Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Part 5: Marahan Doa Qunut
28 Juni 2024 12:14 WIB
·
waktu baca 8 menitTulisan dari Damri Hasibuan (Uda) tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Si Jangkung dan imam yang dibawanya pun akhirnya pergi dari sakan (rumah) Al-Fatih dengan meninggalkan luka yang mendalam. Pasalnya, pria yang memiliki dua anak itu tidak ingin jika dirinya harus dimutasi ke tempat lain, hanya karena kepentingan orang yang tidak diundang tadi.
ADVERTISEMENT
Apa kedua orang tersebut tidak memikirkan akibat perbuatan mereka itu? Ucapan pedas si Jangkung tadi, masih saja terngiang-ngiang di telinga Al-Fatih. "Enta mafi Zein,"[1] hazda muthawwa Zeyn," cercanya, sembari mengarahkan telunjuknya ke wajah bulatnya Al-Fatih.
Tidak hanya itu, bahkan tangannya, tampak seolah ingin menonjok tubuh Al-Fatih. "Hua, zayn wayd minnak,"[2] lanjutnya dengan ketus, seraya pergi.
"Emang tidak ada narasi lain yang lebih bijak dari itu?" rutuk Al-Fatih dalam batinnya. Lisan tajam si Jangkung tadi bak belati, sehingga ruang dada imam yang hendak mengunci pintu pagar rumah ini, penuh dengan rasa sesak.
DUARR!
Al-Fatih sengaja menghempaskan pintu itu untuk meluapkan emosinya. Sayangnya, dia tidak sadar kalau kedua pria tadi, dengan sigap memasuki mobil elitnya. Mana dengar mereka suara kencang pintu itu.
ADVERTISEMENT
Pria yang memiliki tinggi 175 meter tadi, memuji imam yang dibawanya, bermaksud untuk menjatuhkan Al-Fatih secara langsung.
Barang kali, pujian yang dia lontarkan benar adanya. Namun, tidak begitu juga harusnya. Kalaupun ingin menjatuhkan, hendaknya dengan cara yang tidak melukai perasaan Al-Fatih hingga sekarang.
Perkara banding-membandingkan, siapa yang suka. Apalagi Al-Fatih menyadari, orang yang dibandingkan kepadanya adalah orang Arab. Secara umum, sudah pasti menang mereka secara bahasa. Tapi, terkait hafalan, suara, dan lainnya, belum tentu.
Sepergi mereka, Al-Fatih tidak bisa lagi nina bobo. Padahal, jam masih menujukkan pukul 07.15 waktu Dubai. Jam segitu, biasanya, matanya masih merem hingga setengah jam menjelang azan Zuhur berkumandang.
Al-Fatih masih saja terpaku di sofa warna coklat itu. Keningnya mengerut memikirkan sedih yang dia alami tadi. Dia bingung karena tidak ada mimpi buruk semalam ataupun sebelum-sebelumnya. Akan tetapi, kenapa dirinya harus dihadapkan dengan si Jangkung itu?
ADVERTISEMENT
Kenapa yang datang harus si Jangkung? Kenapa tidak seperti teman-temannya? Di mana, di masjid mereka masing-masing, nyaris tidak pernah dipertemukan dengan sosok pria seperti itu.
Hari ini tidak terasa sudah malam. Al-Quran yang di-murajaah Al-Fatih seharian tadi, mampu membuat nestapanya sedikit pudar, meskipun ucapan menyakitkan si Jangkung yang tadi pagi, belum benar-benar lekang dari benaknya.
Malam ini sudah berada pada penghujung Ramadan. Lebih tepatnya malam ke 19. Artinya, semalam lagi akan merangkak menuju sepertiga terkahir Ramadan.
Berbeda dengan di negara Al-Fatih lahir. Di negara Burj Khalifah ini, terkait doa qunut, imam sudah mulai membacanya sejak malam pertama Ramadan. Persis pada setiap akhir salat Witir.
Saking cepatnya waktu berlalu, kini, salat taraweh pun selesai dengan mulus. Kemudian lanjut dengan salat Witir tanpa dijeda oleh ceramah. Saat salat Syafa' (dua rakaat sebelum witir) juga masih tampak berjalan dengan lancar. Namun, usai iktidal Witir, Al-Fatih langsung takbir menuju sujud.
ADVERTISEMENT
"Allahu akbar!" Al-Fatih pun sujud.
Seketika Al-Fatih teringat sama cerita temannya yang mengalami kelupaan membaca doa qunut. Keringat dingin pun mulai berkucuran di sekujur pelipisnya.
