Konten dari Pengguna

Hubungan antara Puisi Dongeng Marsinah dengan Peristiwa Pembunuhan 1993

Elis Susilawati
Mahasiswi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
27 Desember 2022 17:25 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Elis Susilawati tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Sumber: Dokumen Pribadi
zoom-in-whitePerbesar
Sumber: Dokumen Pribadi
“Dongeng Marsinah” merupakan sebuah cerita yang ditulis dalam bentuk puisi oleh sastrawan Sapardi Djoko Damono. Puisi ini berhasil diselesaikan oleh SDD dalam waktu 3 tahun. Puisi “Dongeng Marsinah” bertema perjuangan seorang wanita karena adanya ketidakadilan sosial. Puisi ini merupakan gambaran dari kisah nyata yang terjadi pada tahun 1993, yakni pembunuhan terhadap seorang perempuan bernama Marsinah yang bekerja sebagai buruh perusahaan jam tangan PT Catur Putra Surya, Porong, Sidoarjo, Jawa Timur. Hubungan antara penyebab dari peristiwa nyata pembunuhan Marsinah dengan puisi “Dongeng marsinah” dapat diuraikan sebagai berikut.
ADVERTISEMENT
/1/
Marsinah buruh pabrik arloji,
mengurus presisi:
merakit jarum, sekrup, dan roda gigi;
waktu memang tak pernah kompromi,
ia sangat cermat dan pasti.
Marsinah itu arloji sejati,
tak lelah berdetak
memintal kefanaan
yang abadi:
“kami ini tak banyak kehendak,
sekedar hidup layak,
sebutir nasi.”
Pada bagian 1, cara Sapardi merekam peristiwa Marsinah dalam puisi “Dongeng Marsinah”, yakni dengan adanya penggunaan simbol yang memiliki makna khusus, seperti arloji. Arloji pada bagian ini berkaitan dengan makna leksikal, artinya jam yang digunakan pada pergelangan tangan. Kata yang digunakan dalam menyusun setiap larik merupakan gabungan antara bahasa sehari-hari dengan kosa kata yang menarik, namun tidak melepaskan makna leksikalnya. Selain itu, Sapardi merangkai kata berupa petunjuk dalam larik mengurus presisi: merakit jarum, sekrup, dan roda gigi. Petunjuk tersebut memberikan maksud pekerjaan Marsinah di perusahaan jam tangan PT Catur Putra Surya sebagai operator mesin bagian injeksi. Dengan demikian, dalam bagian ini kita dapat mengetahui bahwa sikap Sapardi dalam puisi “Dongeng Marsinah” terhadap Marsinah dan kasusnya yang tragis, yaitu penuh dengan kesungguhan.
ADVERTISEMENT
Bagian 1 puisi “Dongeng Marsinah” berisi pengenalan tokoh, yakni Marsinah, seorang buruh pabrik jam tangan yang bekerja sebagai operator mesin bagian injeksi. Ia dikenal sebagai wanita yang teliti dan gigih dalam mengerjakan sesuatu. Marsinah merupakan perempuan yang berasal dari kalangan menengah ke bawah. Penulis ikut menggambarkan Marsinah sebagai arloji sejati, artinya akan terus bergerak dalam membuat sesuatu menjadi tidak kekal. Dalam bagian ini juga, terdapat kutipan yang disebutkan oleh Marsinah bahwa kaumnya tidak banyak keinginan. Mereka hanya menginginkan hidup yang layak, ibarat hanya sebutir nasi. Seperti yang kita ketahui, Marsinah hidup pada masa orde baru, kepemimpinan Soeharto. Pada masa itu, Masyarakat bawah hingga atas tidak diberikan hak untuk berbicara atau mengkritik pemerintah jika tidak ingin mendapat kejutan yang buruk. Hal tersebut mendorong Marsinah untuk memiliki keberanian dalam membuka suara. Ia tidak ingin kaumnya selalu dikuasai dan merasa tidak memiliki hak. Marsinah memiliki keinginan melawan sesuatu yang kekal pada masa orde baru, yaitu kekuasaan pemerintah.
