak bagus," ucapnya, dilansir dari AP.
Selain itu, kewaspadaan intelijen Israel juga melemah. Pasalnya, angka kekerasan dan pergerakan Hamas di Gaza menurun selama beberapa bulan terakhir. Akhirnya, Israel mengerahkan sumber daya militer mereka ke kawasan lain, seperti Tepi Barat.
Sementara tetangga Israel yang juga berbatasan dengan Gaza, Mesir, telah memperingatkan mereka tentang sesuatu yang mengerikan dan bakal terjadi dalam waktu dekat.
"Kami mengingatkan mereka, akan ada ledakan, dan situasinya akan datang sangat cepat. Ini akan begitu besar, tapi mereka meremehkan peringatan tersebut," kata anggota intelijen Mesir dikutip dari AP.
ADVERTISEMENT
Selain itu, kabinet Perdana Menteri Benjamin Netanyahu juga tengah dipusingkan oleh masalah reformasi judicial yang tak berujung.

Sisa Perang Dingin: Dunia Terbelah

Warga berkumpul di jalan Ben Yehuda, Yerusalem setelah sebuah bom meledak menghancurkan beberapa bangunan pada 22 Februari 1948. Foto: INTERCONTINENTALE / AFP
Sejak perang Arab-Israel, Perang Enam Hari, dan Perang Yom Kippur, kita bisa mengidentifikasi siapa dibalik Israel dan siapa pendukung Palestina. Hal ini menjadikan persoalan ini makin rumit, kompleks dan jadi masalah global. Bisa dibilang, bekas perang dingin masih tersisa pada pendirian negara-negara hingga hari ini.
Tiga perang diatas memang terjadi pada era Perang Dingin. Bisa kita lihat, pendukung negara-negara Arab macam Suriah dan Mesir adalah Blok Timur. Senjata didatangkan dari negara Soviet, Cekoslovakia, hingga Jerman Timur. Sementara Israel digdaya atas bantuan dari Inggris, Prancis, Amerika Serikat dan Jerman Barat.
ADVERTISEMENT
Pada Operasi Badai Al Aqsa ini, dunia kembali terbelah. Negara barat, Jerman, Italia, Prancis, Inggris dan Amerika Serikat telah mengambil sikap. Pada 9 Oktober, negara-negara ini siap mendukung Israel "mempertahankan" tanahnya dari "teroris" Hamas. Mereka tetap mempertimbangkan aspirasi warga Palestina, tapi, mereka berpendapat bahwa Hamas tidak mewakili masyarakat Palestina.
Amerika Serikat melakukan langkah lebih kongkret. Pada 8 Oktober, sehari setelah serangan Hamas, Menteri Pertahanan Amerika Serikat, Lloyd Austin mengirimkan kapal induk mereka, USS Gerald R. Ford ke perairan Mediterania timur. Kapal ini mengangkut puluhan pesawat tempur dan helikopter, serta dikawal oleh 5 kapal lainnya. 1 kapal penjelajah dan 4 kapal perusak.
Selain negara-negara tersebut, Ukraina yang tengah berperang dengan Rusia dan memiliki nasib yang sama seperti Palestina justru berpihak pada Israel. Presiden Ukraina, Volodymyr Zelensky juga menyampaikan rasa duka terhadap korban serangan "teroris" usai berbicara dengan Netanyahu.
ADVERTISEMENT
Dukungan juga disampaikan oleh Narendra Modi, perdana menteri India, kepada Israel. Modi dalam akun X nya, menyampaikan kecaman untuk segala tindakan terorisme apapun bentuknya.
Ia berbicara dengan Netanyahu, dan mengatakan, India akan bersama dengan Israel pada masa yang sulit ini.
China dan Rusia justru bersikap netral dengan situasi di Israel. Menteri luar negeri China, Mao Ning, mengatakan pada Senin (9/10) mereka prihatin dengan situasi di Israel dan berharap akan adanya penghentian konflik secara damai.
"China melawan semua tindakan yang berpotensi melebarkan konflik dan berpotensi menambah korban jiwa, konflik hanya akan memperburuk keadaan dan berharap gencatan senjata untuk menghentikan perang secepat mungkin," ucap Mao Ning kepada Channel News Asia.
ADVERTISEMENT
Rusia juga bersikap adem. Mereka mementingkan pembicaraan damai antara dua belah pihak. Presiden Rusia, Vladimir Putin, menyampaikan, Rusia bakal turut serta dalam penyelesaian konflik namun ia tidak menspesifikasi bagaimana caranya.
"Ini adalah konflik yang panjang, yang akarnya sungguh dalam, dan penuh kontradiksi. Banyak orang tahu cerita di belakangnya, namun tidak banyak yang tahu nuansanya," ucap Putin, dikutip dari Reuters, Selasa (10/10).
Putin justru menyindir Amerika Serikat dan politik Timur Tengah mereka yang gagal. Ia menilai, Amerika hanya mencari perdamaian sesuai dengan idealnya, tidak mencari kompromi antara dua belah pihak.

