Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Suriah: Medan Tempur Proksi Paling Kini dan Efeknya Untuk Indonesia
24 Desember 2024 11:21 WIB
·
waktu baca 6 menitTulisan dari Eduardus A Kurniawan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Kelompok Oposisi Suriah, Hayat Tahrir al Sham (HTS) berbaris menuju Damaskus dalam sebuah serangan kilat yang diawali dari Idlib, sebelah utara Suriah. Kelompok ini akhirnya jadi ujung tombak, kejatuhan rezim Assad yang sudah berkuasa 50 tahun.
ADVERTISEMENT
Pada 8 Desember, diiringi letupan senjata dan ledakan, HTS akhirnya berhasil menduduki Damaskus. Presiden Bashar al-Assad, kabur ke Moskow, Rusia pada hari yang sama.
Ini adalah kemajuan berarti bagi kelompok oposisi, setelah perang sipil sejak 2011. Kemenangan HTS diumumkan pemimpin mereka, Abu Mohammed al-Julani di Masjid Umayyah.
Tapi, kemenangan HTS nampaknya bukan akhir dari perang sipil yang berkepanjangan. Banyak pihak yang masih bertikai. Kelompok Kurdi misalnya, reuters memberitakan, masih ada kontak senjata antara kelompok yang dibeking Turki dan kelompok Kurdi di Suriah utara, tepatnya di kawasan perbatasan dengan Turki.
Selain itu, di selatan, Suriah masih mendapat tantangan, yakni pendudukan Israel di dataran tinggi Golan. Tak hanya itu, militer Israel juga melakukan serangan udara di beberapa basis militer Suriah.
ADVERTISEMENT
Mereka khawatir, alutsista Suriah yang ditinggalkan bisa jatuh ke 'tangan yang salah'.
Jatuhnya rezim Assad nampaknya jadi penentu perkembangan kawasan. Assad selama ini adalah sekutu dekat Rusia dan Iran, yang mendukung perjuangan Hizbullah di Lebanon, serta Hamas.
Suriah jadi jalur logistik penting bagi kelompok Hizbullah, untuk mendapat bantuan senjata dar Iran. Setelah ketiadaan Assad, situasi jadi tak menentu bagi milisi itu.
Belum lagi dengan nasib pangkalan militer Rusia, di Tartus dan pangkalan udara Khmeimim. Dua tempat ini jadi lokasi strategis bagi Rusia untuk memproyeksikan kekuatannya di Timur Tengah.
Jika seksama, Suriah jadi medan tempur proksi. Banyak negara yang punya kepentingan di kawasan, Turki yang ingin menekan kelompok Kurdi, Rusia yang ingin mempertahankan pengaruhnya di Timur Tengah, dan Iran yang butuh Hizbullah untuk terus menghantam Israel.
ADVERTISEMENT
Untuk itu, pertama, mari kita bedah aktor-aktor yang terlibat:
Hayat Tahrir al-Sham
Dikutip dari berbagai sumber, organisasi ini adalah pecahan dari Al Qaeda. Pemimpin mereka, Abu Bakar al-Jolani dulunya adalah seorang pemuda yang bertempur untuk para insurjen di Irak melawan pasukan pendudukan AS. Jolani beragabung dengan Al Qaeda, tertangkap, lalu dibebaskan pada 2011 bertepatan saat perang sipil Suriah.
Setelah bebas, Jolani dipasrahi membentuk jaringan Al Qaeda di Suriah. Jaringan itu bernama Al Nusra. Kelompok ini berkoordinasi dengan Abu Bakar al-Baghdadi pemimpin ISIS.
Tapi saat ISIS berencana memperluas kekusaannya ke Suriah, Jolani menolak. Suriah adalah negara terpisah dari ISIS. Konflik keduanya terus meruncing, terutama setelah Al Qaeda memutus segala komunikasi dengan ISIS.
ADVERTISEMENT
Al-Nusra pun memisahkan diri dari Al Qaeda, lalu mengubah nama mereka jadi Jabhat Fateh al-Sham. Mereka berkuasa di Idlib. Di sana, kelompok Jolani mengikis pengaruh kelompok Al Qaeda, dan punya tujuan untuk menyatukan semua kelompok milisi Islam dalam satu bendera agar revolusi Suriah berjalan lancar.
Karena kedekatan mereka dengan ISIS dan Al Qaeda, negara-negara barat memberi label teroris pada kelompok ini.
Pasukan Demokratik Suriah (SDF)
Pasukan ini dipimpin oleh orang-orang Kurdi. Ada pun, orang Kurdi sudah bersekutu dengan AS sejak negara ini menginvasi Irak pada 2003 silam.
Kelompok ini bermukim di sebelah timur laut Suriah, wilayah utara yang berbatasan denga Irak. SDF punya tujuan, untuk menciptakan negara federasi Suriah yang liberal.
ADVERTISEMENT
SDF dimusuhi oleh Turki, yang mengeklaim bahwa mereka punya kedekatan dengan Partai Pekerja Kurdistan (PKK). PKK sendiri kerap melancarkan serangan gerilya di bagian tenggara Turki.
Tentara Nasional Suriah (SNA)
Meski punya embel-embel 'nasional', pasukan ini merupakan kelompok yang didukung oleh Turki. Mereka terbentuk dari koalisi kelompok oposisi Suriah.
Mereka disatukan pada 2017, dan mendapat bantuan dana, dukungan senjata, serta pelatihan dari Turki. Kelompok militer ini awalnya diisi oleh para perwira militer Angkatan Bersenjata Suriah yang membelot.