ADVERTISEMENT
/2/
Marsinah, kita tahu, tak bersenjata,
ia hanya suka merebus kata
sampai mendidih,
lalu meluap ke mana-mana.
“Ia suka berpikir,” kata Siapa,
“itu sangat berbahaya.”
Marsinah tak ingin menyulut api,
ia hanya memutar jarum arloji
agar sesuai dengan matahari.
“Ia tahu hakikat waktu,” kata Siapa,
“dan harus dikembalikan
ke asalnya, debu.”
Pada bagian 2, cara Sapardi merekam peristiwa Marsinah dalam puisi “Dongeng Marsinah”, yakni dengan melakukan pendeskripsian terhadap psikis Marsinah. Ia juga menggunakan tanda kutip dalam 4 larik yang seolah menjadi percakapan antara dua orang. Susunan kata yang dominan dibentuk pada bagian ini merupakan sebuah bentuk pernyataan, seperti ia hanya suka..., Marsinah tidak ingin..., dan sebagainya. Bentuk tersebut menimbulkan sikap kesungguhan serta kegetiran Sapardi dalam puisi “Dongeng Marsinah” terhadap Marsinah dan kasusnya yang tragis.
ADVERTISEMENT
Bagian 2 puisi “Dongeng Marsinah” mengaitkan cara Marsinah melawan pemerintahan orde baru. Marsinah bukan orang yang kuat dan berani karena menggunakan senjata, melainkan adanya kemampuan berkomunikasi yang tajam. Ia mampu menggunakan bahasa menjadi suatu kekuatan. Hal tersebut terjadi karena Marsinah merupakan tokoh yang suka berpikir, namun kemampuan tersebut dianggap berbahaya di masa orde baru. Marsinah bukan orang yang suka membuat kericuhan, ia hanya seorang perempuan yang membela suatu hal yang dianggap benar. Marsinah juga percaya terhadap kenyataan bahwa waktu akan terus berjalan dan semua sudah ada garis takdirnya.
/3/
Di hari baik bulan baik,
Marsinah dijemput di rumah tumpangan
untuk suatu perhelatan.
Ia diantar ke rumah Siapa,
ia disekap di ruang pengap,
ADVERTISEMENT
ia diikat ke kursi;
mereka kira waktu bisa disumpal
agar lengkingan detiknya
tidak kedengaran lagi.
Ia tidak diberi air,
ia tidak diberi nasi;
detik pun gerah
berloncatan ke sana ke mari.
Dalam perhelatan itu,
kepalanya ditetak,
selangkangannya diacak-acak,
dan tubuhnya dibirulebamkan
dengan besi batangan.
Detik pun tergeletak,
Marsinah pun abadi.
Pada bagian 3, cara Sapardi merekam peristiwa Marsinah dalam puisi “Dongeng Marsinah”, yakni dengan mengurutkan kronologi singkat terjadinya pembunuhan terhadap Marsinah. Susunan kata yang dominan dibentuk pada bagian ini merupakan sebuah bentuk pernyataan. Terdapat penggunaan kata Siapa yang digunakan sebagai kata ganti orang pada larik ke-4. Selain itu, terdapat penggunaan majas repitisi, yakni penggunaan kata ia berulang kali. Oleh karena itu, dalam bagian ini kita dapat mengetahui bahwa sikap Sapardi dalam puisi “Dongeng Marsinah” terhadap Marsinah dan kasusnya yang tragis, yaitu penuh dengan kesungguhan, amarah, dan kegetiran.
