Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Konflik Lingkungan dan Isu Wisata Halal di Danau Toba Butuh Perhatian Lebih
16 Desember 2024 16:47 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Elizabeth Meyliana Tambunan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Danau Toba, ikon alam Indonesia yang diakui secara global, menghadapi berbagai tantangan besar untuk menjaga kelestarian lingkungan dan keseimbangan sosial budaya. Danau Toba yang terletak di Provinsi Sumatra Utara ini merupakan danau kawah terbesar dan salah satu danau terdalam di dunia.
ADVERTISEMENT
Danau Toba telah banyak disorot sejak ditetapkan sebagai UNESCO Global Geopark pada Agustus 2020. Dilansir dari Kompas.com, Indonesia meyakinkan UNESCO bahwa Kaldera Toba memiliki kaitan geologis dan warisan tradisi lokal saat menetapkan status ini.
Oleh karena itu, negara-negara anggota UNESCO mendukung pelestarian dan perlindungan Danau Toba, yang dikenal sebagai UNESCO Global Geopark. Proses penilaian dilakukan pada Konferensi Internasional UNESCO Global Geoparks ke-IV yang berlangsung di Lombok dari 31 Agustus hingga 2 September 2019.
Danau Toba telah lama dikenal sebagai salah satu tempat wisata utama di Indonesia karena daya tarik alam dan budayanya yang kuat. Budaya Batak yang indah, pemandangan alam yang indah, dan sejarah pembentukan danau yang menakjubkan menjadikannya terkenal.
ADVERTISEMENT
Sekitar tahun 2010-an, Danau Toba masih banyak dikunjungi oleh wisatawan mancanegara. Namun seiring berjalannya waktu, wisatawan mancanegara yang datang cenderung menurun.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Sumatra Utara, tingkat kunjungan wisatawan mancanegara menurun 38,81 persen di bulan April 2024 menjadi 15.155 dari yang sebelumnya mencapai 24.766 orang per Februari 2024.
Konflik Lingkungan di Danau Toba
Penurunan jumlah wisatawan tersebut adalah salah satu dampak dari permasalahan lingkungan yang ada di Danau Toba. Pencemaran air dari limbah domestik, keramba jaring apung (KJA) yang berlebihan, dan limbah industri dari daerah sekitar danau adalah masalah lingkungan di daerah ini.
Dikutip dari Gatra.com, bentuk protes juga dilayangkan oleh aktivis lingkungan, Togu Simorangkir, atas dugaan pencemaran lingkungan yang dilakukan oleh PT Toba Pulp Lestari (TPL) setelah sebelumnya terjadi bentrok antara PT TPL dan masyarakat adat di Natumingka, Sumatra Utara.
ADVERTISEMENT
Dalam lima tahun terakhir, sepuluh kasus konflik lahan adat terjadi di Kabupaten Toba, menurut data dari AMAN Tano Batak dan KSPPM Parapat. Di antara konflik tersebut adalah sengketa 10.000 hektare wilayah adat, masalah hak tanah, pelestarian lingkungan, dan pengakuan hak masyarakat adat yang belum dipenuhi.
Isu Wisata Halal
Di sisi lain, isu pembangunan wisata halal di Danau Toba telah menimbulkan perdebatan tentang dampak yang akan ditimbulkannya terhadap keragaman budaya orang Batak, yang sebagian besar tidak beragama Muslim.
Wisata halal dianggap sebagai peluang besar untuk menarik wisatawan Muslim, terutama dari kawasan Asia Tenggara dan Timur Tengah. Namun, penerapannya sering kali dipandang bertentangan dengan tradisi dan budaya lokal yang sudah lama menjadi daya tarik utama kawasan ini.
ADVERTISEMENT
Ketegangan muncul ketika nilai-nilai universal wisata halal seperti fasilitas ibadah, makanan bersertifikasi halal, dan aturan berpakaian dianggap mengabaikan identitas budaya Batak yang kuat dan unik.
Resolusi Konflik yang Diharapkan
Hingga saat ini konflik lingkungan dan penolakan terhadap isu wisata halal masih terus terjadi dan membutuhkan banyak perhatian dari berbagai pihak, termasuk pemerintah setempat, investor, dan juga masyarakat.
Untuk menyelesaikan konflik ini, metode yang inklusif dan berbasis diskusi harus diterapkan. Baik pemerintah, investor, dan masyarakat lokal harus saling bekerja sama dalam mendukung pengembangan pariwisata dengan tetap menghormati kearifan lokal.
Pembatasan jumlah keramba jaring apung (KJA), peningkatan pengelolaan limbah, serta program edukasi lingkungan menjadi solusi yang dapat dilakukan seraya terus mempromosikan budaya Batak yang autentik.
ADVERTISEMENT
Melalui cara seperti ini, Danau Toba dapat tetap menjadi destinasi wisata yang berkelanjutan dengan memadukan daya tarik lingkungan, ekonomi, dan sosial-budaya tanpa kehilangan identitasnya.
Harmoni antara upaya pelestarian lingkungan, inovasi pariwisata, dan penghormatan terhadap budaya lokal adalah kunci untuk memastikan masa depan Danau Toba sebagai warisan dunia yang kaya akan keberagaman.