Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
No Rocky, No Party
14 September 2023 13:42 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Dr Edy Purwo Saputro SE MSi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Siapa yang kenal dengan Rocky Gerung , pengamat sosial-politik dan akademisi yang narasinya selalu menarik disimak? Meski narasinya cenderung lugas dan keras tetapi di sisi lain republik ini membutuhkan orang dengan figur semacam Rocky Gerung.
ADVERTISEMENT
Paling tidak argumen yang mendasari adalah kepentingan untuk membangun stabilisasi dalam operasional pemerintahan sehingga tidak ada lagi figur tunggal otoriter seperti di masa Orde Baru.
Di satu sisi otoriter pada kasus tertentu memang dibutuhkan. Tetapi di sisi lain fakta perkembangan dan fenomena dinamisasi yang berkembang sepertinya tidak perlu lagi membutuhkan figur otoriter secara konkret. Oleh karena itu, Rocky Gerung seolah mewakili kebutuhan pemerintahan di era kekinian.
Pastinya tidak semua setuju dengan apa yang dilakukan Rocky Gerung. Dan, pastinya juga hal ini wajar dalam karakteristik keberagaman yang muncul dan berkembang. Oleh karena itu, logis jika ada pro dan kontra di balik keberadaan dan eksistensi Rocky Gerung pada operasional pemerintahan saat ini.
ADVERTISEMENT
Bahkan, kritik pedas yang selalu dilontarkannya kepada Presiden Jokowi pada semua kesempatan secara tidak langsung pasti membuat panas istana, meski di sisi lain Jokowi cenderung membiarkannya dan tidak merasa untuk bisa terprovokasi oleh ujaran Rocky Gerung. Jadi, terima saja kehadiran Rocky Gerung pada semua interaksinya karena sejatinya Rocky akan memperkaya khazanah demokrasi.
Saya sendiri termasuk salah satu yang suka dengan gaya Rocky Gerung. Lontaran yang Rocky Gerung sampaikan ke publik, baik di media cetak, media online atau media tv memberi nilai dan warna tersendiri untuk dicerna dengan akal sehat, bukan emosional sesaat.
Jadi, yang harus disadarkan sebenarnya yaitu persepsian publik terhadap "diksi" yang disampaikan Rocky Gerung, bukan justru sebaliknya mencari kambing hitam dibalik emosi sesaat di belakang ketidaksukaan terhadap si Rocky itu sendiri.
ADVERTISEMENT
Oleh karena itu, persepsian pasti tidak bisa terlepas dari kepentingan subjektif dan objektif. Jika publik merasa sikapnya sudah negatif maka semua "diksi" yang disampaikan Rocky Gerung pasti dikonotasikan negatif, begitu juga sebaliknya. Jadi, wajar jika banyak juga fans si Rocky Gerung.
Ketenangan dan intonasi yang datar serta mimik yang lugas menyampaikan "diksi" pada semua media menjadi sesuatu yang unik, menarik, dan berbeda dibandingkan tokoh lain dan fakta inilah yang menjadi daya tarik dan daya pikat si Rocky Gerung.
Mungkin saja tidak banyak tokoh ataupun pengamat sosial-politik yang berwatak seperti Rocky Gerung yang kemudian menjadikannya selalu diundang pada berbagai tayangan live televisi nasional pada berbagai acara.
Terlepas dari pro kontra kehadiran Rocky Gerung dengan "diksi" yang selalu dia narasikan, pastinya proses yang saat ini diterima Rocky Gerung akan menjadi muara terhadap kerinduan atas kehadiran tokoh-pengamat sekaliber dan juga seliar Rocky Gerung karena eksistensi dan ‘diksi’ yang dia lontarkan menjadi warna dalam realitas kehidupan berdemokrasi di republik ini.
ADVERTISEMENT
Semoga Rocky Gerung tidak sedang "dibidik" sebagai tumbal pesta demokrasi. Selamat berjuang Rocky untuk memberi warna dalam pelangi demokrasi karena no Rocky, no party.