ADVERTISEMENT
Dalam bagian ini digambarkan bahwa pada hari itu, Marsinah diangkut oleh seseorang dari rumah kosnya ke tempat penyekapan. Tempat tersebut pengap tanpa adanya sirkulasi udara yang baik. Tubuh Marsinah diikat ke kursi, mulutnya ditutup dengan suatu benda agar suaranya tidak terdengar. Selama disekap, Marsinah juga tidak diberikan makan dan minum.Ia mendapat siksaan yang kejam, diduga dengan adanya pukulan di kepala, penusukan besi balok dalam alat kemaluan, dan penyiksaan lain yang menghancurkan tubuhnya hingga menyebabkan meninggal dunia. Terdapat perbedaan kronologi yang ditemukan dalam puisi dengan realitas. Pada faktanya, Marsinah hilang begitu saja dan ditemukan tidak bernyawa. Tidak seorang pun tau jenis penyiksaan apa yang menyebabkan Marsinah wafat. Waktu terakhir teman-teman Marsinah bertemu dengannya ketika mereka tidak sengaja bertemu di malam hari. Sepulang pertemuan, pada pukul 21.20, Marsinah mengajak As dan Joko membeli makanan. Namun, mereka menolak ajakan karena waktu sudah malam. Mereka berpisah di bawah pohon mangga di dekat tugu kuning. Joko dan As pulang ke rumah masing-masing. Jentera waktu tidak berhenti berputar. Akan tetapi, tidak ada lagi yang dapat dikisahkan tentang Marsinah. Di tempat itu, pada jam itu, ia raib tanpa jejak. Tak seorang pun tahu kemana ia pergi. Barangkali ia pergi makan. Boleh jadi ia balik ke Makodim untuk membahas soal PHK. Mungkin ada pula yang mencelakakannya. Namun sebanyak-banyaknya kemungkinan, tidak kelewat berlebihan untuk menyisipkan satu dugaan kemungkinan bahwa ia hilang lantaran sebab-sebab yang tersirat dan tersurat.
ADVERTISEMENT
/4/
Di hari baik bulan baik,
tangis tak pantas.
Angin dan debu jalan,
klakson dan asap knalpot,
mengiringkan jenazahnya ke Nganjuk.
Semak-semak yang tak terurus
dan tak pernah ambil peduli,
meregang waktu bersaksi:
Marsinah diseret
dan dicampakkan—
sempurna, sendiri.
Pangeran, apakah sebenarnya
inti kekejaman? Apakah sebenarnya
sumber keserakahan? Apakah sebenarnya
azas kekuasaan? Dan apakah sebenarnya
hakikat kemanusiaan, Pangeran?
Apakah ini? Apakah itu?
Duh Gusti, Apakah pula
makna pertanyaan?
Pada bagian 4, cara Sapardi merekam peristiwa Marsinah dalam puisi “Dongeng Marsinah”, yakni dengan melanjutkan bagian sebelumnya, peristiwa ditemukannya Marsinah. Susunan kata yang dominan dibentuk pada bagian ini merupakan sebuah bentuk informasi dan pertanyaan. Sapardi menggambarkan dengan jelas suasana tempat Marsinah ditemukan, antara lain, banyak tangis, debu, angin, bunyi kendaraan, dan semak-semak yang diibaratkan menjadi saksi bisu melihat pelaku pembunuhan. Selain itu, terdapat penggunaan simbol Pangeran dan Gusti yang dimaknai sebagai Tuhan. Dengan demikian, dalam bagian ini kita dapat mengetahui bahwa sikap Sapardi dalam puisi “Dongeng Marsinah” terhadap Marsinah dan kasusnya yang tragis, yaitu penuh dengan kesungguhan, amarah, kegetiran, dan tanda tanya.
ADVERTISEMENT
Dalam bagian ini, Sapardi banyak menggunakan tanda tanya. Fungsi dari adanya tanda tersebut jika dikaitkan dengan relita orde baru yang penuh kekejaman membuat setiap orangnya ingin bebas. Pemimpin di masa orde baru menjabat selama 32 tahun dengan kekuasaan dan keserakahan yang penuh. Marsinah mewakili penulis bertanya kepada Tuhan terkait apa yang ingin dicapai dari adanya kekejaman, keserakahan, dan kekuasasan. Lalu, ia juga bertanya tentang hakikat manusia yang sesungguhnya, namun ia menyadari bahwa pertanyaan yang diajukan tidak ada gunanya di masa orde baru. Hal itu terjadi karena tidak adanya kesempatan atau hak manusia untuk memberikan suara.