Turki menyatukan mereka, agar tercipta sebuah kelompok bersenjata yang efektif dan efisien. Bersama pasukan Turki, SNA terlibat dalam operasi 'Perisai Efrat', sebuah operasi militer Turki yang melintas batas untuk menduduki sebelah utara Suriah.
Pada 2019, SNA-Turki menggelar operasi 'Damai Musim Semi' di sebelah timurlaut Suriah. Mereka bertujuan untuk menghancurkan pasukan SDF, yang didalamnya terdapat unsur-unsur dari PKK.
ADVERTISEMENT
Angkatan Bersenjata Nasional Suriah
Ini adalah musuh dari setiap pihak yang bertikai di Suriah. Mereka juga dikenal dengan Pasukan Arab Suriah, termasuk garda Republik.
Mereka dapat bantuan dari Iran dan Rusia, termasuk membantuk Hizbullah dalam perjuangan mereka melawan Israel.
Banyak dari pasukan nasional Suriah ini membelot pada awal-awal perang sipil itu.
Israel
Israel tampak menahan diri pada awal-awal perang sipil di Suriah. Mereka tak banyak melakukan serangan. Padahal, mereka punya kepentingan untuk menguasai dataran tinggi Golan, sebuah tempat yang diperebutkan antara Israel dan Suriah pada perang Yom Kippur tahun 1972.
Usai perang tersebut, Golan diawasi oleh pasukan penjaga perdamaian PBB. Usai rezim al-Assad jatuh, Israel mulai merangsek masuk.
Menginvasi dan menduduki kawasan tersebut.
ADVERTISEMENT
Suriah dan Medan Tempur Proksi Terkini
Dengan demikian, kondisi di Suriah layak bila kita sebut bahwa perang proksi tengah terjadi di kawasan itu. Bernd Greiner, dalam bukunya Hot Wars in the Cold War menyebut perang proksi adalah sebuah konflik bersenjata negara dunia ketiga.
Ini adalah perang yang terjadi atas kepanjangan tangan kekuatan global dunia. Greiner mengambil contoh, perang dingin antara AS dan Soviet, dan perang panas-nya terjadi di Korea dan Vietnam.
Perang proksi sendiri ditentukan oleh perkembangan dinamis kawasan.
Kondisi ini sama seperti yang terjadi di Suriah. Turki, Rusia, Iran hingga AS punya kepentingan masing-masing di kawasan.
Turki selalu kerepotan dengan ulah gerilyawan Kurdistan, yang kebanyakan berasal dari PKK dan beroperasi di sebelah timur wilayahnya. Sementara Rusia dan AS berebut pengaruh di Timur Tengah.
ADVERTISEMENT
Iran sendiri butuh Suriah untuk melancarkan serangan ke seteru abadi mereka, Israel. Sementara Israel terus menerus mengincar dataran tinggi Golan sebagai bagian dari perluasan wilayah mereka.
Media internasional, seperti reuters hingga AFP banyak memberitakan janji-janji positif dari pimpinan HTS yang kini memegang kekuasaan interim di Suriah.
Perdana menteri Suriah sementara, Mohammed al-Bashir yang berlatar belakang HTS misalnya, menjanjikan pemerintahan yang moderat. Ia juga telah berdialog dengan banyak negara barat untuk menghapuskan status teroris, yang melekat dengan HTS selama ini.
Apa Dampak Berjayanya HTS Bagi Indonesia?
HTS merupakan pecahan dari Al Qaeda. Organisasi ini punya banyak afiliasi di dunia, di Indonesia sendiri, kita mengetahui bahwa Jamaah Islamiyah berafiliasi dengan Al Qaeda.
ADVERTISEMENT
Tapi, HTS telah memutus hubungan dengan Al Qaeda, karena mereka ingin punya tujuan menyatukan kelompok perlawanan dan menciptakan pola administrasi yang tertib usai berhasil menggulingkan rezim al-Assad.
Sementara itu, Juru Bicara Perlindungan WNI Kementerian Luar Negeri Judha Nugraha masih mencari kemungkinan adanya WNI yang bergabung dengan HTS dan terlibat dalam penggulingan rezim al-Assad.
Pasalnya, banyak milisi dari dunia internasional yang bergabung dalam kelompok ini.
"Kemudian terkait dengan kemungkinan WNI kita yang bergabung dengan HTS, kami masih terus monitor, kami masih terus mencari data-datanya," ucap Direktur Perlindungan WNI Kemlu, Judha Nugraha, Senin (16/12), dikutip dari kumparan.
Sebelumnya, Kemlu mengakui ada ribuan WNI yang berada di Suriah sepanjang perang sipil di sana. Dari jumlah itu, hanya 65 WNI yang memilih kembali ke Indonesia dan meninggalkan Suriah.
ADVERTISEMENT
Jika dilihat dari pola perkembangannya, HTS memilik pendekatan yang lebih lunak. Mereka mau berkomunikasi dengan negara barat untuk menciptakan situasi kondusif di Suriah.
Beda dengan Al Qaeda, atau afiliasinya Jamaah Islamiyah yang menolak dialog dan memilih mengobarkan perang tak berkesudahan bagi pihak-pihak yang dianggap musuh.
Masih terlalu dini, untuk melihat efek HTS di Indonesia. Tapi, setiap perkembangan perlu diamati dengan seksama.