Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Kebijakan Larangan Ekspor CPO Berdampak Terhadap Produsen Sawit Indonesia
6 Juni 2022 15:54 WIB
Tulisan dari Elsa Karin tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Pada tahun 2017, perekonomian Indonesia terus tumbuh pesat, menduduki peringkat terbaik di dunia. Indonesia hanya satu tempat di belakang China. Sektor pertanian memegang peranan yang sangat penting dalam mendongkrak perekonomian Indonesia khususnya di sektor perkebunan. Salah satu yang menjadi perhatian pemerintah di sektor perkebunan adalah kelapa sawit.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), Nilai ekspor minyak sawit pada tahun 2021 lebih tinggi dibanding tahun ini karena seiring membaiknya harga CPO di pasar modal dan meningkatnya harga komoditas pangan. Data menyebutkan nilai ekspor minyak kelapa sawit (Crude Palm Oil/CPO) Indonesia meningkat sebanyak 54,61% pada 2021 dari tahun sebelumnya.
Namun, sejak akhir tahun 2021, masalah kelangkaan dan harga minyak goreng meroket. Kendati pemerintah telah mengeluarkan kebijakan untuk mengatasinya, tetapi pada akhir bulan April 2022 kelangkaan minyak goreng masih tetap ditemukan. Oleh karena itu, Presiden Joko Widodo menetapkan kebijakan larangan sementara ekspor Crude Palm Oil (CPO), Refined, Bleached and Deodorized Palm Oil, Refined, Bleached, and Deodorized Palm Olein, dan Used Cooking Oil.
ADVERTISEMENT
Dengan adanya arahan tersebut, Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi menerbitkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 22 Tahun 2022. Akhirnya peraturan Menteri Perdagangan ini mulai berlaku pada 28 April 2022 sampai kebutuhan bahan baku minyak goreng dalam negeri terpenuhi dan harga minyak goreng curah dikondisi Rp14.000 per liter.
Saat konferensi pers virtual yang dilakukan pada hari Kamis, 28 April 2022, Luthfi tegas mengatakan bahwa kebijakan tersebut memang akan berdampak, tetapi kepentingan rakyat yang paling utama.
Hal tersebut terbukti kurang dari sebulan sejak kebijakan larangan ekspor crude palm oil (CPO) dan turunannya ditetapkan banyak merugikan produsen sawit Indonesia. Bahkan, Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) mengatakan bahwa penyebab kelangkaan minyak goreng dalam negeri bukan karena persediaan, melainkan penegakan hukum kewajiban DMO (Domestick Market Obligations). Larangan ekspor bukanlah solusi yang tepat.
ADVERTISEMENT
Embargo ekspor CPO harus segera dihilangkan agar kebijakan persawitan menjadi lebih baik. Sejak kebijakan larangan CPO ditetapkan, harga tanda buah segar (TBS) milik petani sawit terus menerus turun. Kebijakan tersebut telah merugikan lebih dari tiga juta petani sawit Indonesia. Berdasarkan data dari HKTI, harga TBS di wilayah Sumatera Selatan menurun sekitar Rp500 per kilogram. Sementara pada wilayah Riau, harga TBS juga menurun hingga Rp1.000 per kilogram. Secara umum, penurunan harga TBS terjadi di hampir seluruh daerah dan penurunan harga juga bervariasi antara Rp500 hingga Rp1.500 per kilogram.
Selain harga yang terus menurun, para petani sawit juga terancam tidak bisa menjual hasil panennya karena pengelolaan kelapa sawit dilakukan dalam kurun waktu kurang dari 24 jam, jika lebih dari jangka waktu tersebut akan merusak kualitas kelapa sawit. Alasan lainnya sejumlah pabrik kelapa sawit menolak memberi TBS dari petani karena memilih menggunakan hasil kebun sendiri sehingga kelapa sawit yang tidak digunakan akan rusak dan tertibun. Jadi, kelapa sawit yang sudah rusak tersebut memberikan kerugian yang besar kepada produsen kelapa sawit.
ADVERTISEMENT
Mohammad Faisal selaku Direktur Eksekutif Core Indonesia mengatakan bahwa hal yang perlu dikhawatirkan adalah kerugian Indonesia dari sisi perdagangan sebab akan ada banyak investor yang menarik diri atas ketidakpastian kebijakan CPO di Indonesia dan iklim industri pun dikhawatirkan terganggu.
Lebih lanjut, Head of Plantation Research CGS-CIMB Reasearch, Ivy Ng menyatakan bahwa pelarangan minyak sawit Indonesia yang berkepanjangan dapat menyebabkan penurunan permintaan yang disebabkan oleh harga minyak sawit yang lebih tinggi, serta pasokan minyak sawit yang tidak mencukupi di pasar global.
Pada April 2022 tercatat dalam data Badan Pusat Statistik (BPS) nilai ekspor dan volume crude palm oil (CPO) Indonesia mengalami penurunan lagi. Nilai ekspor hanya mencapai 2,99 miliar dolar AS, atau turun 2,56 persen jika dibandingkan Maret sebelumnya. Sementara volume ekspor turun 10,49 persen dibanding bulan sebelumnya. Gulat Manurung juga menyatakan bahwa potensi kerugian yang dialami petani sawit akibat larangan ekspor CPO yaitu mencapai Rp11,7 triliun hingga akhir April 2022.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan kejadian ini, kebijakan larangan ekspor CPO menyebabkan penurunan yang signifikan terhadap perekonomian Indonesia. Hal ini tentunya berdampak pula kepada masyarakat yang menggantungkan hidupnya di sektor ini. Kebijakan yang seharusnya ditetapkan adalah kebijakan dalam negeri terlebih dahulu untuk mengelola minyak itu sendiri dan menindas para mafia didalamnya. Selain itu juga diberikan peraturan hukum yang mengikat dan tegas agar memberikan efek jera kepada pihak yang bersangkutan.