/5/
“Saya ini Marsinah,
buruh pabrik arloji.
ini sorga, bukan? jangan saya diusir
ke dunia lagi; jangan saya dikirim
ADVERTISEMENT
ke neraka itu lagi.”
(Malaikat tak suka banyak berkata,
ia sudah paham maksudnya.)
apa sebaiknya menggelinding saja
bagai bola sodok,
bagai roda pedati?”
(Malaikat tak suka banyak berkata,
ia biarkan gerbang terbuka.)
“Saya ini Marsinah, saya tak mengenal
wanita berotot,
yang mengepalkan tangan,
yang tampangnya garang
di poster-poster itu;
saya tidak pernah jadi perhatian
dalam upacara, dan tidak tahu
harga sebuah lencana.”
(Malaikat tak suka banyak berkata,
Tapi lihat, ia seperti terluka.)
Pada bagian 5, cara Sapardi merekam peristiwa Marsinah dalam puisi “Dongeng Marsinah”, yakni dengan imaji percakapan antara Marsinah dengan Malaikat. Susunan kata yang dominan dibentuk pada bagian ini merupakan sebuah bentuk pertanyaan dan pernyataan. Marsinah dipercaya penulis akan kembali bangkit di suatu tempat setelah mengalami kepergian dari dunia. Oleh karena itu, dalam bagian ini kita dapat mengetahui bahwa sikap Sapardi dalam puisi “Dongeng Marsinah” terhadap Marsinah dan kasusnya yang tragis, yaitu penuh dengan kegetiran dan tanda tanya.
ADVERTISEMENT
Dalam bagian ini, Sapardi membuat suasana seolah-olah Marsinah melakukan percakapan langsung dengan malaikat. Marsinah kebingungan berada ditempat yang asing, ia mengganggap tempat tersebut sebagai sorga dan memohon kepada Malaikat untuk tidak mengembalikan dirinya ke alam dunia. Marsinah merasa bahwa hidup di dunia itu penuh siksa, apalagi ketika orde baru. Malaikat menanggapi tuturan Marsinah dengan membiarkan dirinya masuk. Malaikat juga menanggapi pernyataan Marsinah yang tidak pernah menjadi awal memancing keributan dengan terluka. Bisa saja karena malaikat menyadari bahwa kehidupan manusia benar-benar tragis.
/6/
Marsinah itu arloji sejati,
melingkar di pergelangan
tangan kita ini;
dirabanya denyut nadi kita,
dan diingatkannya
agar belajar memahami
hakikat presisi.
Kita tatap wajahnya
setiap pergi dan pulang kerja,
ADVERTISEMENT
kita rasakan detak-detiknya
di setiap getaran kata.
Marsinah itu arloji sejati,
melingkar di pergelangan
tangan kita ini.
Pada bagian 6, Sapardi mengungkapkan anggapan terkait Marsinah dengan zaman sekarang. Susunan kata yang dominan dibentuk pada bagian ini merupakan sebuah bentuk pernyataan berupa pengibaratan. Pilihan kata yang digunakan Sapardi ringan karena biasa digunakan dalam kehidupan sehari-hari, namun lazim digunakan dalam bahasa tulis. Dengan demikian, dalam bagian ini kita dapat mengetahui bahwa sikap Sapardi dalam puisi “Dongeng Marsinah” terhadap Marsinah dan kasusnya yang tragis, yaitu penuh dengan kegetiran dan kesungguhan.
Dalam bagian ini, Marsinah dianggap sebagai manusia sejati yang tidak berbatas waktu karena dirinya masih dikenang hingga saat ini. Penggunaan kata arloji sebagai representasi dari Marsinah disebabkan oleh arloji digunakan di tangan yang berdekatan dengan detak nadi. Perjuangan Marsinah di masa lampau merupakan bentuk penyadaran manusia agar belajar berpikir cermat. Arloji yang dikenakan manusia berfungsi untuk mengetahui waktu, diantaranya pergi dan pulang kerja. Selain karena Marsinah masih dikenang banyak orang, ia juga merupakan buruh arloji sejati karena selalu giat bekerja, maka Marsinah dianggap sebagai arloji sejati yang selalu melingkar di tangan manusia.
