Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
3 Ekspektasi Dosen yang Sulit Dijangkau Mahasiswa
29 November 2024 10:23 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Ahmad Natsir tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Tidak terasa, saya sudah mengajar mahasiswa kurang lebih delapan tahun. Selama rentang waktu tersebut saya menemukan banyak jenis mahasiswa. Mulai dari yang tidak peduli atau tidak serius hingga yang antusias. Saya juga Menemukan suasana kelas yang bermacam-macam, ada suasana yang membuat mood mengajar saya meningkat signifikan, ada yang membuat saya menjadi malas.
ADVERTISEMENT
Untungnya, saya sudah “profesional” untuk menyembunyikan mood saya yang sedang rendah. Sehingga kelas saya selalu tampak bergairah zahiran wa batinan. Karena pernah suatu masa, saat saya masih menjadi siswa, dan harus melakukan praktek mengajar, salah satu kritik pedas yang disampaikan ke saya ialah: “Gerakan guru tidak lazim, buktinya guru bernafas panjang di tengah-tengah mengajar.” Menampakkan wajah lelah adalah haram bagi guru. Hmmm.
Sebelum mengajar, dengan persiapan yang cukup panjang selama liburan semester, saya selalu mengharapkan ekspektasi yang sebenarnya tidak tinggi, hanya bisa meningkatkan gairah mengajar saya setelah persiapan yang panjang itu. Dan, baru-baru ini, lewat sebuah pelatihan dosen, ternyata kami mempunyai keresahan yang sama.
#1 Presentasi dengan tidak membaca makalah
ADVERTISEMENT
Masa liburan kuliah adalah masa sibuk seorang dosen. Dia harus memberikan nilai, melaporkan kegiatan semester yang lalu, serta mempersiapkan materi perkuliahan yang akan datang. Namun, di tengah kesibukan itu, ada dosen yang “bernasib baik” yang ditimpa tugas-tugas administrasi kampus. Seperti borang akreditasi, hingga panitia acara tertentu, wisuda, misalnya.
Dengan segala kesibukan itu, dosen tetap meluangkan waktu hingga membawa pulang pekerjaannya agar materi perkuliahan semester yang akan datang lebih canggih dan up to date. Dengan persiapan ini, tak jarang dosen menginginkan mahasiswa antusias dalam belajar. Minimal, menguasai tugas yang diberikan.
Ekspektasi dosen di atas luntur manakala melihat presentasi yang berjalan hanya membaca makalah yang dia buat, dan seakan presentator tidak memahami apa yang dia sampaikan. Sesimpel pertanyaan pun menjadi lama karena petugas harus mencari dahulu jawabannya, buka-buka makalah, googling, dan lain sebagainya.
ADVERTISEMENT
Plis … Bisa nggak, sih. Kalean siap-siap dulu.
#2 Mengenali materi sebelum diskusi di kelas
Dunia kita sekarang sangat mendukung keterbukaan informasi. Berbagai informasi yang serumit apapun bisa mudah diakses dengan kata perintah, “ChatGPT, tolong jelaskan teori ini dengan bahasa manusia!”
Namun, akses semudah itu nyatanya tidak dipakai oleh para mahasiswa. Kebanyakan hanya menggunakannya saat ujian akhir saja. Ekspektasi dosen sebenarnya sederhana, antusiasme belajar dari para mahasiswa. Dan itu ditandai dengan mahasiswa seenggaknya ada yang tahu lebih dulu sebelum dosennya. Yang, dengan antusiasme ini suasana kelas menjadi hidup, sehingga dosen tidak ragu memberi nilai sempurna kepada para mahasiswa.
#3 Tidak bertanya sesuatu yang jauh di luar materi diskusi kelas
Saat menyampaikan materinya itu terkadang ada mahasiswa yang bertanya. Di situlah sebenarnya kebahagiaan dosen yang selama ini bersembunyi ingin memberontak keluar. Pernah kala itu, setelah saya selesai menyampaikan materi yang menurut saya sangat bagus sekali, (ehm) kemudian banyak mahasiswa yang mengacungkan tangan. Saya bangganya bukan main. Tiba-tiba, “Bapak, kapan pendaftaran KKN-nya dibuka?”
ADVERTISEMENT
Iya, sih, saat itu memang saya ditugaskan sebagai staf di lembaga pengabdian, tapi ya jangan tanya itu sekarang, keles. Mood saya langsung memburuk, tentu saya tetap menjawab pertanyaan itu dengan memasang wajah senyum. Mau bagaimanapun saya adalah “pelayan” mereka.
Atau bahkan mereka belum menemukan dosen yang pas saja. Untuk alasan yang kedua ini saya pura-pura nggak lihat, ya.