Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Azhary dalam Kancah Politik Indonesia
17 Juli 2018 13:29 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:07 WIB
Tulisan dari Elly Warti Maliki tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Sepanjang perjalanan sejarah pergantian pimpinan nasional di Indonesia, dari periode ke periode, dari orde ke orde, dari presiden ke presiden, baru kali ini nama Al-Azhar mencuat di panggung politik nasional.
ADVERTISEMENT
Alumni Universitas Al-Azhar Mesir yang tersebar di seluruh pelosok tanah air, dari Timur ke Barat, dari Utara ke Selatan, selama ini, jauh sebelum Indonesia merdeka, mereka duduk tekun bersama santri dan jemaah majelis taklimnya, berdakwah, mengajar, mendidik, membimbing dan memberikan petuah. Jauh dari hiruk pikuk panggung politik dan kekuasaan.
Meskipun ada beberapa orang di antara mereka yang menduduki posisi menteri ataupun pimpinan lembaga tinggi negara.
Pertemuan Pondok Cabe
Berawal dari pertemuan alumni Al-Azhar yang diadakan di Pondok Cabe pada bulan Januari lalu. Para alumni yang hadir sepakat mengusung TGB Dr. Muhammad Zainul Majdi, MA doktor bidang tafsir yang juga Gubernur NTB, tampil berkontestasi dalam panggung kepemimpinan nasional. Sebuah semangat kebersamaan yang belum pernah ada sejak mahasiswa Indonesia menuntut ilmu di Al-Azhar.
ADVERTISEMENT
Dari situ, alumni yang jumlahnya mencapai 30.000 orang dan tersebar di kota-kota besar sampai ke pelosok desa, diimbau turun gunung, untuk ikut berpartisipasi mendukung kesepakatan yang telah diambil. Riuh rendah para alumni bangkit menyambut panggilan tersebut. Tidak terkecuali mereka yang berdomisili di luar negeri.
Semangat ini semakin menggelora ketika beberapa kali Grand Syekh Al-Azhar, Prof. Dr. Ahmad Muhammad Thayyib, berkunjung ke Indonesia, beliau selalu menyempatkan diri bertatap muka, membimbing, dan memberikan pengarahan serta nasehat kepada para alumni yang beliau panggil dengan sebutan "anak-anakku".
Semua bergerak serentak mengadakan pertemuan, mengundang TGB ke pesantren dan perguruan masing-masing. Suasana kedatangan TGB disambut meriah di mana-mana, terutama saat sosok ini disandingkan dengan ulama berjuta follower, Datuk Seri Ulama Setia Negara, Ustadz Abdul Somad, Lc. MA.
ADVERTISEMENT
Meskipun demikian, keterpilihan TGB dalam kepemimpinan nasional bukanlah tujuan utama. Karena misi yang diamanatkan Grand Syekh adalah mengokohkan moderasi Islam di Indonesia. Seandainya TGB tidak lolos sebagai capres, cawapres atau apapun itu, bagi alumni berkhidmat di jalur struktural bukanlah satu-satunya jalan untuk pengabdian. Secara turun temurun mereka sudah terbiasa mengabdi di jalur kultural dalam bidang pindidikan, dakwah, dan sosial.
Hari, bulan, pun berlalu. Penentuan capres cawapres sudah di ambang pintu. Hati seluruh anggota keluarga besar alumni berdebar-debar. Bagai menanti kelahiran bayi laki-laki pertama dalam sebuah royal family. Loloskah TGB?
ADVERTISEMENT
Saat yang ditunggu hampir tiba. Semua partai sibuk dengan lobi-lobi politik masing-masing. Sementara ulama alumni serta ribuan bahkan mungkin jutaan jemaah yang berada di belakang mereka harap-harap cemas menunggu keputusan koalisi partai.
Bagai petir menyambar di siang bolong, saat terik matahari membakar bumi, tiba-tiba dunia perpolitikan dikejutkan oleh pernyataan TGB tentang dukungannya kepada pemerintah yang notabene berseberangan dengan umat Islam.
Bagai tersentak dari mimpi. Sebagian ada yang terkejut, sedih, ada juga yang galau. Masyarakat terlanjur percaya kepada mereka, kepada para ulama yang selama ini dipatuhi dan diteladani. Apa yang harus mereka katakan kepada jemaah yang selama ini setia dan patuh mengikuti arahan mereka.
Sementara itu para jemaah sendiri bingung, penuh tanda tanya. Apakah para ulama teladan mereka akan ikut membelot, atau akan berhadapan dengan TGB?
ADVERTISEMENT
Berbagai isu dan analisis muncul selama 5 hari berturut-turut sambung menyambung, tidak ada putusnya. Dari yang paling ekstrem ke kiri sampai yang paling ekstrem ke kanan. Ada yang mengatakan karena kecewa pada Partai Demokrat. Sebagian analis menyebutkan terjerat kasus. TGB tertipu dalam pengalihan saham Pemda NTB kepada PT Newmont. Saham sudah diambil alih oleh PT Newmont sedangkan uangnya tidak ada. TGB membelot untuk selamat dari kasus inI.
Membaca Politik Indonesia dalam Konteks Global
Dekade terakhir irama politik di negara mayoritas muslim cenderung terpecah, kemudian hancur lebur karena perbedaan internal. Perseteruan Syiah dan Sunni di Irak dan Syria, telah memporak-porandakan negeri pencetak para ulama abad keemasan Islam. Peninggalan sejarah berupa bangunan dan karya intelektual muslim musnah. Ribuan nyawa tak berdosa melayang tanpa dapat dipertanggungjawabkan.
ADVERTISEMENT
Hal yang hampir sama terjadi di Mesir. Gejolak pergantian kepemimpinan nasional hampir saja membawa 'Negeri Seribu Menara' tersebut hancur. Kesadaran tokoh Islam untuk menyelesaikan sendiri persoalan internal mereka telah menutup jalan bagi pihak lain untuk mengirimkan dan memuntahkan senjata di tanah air mereka.
Berkaca dari berbagai peristiwa tersebut, dari pernyataannya: "Demi keutuhan bangsa, demi masa depan umat".
Dari sikap yang secara zhahir negatif, memang sangat sulit untuk bisa melihatnya dalam konteks yang positif. Apakah TGB tengah dizalimi, atau pribadi yang suka menzalimi saudaranya sendiri? Dalam hadis Anas r.a yang diriwayatkan oleh Bukhari disebutkan:
ADVERTISEMENT
انصر أخاك ظالما أو مظلوما
Belalah saudaramu baik dia menzalimi ataupun dizalimi. Membela saudara yang dizalimi dengan menyabarkannya, sedangkan membela saudara yang menzalimi dengan cara menyadarkannya.
Mudah-mudahan TGB bukan sedang berada pada posisi dizalimi, apalagi menzalimi. Beliau sedang mempertaruhkan hidupnya untuk bangsa ini, untuk keutuhan NKRI agar negeri ini tidak tercabik-cabik seperti negera-negara berpenduduk mayoritas muslim lainnya.
Bukankah Allah SWT memberikan kebaikan sesuai prasangka baik hambanya? Wallahu a'lam bish-shawab.