ADVERTISEMENT
Secara keseluruhan, puisi “Dongeng Marsinah” cukup menggambarkan tragedi yang terjadi pada tahun 1993. Sapardi menggunakan rangkaian kata yang bervariasi di setiap bagian hingga lariknya. Bahasa yang digunakan dalam puisi ini pun tidak menyulitkan, artinya tragedi ini dapat ditelusuri mulai dari kata perkata didukung dengan adanya sumber data skunder, yaitu buku laporan Pendahuluan kasus Pembunuhan marsinah yang dapat ditemukan di Perpustakaan Nasional. Dari pusi “Dongeng marsinah” dapat kita ketahui bahwa sikap Sapardi penuh dengan kesungguhan dan kegetiran.
Berdasarkan pembahasan di atas, dapat kita ringkas bahwa pembunuhan Marsinah terjadi bermula dari adanya kebijakan kenaikkan upah buruh sebesar 20% dari upah pokok semula, namun hal tersebut dianggap membebani PT Catur Putra Surya yang bukan termasuk ke dalam kawasan industri sehingga mengharuskan adanya tambahan dana untuk membayar iuran kepada muspika (Musyawarah pimpinan kecamatan). Beberapa buruh melakukan aksi mogok kerja akibat tidak diresmikannya kebijakan pemerintah. Akhirnya, pihak perusahaan melakukan negoisasi dengan para buruh. Setelah terjadi kesepakatan antara pihak perusahaan dengan buruh, ternyata pihak Kodim setempat justru malah mengintimidasi para buruh untuk mengundurkan diri dari PT CPS.
ADVERTISEMENT
Marsinah yang mengetahui hal tersebut langsung meminta kejelasan terhadap teman-temannya. Ia berpendapat bahwa tuntutan/ kebijakan yang diajukan telah disetujui oleh perusahaan. Akhirnya, ia mengambil alternatif untuk membuat surat yang diajukan kepada perusahaan terkait PHK yang dijatuhkan kepada teman-temannya. Setelah Marsinah mengirimkan surat, hari berikutnya ia sudah hilang dan ditemukan tidak bernyawa di pinggir sawah dekat hutan jati, lebih dari seratus kilometer dari tempat tinggalnya. Tidak ada yang tahu pasti terkait pembunuhan Marsinah karena setelah peristiwa itu, semua pejabat perusahaan dijebloskan ke penjara oleh kodim. Akan tetapi, mereka semua terbukti tidak bersalah. Pembunuhan terhadap Marsinah menjadi misteri besar karena dalam penyelidikannya pun masih terdapat kejanggalan.
Berdasarkan hasil testimoni dari para terdakwa, mereka semua dipaksa Kodim untuk menerima tuduhan keterlibatan pembunuhan terhadap Marsinah. Perlakuan tidak baik, seperti disetrum dan dianiaya akan didapat ketika menolak perkataan Kodim, namun jika menyetujui, maka terdakwa akan dihormati dan dikatakan telah turut membela tanah air dan bendera merah putih. Kejanggalan yang ditemukan dalam pembunuhan Marsinah, yaitu petugas tidak melakukan CSP, pakaian korban sudah dibakar sebelum diperiksa di laboratorium kriminologi, posisi jenazah tidak difoto, tidak ada pemeriksaan sidik jari, gubug telah diubah sebelum adanya identifikasi secara lengkap, dan tidak dilakukan bedah mayat.
ADVERTISEMENT
Sumber Rujukan
Tim Pencarian Fakta Pembunuhan Marsinah. Laporan Pendahuluan Kasus Pembunuhan Marsinah. Jakarta: Yayasan Kembaga Bantuan Hukum Indonesia. 1994.
Damono, Sapardi Djoko. Ayat-ayat Api: Kumpulan sajak. Jakarta: Pustaka Firdaus. 2000.