Padahal seluruh AC masjid dalam keaadaan menyala. Dia dihantui rasa takut karena teringat pada cerita temannya itu. Apa sebentar lagi akan terjadi sama dirinya juga?
Temannya itu Ikbal. Memang dia pernah bercerita bahwa, pada saat bulan Ramadan pertama dirinya ngimam di UEA, Ikbal sempat lupa membaca doa qunut. Awalnya dia merasa biasa-biasa saja. Namun begitu selesai salat, dia langsung dimarahi jemaahnya.
Sebagai imam yang masih baru kala itu, tentu Ikbal shock ketika mengalami kejadian sepele, tapi akibatnya sangat fatal. Seolah-olah doa qunut hukumnya wajib, saking dianggap sakralnya.
ADVERTISEMENT
Padahal menurut mayoritas ulama, hukumnya sunnah muakkadah. Namun, pelajaran berharga baginya, sejak malam berikutnya dia tidak pernah lagi lupa membaca doa qunut hingga sekarang.
Tidak lama kemudian, salat Witir pun selesai. Apa yang Al-Fatih duga tadi benar terjadi. Juhail yang berada di saf pertama, lekas berdiri.
Al-Fatih melihat saat pria paruh baya ini ingin beraksi. Sebelum salam tadi, dirinya sudah mempersiapkan mental untuk menghadapi apa yang akan terjadi.
"Eihsy hazda, Muthawwa'? Leish mafi dua'?[3]" protes Juhail.
Bukan Juhail namanya bila gaya bicaranya tidak bar-bar. Di depan para jemaah dia bekoar-koar mempertanyakan kenapa Al-Fatih tidak membaca doa qunut?
Juhail masih saja melakukan aksi komplennya. Tadi jaraknya masih jauh, tapi kini sudah mendekat seakan hendak menerkam Al-Fatih dengan buas. "Syu ya Muthawwa'?[4]" Suaranya meninggi hingga enam oktaf. Matanya nyaris keluar.
ADVERTISEMENT
Pekikan suaranya menggema ke setiap sudut masjid besar nan megah itu. Apakah Al-Fatih merespon? Belum. Dia masih mengatur emosinya. Tangan kananya tampak mengelus-ngelus dadanya dari balik guthrah-nya. Di sana, seakan ada api yang sangat membara.
Sebagian jemaah tidak acuh akan peristiwa itu. Ada yang begitu selesai salat, langsung pulang. Sementara sebagian lagi, ada yang langkahnya terhenti untuk keluar karena ingin menyaksikan tragedi yang berlangsung.
Meski demikian, Juhail tidak peduli pada semua orang yang memandangnya dengan heran. Kenapa pria yang satu ini terlalu berlebihan? Bahkan tadi, ada beberapa orang yang sudah mengingatkan Juhail, tapi justru dia keras kepala.
Karena itu, mereka pun pergi, mengira kalau Juhail akan diam sendiri nantinya. Alih-alih berhenti memarahi Al-Fatih, justru dia semakin tidak bisa mengontrol emosinya.
ADVERTISEMENT
"Khalas, ya Baba, khalas!"[5] seru seorang pria berkacamata dari belakang. Posisinya sekitar saf ketiga. Dia berjalan ke depan bermaksud untuk menghentikan perkara.
Pandangan Al-Fatih mengikuti langkahnya. Dia tidak tahu siapa nama pria itu. Sebab, dia pun baru kali ini melihatnya salat di sini. Sebelumnya, belum pernah dia lihat sosok pria berhati, semulia itu.
"Kenapa malah yang membela saya dengan serius justru bukan dari orang yang saya kenal? Sementara jemaah yang dekat dengan diri saya di sebelah kanan pojok, saf pertama seolah tidak peduli?" kesal Al-Fatih dalam batinnya.
"Al insan lazim nisyan,"[6] lanjut pria ini, sesaat setelah berada di dekat peristiwa.
Mendengar itu, Al-Fatih senangnya bukan main. Dia merasa, meskipun secara kasat mata yang di depannya adalah manusia, tapi seakan sedang dibela oleh Malaikat atas kelupaannya, yang menyebabkan Juhail berang.
ADVERTISEMENT
Doa qunut dianggap sakral bukan karena doa yang isinya biasa didengar. Melainkan di dalamnya, ada bait-bait doa indah untuk para tokoh pendahulu bangsa ini.
