Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Upaya Pelestarian Wayang Lewat Pembubuhan Konsep dan Ide Kebudayaan
24 Desember 2024 14:22 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Edvian Ferdhika tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Pada bulan April yang lalu, saya dan kawan-kawan mahasiswa Sastra Indonesia, Universitas Pamulang, mendapat kesempatan mengunjungi Museum Wayang Indonesia yang berada di Kota Tua, Jakarta Barat. Sungguh, momen yang berkesan bagi diri saya pribadi karena untuk pertama kalinya saya mengunjungi dan mengetahui adanya museum yang didalamnya terdapat banyak sekali koleksi wayang dari berbagai macam daerah dengan kebudayaannya masing-masing. Perjumpaan saya dengan museum itu, memantik semangat saya untuk lebih mengenali lagi budaya bangsa sendiri yang adiluhung. Diketahui, kurang lebih terdapat 4.000 koleksi di museum Wayang Indonesia. Tidak hanya wayang yang dipamerkan dalam museum tersebut, ada juga koleksi alat musik tiap daerah yang menyokong pementasan, terdapat juga koleksi topeng. Museum Wayang juga memajang koleksi-koleksi yang tidak hanya berasal dari Indonesia saja, ada juga koleksi boneka dan jenis wayang yang serupa dari manca negara.
ADVERTISEMENT
Dari perjalanan saya mengunjungi museum Wayang, membuka cakrawala pengetahuan saya mengenai wayang. Awalnya yang saya ketahui hanyalah sekadar wayang golek dari sunda dan wayang kulit dari jawa. Lebih dari itu, ternyata banyak sekali jenis wayang dan boneka di Indonesia. Setiap daerah di Indonesia memiliki jenis-jenis wayang dengan ciri khas kebudayaan lokalnya. Tetapi, secara kebetulan saya melihat ada jenis wayang dari manca negara yang hampir serupa dengan wayang di Indonesia. Contohnya saja wayang vietnam yang serupa dengan wayang kulit, baik secara bentuk dan lakon yang dikisahkan. Dalam pemahaman saya terdahulu, merujuk pada putusan Unesco tahun 2003 yang menyatakan bahwa wayang sebagai warisan kebudayaan dunia dari Indonesia, saya memegang gagasan tersebut dengan “kekeh” sehingga saya menjadi pribadi yang tidak bijak dan terkesan konservatif dalam menyikapi adanya kesamaan budaya wayang dari negara lain. Melalui pengalaman tersebut, setelah saya berkunjung ke museum wayang, saya menyadari harus lebih terbuka akan adanya kesamaan dan perbedaan, kali ini saya lebih bijak dalam menyikapi setiap hal. Saya jadi paham bahwa kebudayaan tidak sekecil batas wilayah negara.
ADVERTISEMENT
Asimilasi dan Akulturasi
Dahulu, sebelum mengenal konsep bangsa dan negara, hubungan manusia tidak terikat dengan stelsel (sistem) batas teritori. Tidak menutup kemungkinan terjadinya asimilasi dan akulturasi budaya dari wilayah-wilayah tertentu. Bisa saja terjadi kemiripan tradisi dan budaya antara daerah yang satu dengan daerah yang lainnya. Keberadaan sejarah benda ini menegaskan bahwa peradaban manusia pada masa lalu amat luas dan kaya, bisa kita jadikan pelajaran untuk masa kini dan patut dilestarikan. Bukan hanya menunjukkan keindahan pada bentuknya saja, lebih dari itu wayang adalah manifestasi kehidupan spiritualitas manusia yang digambarkan pada tiap simbol yang melekat dalam tubuh wayang itu sendiri.
Kekayaan Simbol
Ulir dan lekukan dalam wayang, memiliki kekayaan makna yang perlu pengkajian mendalam. Tafsiran yang serius mengenai simbol ini memperkuat argumen, kalau kehadiran wayang bukan hanya sebagai sarana hiburan rakyat semata. Baik wayang maupun lakon yang di tampilkan, syarat akan nilai filosofis kehidupan. Sesederhana pada gunungan yang terdapat dalam tradisi wayang kulit dari Jawa (biasanya muncul di awal dan akhir cerita). Merupakan simbolisasi dari alam semesta dan proses kehidupan yang terjadi di dalamnya. Bentuknya yang lebar di bagaian bawah dan mengerucut ke atas, menyimbolkan perjalan hidup yang sejati, yaitu kehidupan di alam dunia sampai pada satu titik tuju puncak kehidupan yang hakiki (kehidupan baru setelah kematian).
ADVERTISEMENT
Sosok Semar yang populis dalam lakon-lakon Jawa, dengan bentuknya yang "abnormal". Dikenal sebagai penguasa jagad, dengan perwujudan laki-laki namun memiliki payudara dan bokong serupa perempuan. Merupakan simbolisasi dari pemimpin yang bijaksana. Merawat dan melindungi rakyatnya serupa ibu dan ayah yang melindungi anaknya. Warnanya yang didominasi hitam dan putih, merupakan simbolisasi dari unsur kehidupan yang berupa kebaikan dan keburukan. Posisinya yang setengah berdiri dan setengah berjongkok, menandai sosok pemimpin sekaligus pelayan yang siap melayani rakyatnya dan bertanggung jawab terhadap kewajibannya.
Tentu, masih banyak lagi yang belum sempat saya ulik dan ketahui.
Pengenalan wayang dan filosofinya kepada generasi-generasi muda harus terus dikampanyekan lebih giat lagi. Krisis pengetahuan yang saya alami secara pribadi dan generasi saya secara umum menegaskan pengikisan identitas budaya. Banyak masyarakat yang menganggap remeh keberadaan wayang, tidak ada keinginan untuk mengetahui apalagi sampai ke titik melestarikan. Bahkan ada pula yang hanya menganggap wayang sebagai sebuah aksen dekorasi untuk mempercantik ruangan saja--hanya dibiarkan menggantung sampai berdebu--tanpa mengetahui jejak historis dan filosofi yang terkandung didalamnya.
ADVERTISEMENT
Saya berfikir, bagaimana nantinya keberlangsungan wayang yang secara sah diakui berasal dari Indonesia jika para generasinya tidak memahami silsilah, sejarah, apalagi nilai filosofis dari wayang. Upaya pelestarian ini harus dilakukan secara bersama dan seksama, bukan hanya menjadi kewajiban negara dan elemter-elementer yang menaunginya saja. Mungkin, lembaga-lembaga tersebut hanya perlu membenahi sarana dan prasarana yang mewadahi hal tersebut. Namun, pembekalan konsep dan ide kebudayan harus dilakukan oleh setiap orang tua kepada anaknya sejak usia dini sehingga saat anaknya beranjak remaja dan dewasa mereka memiliki kepedulian dan kepekaan untuk melestarikan budaya yang bangsanya miliki. Khususnya kepada keberadaan wayang yang secara de facto (faktual) dan de jure (hukum) sudah diakui dunia sebagai warisan budaya bangsa.
ADVERTISEMENT