Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
ADVERTISEMENT
Kumparan - Sudah mencapai 80 ribu lebih tanda tangan, untuk mendukung BPOM RI memberikan Label Peringatan Konsumen pada galon guna ulang. Isu bahaya bisphenol A dalam kemasan galon guna ulang bagi bayi, balita dan janin pada ibu hamil, saat ini sudah menjadi pengetahuan umum masyarakat.
ADVERTISEMENT
Respon masyarakat begitu antusias tentang bahaya bisphenol A, terbukti dari banyaknya warganet yang menandatangani petisi di link https://bit.ly/39433Sb .
BPA atau Bisphenol A adalah bahan kimia yang dipakai dalam membuat botol plastik, tujuannya agar membuat kemasan tidak mudah rusak saat terjatuh, dan telihat jernih. Namun saat terkena panas atau sengaja dipanaskan, bahan kimia BPA ini akan memuai dan berisiko terhadap kesehatan tubuh manusia. Risiko ini dianggap lebih tinggi bagi bayi dan anak-anak, karena tubuhnya yang kecil dan berpotensi untuk menyerap lebih tinggi.
Menyikapi kondisi ini anggota DPR RI dari Fraksi PKS, Kurniasih Mufidayati mengatakan bahwa perlu perhatian dari pemerintah terkait hal ini. “Jika memang banyak hasil riset membuktikan bahaya BPA bagi kesehatan keluarga Indonesia, maka pemerintah harus memberikan perhatian besar terkait persoalan BPA,” katanya.
ADVERTISEMENT
Senada dengan Kurniasih, Direktur Eksekutif Pusat Studi Kemanusiaan dan Pembangunan (PSKP), Efriza menekankan hal yang serupa, menurutnya, BPA memang masalah lama yang belum diselesaikan oleh pemerintah, khususnya BPOM.
Agar masyarakat bisa lebih berhati - hati, kemasan plastik yang mengandung BPA diberi kode dengan nomor 7 di dalam segitiga. Saat ini, masyarakat meminta dan mendukung, agar BPOM RI bukan hanya mencantumkan kode nomer 7. Tapi juga label peringatan agar air di dalam galon guna ulang tidak dikonsumsi bayi, balita dan janin pada ibu hamil.
Terhadap polemik ini, menurut Efriza ada tiga hal yang bisa dilakukan pemerintah. Pertama, pemerintah melalui BPOM perlu melakukan pengawasan dan memberikan teguran, sanksi, agar produsen yang masih menggunakan kemasan plastik nomor 7.
ADVERTISEMENT
Kedua, Pemerintah perlu membuat keputusan dan/atau menyampaikan sebuah kebijakan mengenai pelarangan penggunaan kemasan plastik yang beresiko tersebut, seperti dilakukan beberapa mancanegara.
Ketiga, Pemerintah juga perlu membuat regulasi yang lebih detail terkait penggunaan kemasan plastik, yang mengutamakan ramah lingkungan dan memberikan jaminan kesehatan.
Kendati Badan POM RI mempunyai tanggung jawab dan tugas yang berat dan banyak, satu persatu mulai diselesaikan. Utamanya menyangkut peraturan kemasan plastik pada makanan/minuman pangan Olahan.
Perlu diketahui, 15 Maret lalu, melalui Website Resmi BPOM RI, subsite registrasi pangan, Direktur Registrasi Pangan Olahan, Anisyah S.Si, Apt. MP. Memberikan pengumuman dengan nomor : HM.01.52.521.03.21.91 tentang Pencantuman Jenis Kemasan Plastik Pada E-Registration. Hal ini menyangkut diperlukannya pendataan terkait jenis kemasan plastik pada saat registrasi pangan olahan agar pendaftar dapat memastikan input jenis kemasan plastik.
ADVERTISEMENT
Langkah maju BPOM RI yang responsif ini, harus kita apresiasi dan dukung bersama - sama, demi menjaga kesehatan konsumen, dan iklim industri makanan serta minuman untuk lebih maju dan sehat. Dengan adanya pengumuman tersebut, jenis kemasan yang beredar akan terdata dengan rapih dan konsumen diharapkan dapat mengetahui jenis kemasan yang dipergunakan pada suatu produk. (*)