Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Gado-Gado Hati
23 Agustus 2018 17:41 WIB
Diperbarui 6 Agustus 2020 13:18 WIB
Tulisan dari Erick Yusuf tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Gado–gado hati, bayangkan judulnya saja sudah tidak jelas. Ya itulah perasaan hati ini. Seperti makanan khas Betawi, gado- gado, kalau di tanah kelahiran saya Bandung namanya lotek. Gado-gado atau lotek adalah makanan yang mencampurkan macam-macam sayur jadi satu. Biasanya pengikat rasanya adalah bumbu kacang. Kadang divariasikan dengan irisan telur, sedikit kentang rebus, mmh yummy. Lho, kok jadi bahas makanan, setop.
ADVERTISEMENT
Hari ini perasaan senang, kagum, bangga, sedih, prihatin, jengkel, kesal, marah, bercampur menjadi satu. Seperti gado-gado atau lotek tersebut. Betapa tidak, kemarin hari kemerdekaan tepat jatuh di hari jum’at. Sebagaimana dulu 73 tahun yang lalu proklamasi kemerdekaan Indonesia jatuh di hari Jum’at, bulan Ramadan. Para founding fathers mengaitkan kemerdekaan ini sangat erat dengan faktor keimanan seakan menegaskan bahwa al Haq mesti ditegakkan di bumi pertiwi.
Lihat saja teksnya, "atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorong keinginan yang luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas maka rakyat Indonesia dengan ini menyatakan kemerdekaannya"…
Allahu Akbar! melayang imajinasi saya ke masa lalu, dahsyat. Maka di hari ini ketika pawai ramai di jalan depan rumah saya, sampai macetnya enggak ketulungan. Saking antusiasnya masyarakat membuat hiasan mobil berbagai bentuk, dari mulai tank baja, sampai kapal laut. Belum lagi kostum-kostum yang menarik, bebunyian yang meriah, sangat semarak sekali.
ADVERTISEMENT
Sepertinya lebih semarak dari tahun kemarin. Dan saya akhirnya rela terjebak di tengah kemacetan tersebut, karena ada tontonan keceriaan masyarakat yang rela juga berpanas-panas beriringan. Demi memeriahkan agustusan, ya demi syiar membangkitkan nasionalisme terutama untuk generasi penerus kita.
Bicara nasionalisme, tidak bisa dipisahkan dengan semangat kesholehan. saya kira boleh jadi sudah tidak konteks lagi lewat doktrin-doktrin seperti zaman saya sekolah dahulu dengan guru-guru yang menceritakan bahwa kita pernah berbudaya adi luhung seperti zaman kejayaan majapahit, sriwijaya candi Borobudur, dan lain sebagainya. Mungkin bisa kita kedepankan dengan pendekatan ulasan siapa H. Mutahar pencipta lagu 'hymne syukur' atau 'mars hari merdeka'. Yang ternyata adalah seorang Habib, yang dikenal sebagai Habib Muhammad Husein al Mutahar, dikenal juga sebagai pendiri paskibraka.
ADVERTISEMENT
Atau dengan mengetahui bahwa di balik proses penciptaan lagu 'Hari Merdeka' ternyata Habib Mutahar sedang berada di toilet hotel di jogja, dan meminta bantuan kepada Pak Hoegeng Imam Santoso (kapolri 1968-1971). Saat itu Pak Hoegeng belum menjadi Kapolri. Pak Hoegeng yang mengambilkan kertas dan ballpoint untuk Habib Mutahar. Negara ini memang dimerdekakan oleh orang-orang sholeh. Ingat pekikan takbir Bung Tomo, resolusi jihad KH Hasyim Asy’ari dan sebagainya.