Seperti doa ampunan dan kasih sayang Allah untuk almarhum Syekh Zayed[7], Syekh Shaqor, beserta syekh-syekh lainnya, yang mempunyai kontribusi besar atas pembangunan negara Uni Emirat Arab ini hingga dikenal seantero dunia.
Juhail tidak ingin jika doa itu ditinggalkan. Dia tidak peduli apa orang lupa atau tidak, yang namanya doa untuk para pendiri bangasa ini, menurutnya, harus dibaca saat Witir. Tidak boleh lupa atau terlupakan. Apa pun dan bagaimanapun kondisinya.
Secara SOP, memang Auqaf sudah memberikan doa yang harus diikuti oleh setiap muthawwa (imam). Di dalamnya termasuk doa bagi para tokoh pemerintahan yang sekarang, Syekh Muhammad bin Zayed.
ADVERTISEMENT
Akan tetapi, masalahnya bukan di menjalankan SOP atau tidak. Melainkan karena kelupaan. Itu pun baru pertama kali terjadi semenjak Al-Fatih menjadi imam di masjidnya ini. Masa iya, Juhail tidak ada toleransinya?
"La, ya Baba! Haza mutawwa yibga at tasarru' as salah!"[8] tuduh Juhail malah. Dia bilang seperti itu, karena baginya, imam itu harus fokus dan sama sekali tidak boleh lupa.
Tidak tahu apa maksud Juhail bilang seperti itu. Yang namanya manusia, pasti ada lupanya. Kalau tidak lupa, berarti kemungkinan besar dia Malaikat. Sedangkan Al-Fatih hanya manusia biasa, punya banyak kekurangan.
"Law la yansal insan, huwa laysa insan,"[9] terang Pria itu, memperhatikan wajah Juhail yang tidak menerima penjelasan.
Mengingat malam sudah semakin larut, Al-Fatih hanya menerangkan kalau dirinya tidak membaca doa qunut, karena kelupaan bukan kesengajaan seperti apa yang dituduhkan Juhail.
ADVERTISEMENT
“Samihni ya Baba, ana nisyan,[10]” pinta Al-Fatih dengan lirih. Matanya ke bawah seraya memohon agar Juhail memaafkannya.
Dia tidak sanggup melihat tatapan Juhail bak mata singa yang ingin menerkam mangsanya. Al-Fatih lebih memilih mengalah ketimbang melawan. Dia menyadari bahwa membantah pun, kalau memang benaran lupa, apa mau dibilang. Masa iya membenarkan tuduhan Juhail?
Lagi pula, baru kali ini saja yang kelupaan. Sebelum-sebelumnya belum pernah Al-Fatih lupa membaca doa qunut.
Dikira Juhail akan menerima permohonan maaf Al-Fatih. Dia malah membabi buta ingin menyerang.
"La ya Baba! La" cegah pria tinggi itu. Dia berupaya menenangkan Juhail. Di sisi lain, di depan pintu sana, ada beberapa jemaah yang datang kembali.
Sejak Juhail marah-marah, ternyata Al-Fatih lupa mematikan microphone, sehingga marahan Juhail terdengar ke rumah para warga sekitar.
ADVERTISEMENT
Mereka tidak terima, bila waktu yang seharusnya istirahat, tapi malah diusik oleh suara yang meledak-ledak yang mereka sendiri, belum tahu pasti orangnya siapa.
[1] Kamu tidak bagus.
[2] Dia, lebih baik dari kamu.
[3]Ada apaan ini? Kenapa tidak ada doa, Imam?
[4] Kenapa, Imam?
[5] Sudah, Pak, sudah
[6] Manusia itu pelupa
[7] Syekh Zayed bin Sultan Al Nahyan. Dia dikenal sebagai pemimpin yang visioner dan berperan penting dalam menyatukan tujuh emirat yang kemudian menjadi UEA pada tanggal 2 Desember 1971. Syekh Zayed juga dihormati karena kontribusinya dalam pembangunan UEA dan pengembangan ekonomi negara tersebut. Selain itu, dia juga dikenal karena kebijakan luar negerinya yang bijaksana dan peran aktifnya dalam menyokong perdamaian dan pembangunan di kawasan Timur Tengah. Syekh Zayed bin Sultan Al Nahyan dianggap sebagai salah satu tokoh terpenting dalam sejarah modern UEA.
ADVERTISEMENT
[8] Tidak Pak. Imam yang satu ini, ingin buru-buru selesai salat.
[9] Kalau dia tidak lupa, berarti dia bukan manusia.
[10] Maafkan saya, saya tadi kelupaan, Pak!