Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Prabowo, Gibran, dan Kabinet “Gemuk” KMP48
27 Oktober 2024 9:07 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Emilia Kurniasari tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Pada 20 Oktober 2024, Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka resmi dilantik menjadi pemimpin baru Republik Indonesia. Di hari yang sama pada malam hari, Presiden Prabowo mengumumkan susunan lengkap kabinetnya yang bernama Kabinet Merah Putih dan terdiri dari 48 menteri. Jumlah ini membuat akun Instagram Pinter Politik pada 23 Oktober 2024 menyebut kabinet tersebut sebagai KMP48.
ADVERTISEMENT
Banyak pihak menganggap kabinet Prabowo terlalu “gemuk”. Bukan hanya jumlah menteri yang banyak, KMP juga memiliki jumlah wakil menteri (wamen) yang tidak sedikit. Beberapa Kementerian, seperti Kementerian Luar Negeri dan Kementerian Keuangan, bahkan memiliki tiga wamen. Pertanyaan yang muncul kemudian ada tiga hal. Pertama, apakah benar KMP adalah kabinet “gemuk”? Kedua adalah apakah mendesak untuk memiliki hingga tiga wamen di beberapa Kementerian? Lalu pertanyaan terakhir adalah apakah kinerja kabinet sebesar ini akan efektif?
KMP: “Gemuk” atau tidak?
KMP resmi bertugas pada 21 Oktober 2024 hingga 20 Oktober 2029. Dengan total 48 menteri dan 55 wamen, belum lagi dengan 7 utusan khusus dan 7 penasihat khusus, KMP dipandang sebagai kabinet yang terlalu “gemuk”.
ADVERTISEMENT
Bila melansir dari situs Sekretariat Kabinet, terdapat beberapa kabinet terdahulu dengan jumlah total anggota kabinet yang cukup banyak. Pada era pemerintahan Presiden Soekarno, Kabinet Dwikora I memiliki jumlah total anggota kabinet 110 orang. Ada pula Kabinet Dwikora II dengan total anggota kabinet lebih besar, 132 orang. Artinya jika kita menghitung jumlah menteri dan wamen KMP yang totalnya sebanyak 103 orang, jumlah ini masih tidak lebih banyak bila dibandingkan dengan Kabinet Dwikora I dan II. Namun apakah lantas KMP dapat dikatakan tidak “gemuk”?
Sekarang mari kita bandingkan dengan kabinet-kabinet pada era reformasi. Mari kita bandingkan jumlah menterinya saja. Kabinet-kabinet dari era Presiden B.J. Habibie hingga Joko Widodo terdiri dari total 33 sampai 37 orang menteri, sementara KMP memiliki 48 menteri. Kenaikan jumlah menteri ini terbilang cukup signifikan, sehingga pada era reformasi, KMP memang terbilang kabinet “gemuk”.
ADVERTISEMENT
Membengkaknya jumlah Kementerian di era Presiden Prabowo tidak terlepas dari hasil revisi Undang-Undang Kementerian Negara pada bulan September 2024. Pada Pasal 15, terdapat perubahan di mana jumlah Kementerian dapat ditetapkan oleh Presiden sesuai kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan. Sebelumnya, UU ini menetapkan batas maksimal jumlah Kementerian sebanyak 34.
Apakah mendesak memiliki tiga wamen?
Dalam susunan lengkap KMP, terdapat tiga Kementerian yang memiliki tiga orang wamen, yaitu Kementerian Luar Negeri, Kementerian Keuangan, dan Kementerian BUMN. Kemenlu dipimpin oleh Sugiono dan dibantu oleh tiga wamen, yaitu Armanatha Nasir, Anis Matta, dan Arief Hafas Oegroseno. Kemenkeu yang dipimpin kembali oleh Sri Mulyani turut dibantu oleh Thomas Djiwandono, Suahasil Nazara, dan Anggito Abimanyu. Sementara Kementerian BUMN yang dipimpin kembali oleh Erick Thohir dibantu oleh wamen Kartiko Wiroatmojo, Aminuddin Ma’ruf, dan Dony Oskaria.
ADVERTISEMENT
Lalu apakah kehadiran tiga wamen di ketiga Kementerian tersebut merupakan hal yang mendesak? Hingga saat ini, belum ada informasi rinci mengenai tugas spesifik dari masing-masing wamen. Hal ini tentu menimbulkan tanda tanya tentang urgensi jumlah wamen sebanyak itu.
Terlebih lagi, apabila terdapat hal mendesak atau khusus, sesungguhnya Kementerian juga memiliki kewenangan untuk mengangkat staf khusus bila diperlukan. Dengan demikian, KMP semestinya memperjelas mengenai tugas dan wewenang spesifik dari masing-masing wamen agar tidak terkesan hanya menghabiskan anggaran negara untuk menggaji banyak wamen.
Dengan banyaknya jumlah anggota KMP, pertanyaan berikutnya yang muncul adalah seberapa efisien kabinet ini? Menurut Direktur Center for Strategic and International Studies (CSIS), Yose Rizal Damuri, besarnya postur KMP dapat mengakibatkan koordinasi dan eksekusi kebijakan pemerintah menjadi tidak efektif dan lambat. Ketua Departemen Politik dan Ilmu Pemerintahan FISIP UNDIP, Nur Hidayat Sardini, juga sanksi terhadap keefektifan dari kabinet “gemuk” ini. Kemudian ekonom senior Indef, Fadhil Hasan, memandang bahwa KMP dengan formasi yang super “gemuk” ini justru akan menjadi penghambat bagi target pertumbuhan perekonomian Indonesia sebesar 8 persen.
ADVERTISEMENT
Postur kabinet Presiden Prabowo yang terlalu besar memang menimbulkan keraguan dari berbagai kalangan. Keraguan ini muncul terkait dengan seberapa efektif kinerja para menteri dan wamen mengingat koordinasi menjadi harus dilakukan dengan lebih banyak pihak. Hal ini tentu akan memperpanjang proses birokrasi dan menghambat efisiensi birokrasi. Banyaknya jumlah kabinet yang diharapkan dapat membantu akselerasi pencapaian target-target nasional justru cenderung dikhawatirkan menjadi penghambat bagi upaya pencapaian target itu sendiri.