Bagaimana nasionalisme masa kini? Alhamdulillah sangat terasa ketika ada event akbar Asian Games. Bangga campur haru melihat kemegahan dan keindahan kemasan pembukaan yang sangat terkemas apik. Indonesia dengan kekuatan kebhinekaannya hadir di tengah-tengah bangsa di Asia. Bagaimana tidak, lihat atlet-atlet Indonesia, dari berbagai suku, ras, dan agama bersatu dengan semangat persatuan untuk tujuan yang satu meninggikan harkat martabat bangsa dengan permainan yang sportif.
ADVERTISEMENT
Ingat kemenangan itu bukan yang utama dalam perhelatan olahraga. Tapi bagaimana sportivitas di junjung, upaya yang tak kenal Lelah, dan semangat pantang menyerah ditegakkan itulah karakter bangsa Indonesia. Teriakan “siapa kita… INDONESIA”. Menegakkan bulu kuduk, merinding kita dibuatnya ketika atlet-atlet kita berjuang. Bahkan saya sampai meneteskan air mata ketika atlet bulu tangkis kita mengais poin dari ketinggalan satu persatu sampai meraih kemenangan.
Bagaimana pejuang lapangan hijau sepak bola kita yang membalikan keadaan di akhir pertandingan. Saya mengepalkan tangan dan berteriak INDONESIA. Dengan lantang sambil meneteskan air mata haru, Yaa Rabb, oh sangat indahnya perasaan ini. Sangat bangganya menjadi Bangsa Indonesia. Inilah momen persatuan, kebangsaan, sekaligus nasionalisme.
ADVERTISEMENT
Namun ketika channel berpindah, teringat kembali musibah saudara-saudara kita di Lombok. Gempa yang menghantam berkali-kali di tanah Nusa Tenggara tersebut membuat kita merundukkan kepala, menengadahkan tangan untuk memanjatkan doa. Alhamdulillah ‘ala kulli hal, semua organisasi, komunitas bahkan individu-individu terpanggil untuk mengulurkan bantuan.
Lagi-lagi ujian persaudaraan di hadapan kita, ada satu dua yang berselisih pendapat tentang apakah perlu ditetapkan sebagai bencana nasional atau tidak, berbagai pertimbangan muncul. Ayo bapak-bapak yang lebih mengerti tentang itu segeralah putuskan, selesaikan perdebatan, dan ke sampingkan semua pertimbangan kecuali satu yang paling utama yaitu bantuan kemanusiaan.
Karena untuk saudara kita di Lombok sana yang tertimpa musibah apapun statusnya yang terpenting segera buat koordinasi sinergi yang menyeluruh. Ayo bersegera ulurkan tangan, bergerak untuk menyelesaikan masalah. Kita bersaudara, kita satu tubuh. Jika satu bagian sakit seluruh tubuh merasakannya.
ADVERTISEMENT
Para ulamapun mengarahkan agar di momen spesial hari raya Idul Adha ini kita diajak berdonasi untuk Lombok. Semangat Idul Adha kali ini cukup berbeda. Semangat persaudaraan. Semangat mengirimkan hewan-hewan kurban kita ke Lombok. Menyisihkan kotak-kotak infak masjid ke Lombok. Semua umat muslim Indonesia agar fokus memberikan bantuan yang terbaik untuk saudara kita yang tertimpa musibah di Lombok.
Yaa Rabb mari kita panjatkan doa: “Ina lillahi wa inna ilaihi roji'un, Allahumma ajirni fii musibati wakhluf li khairan minha” (sesungguhnya segala sesuatu berasal dari Allah dan akan kembali pada Nya, Yaa Allah jauhkanlah kami dari musibah dan gantilah menjadi kebaikan darinya). Yaa Rabb satukan hati kami, dengan apa-apa yang terjadi di hadapan kami ini. Jadikan momen hari kemerdekaan, event Asian games, hari raya Idul Adha, bahkan musibah Lombok ini menjadi momen yang membangkitkan persatuan dan mempererat persaudaraan kami bangsa Indonesia. Aamiin
ADVERTISEMENT