Nuansa Asia Tengara

Aksi tentara Hamas Palestina saat menggunakan Paralayang. Foto: Dok. Istimewa
Reaksi di Asia Tenggara sendiri cukup beragam. Indonesia tetap konsisten dengan dukungan mereka terhadap Palestina. Kementerian Luar Negeri, menyampaikan akar dari masalah konflik ini adalah pendudukan Palestina oleh Israel harus diakhiri sesuai parameter yang disepakati PBB.
ADVERTISEMENT
Indonesia juga menyampaikan bahwa sebisa mungkin korban jiwa harus dihindari, dan kekerasan perlu dihentikan.
Malaysia juga sama, mereka menyampaikan fokus mereka terhadap pendudukan Israel atas Palestina, penodaan masjid Al Aqsa oleh Israel dan blokade atas akses bagi warga Palestina.
Singapura yang membuka hubungan diplomatik dengan Israel menyatakan kecaman mereka terhadap taktik brutal Hamas, dan menyerukan penghentian kekerasan di kawasan tersebut. Sementara Thailand memilih bersikap netral. Namun, tetap menyebut serangan Hamas adalah serbuan yang mematikan, dan mengedepankan solusi damai atas dua negara agar bisa hidup berdampingan.

Palestina dan Israel Hari Ini, Operasi Pedang Besi

Usai serangan tersebut, Netanyahu segera mendeklarasikan perang terhadap Hamas. Ia nampak begitu marah, dan dalam beberapa kesempatan bahkan menyampaikan bakal meratakan Gaza dengan tanah. Mereka meminta warga sipil menyingkir dari Gaza, dan melakukan operasi Pedang Besi.
ADVERTISEMENT
Suatu operasi skala besar, yang dilakukan oleh Angkatan Udara, Darat dan Laut Israel. Hasilnya, pengeboman tanpa henti. Israel menghajar pemukiman sipil tempat dimana petinggi Hamas bersembunyi. Hasilnya bisa kita duga, warga sipil jadi korban.
Data terkini dari Kementerian Kesehatan Palestina menyebut 770 warga sipil jadi korban jiwa, 4.000 lainnya luka-luka. Jumlah ini merupakan gabungan akibat serangan Israel baik di Gaza ataupun Tepi Barat.
Ini adalah jawaban Israel atas operasi Badai Al Aqsa yang menewaskan 900 orang sipil di Israel.
Sepertinya, konflik ini bakal berkepenjangan. Milisi-milisi pro Palestina lain seperti Hezbollah dan Taliban nyatanya telah menyatakan sikap bakal mendukung perang ini. Terlibat di dalamnya, dan meminta izin kepada negara-negara Arab di sekitar Israel untuk melintas.
ADVERTISEMENT
Untuk merefleksikan ini, kita tidak membenci kedua negara tersebut. Kita membenci perang yang terjadi. Untuk mengingatkan kita, Plato, filsuf Yunani itu pernah berkata : "Only the dead have seen the end of war"