Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Konten dari Pengguna
Malaikat dan iblis dalam Diri Diego Maradona
4 Agustus 2020 6:11 WIB
Tulisan dari Erik Fajar Susandi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Jika kita disuruh menyebut siapakah pesepakbola paling kontroversial sepanjang masa mungkin yang terlintas akan menyebut nama nama seperti Luis Suarez, Joey Barton, Roy Kean atau mungkin Mario Balloteli. memang deretan nama nama tersebut tidaklah salah, namun nama nama tersebut tidak ada apa apa jika dibandingkan dengan seorang pesepakbola asal Argentina dia adalah Diego Maradona.
ADVERTISEMENT
Maradona lahir di kawasan kumuh sekitaran distrik Lanus kota Buenos Aires pada 30 oktober 1960. Menurut saya pribadi Tidak ada nama yang lebih fenomenal dan sensasional jika dibandingkan dengan seorang Maradona, kelakuannya yang ajaib dan nyentrik kadang membuat sebagian besar penonton sepakbola geleng geleng kepala dari pesta seks hingga penggunaan obat obatan terlarang semuanya pernah dilakoni. Meskipun begitu dia adalah pesepakbola terbaik yang pernah hadir di muka bumi, bahkan bagi warga Argentina Maradona bukan hanya seorang pahlawan olahraga tapi dia sudah setara dengan Tuhan.
Gol tangan Tuhan hingga Perang Malvinas
Pada 2 april 1982 pemimpin junta militer Argentina Leopoldo Galteri mengirim pasukan guna menganeksasi pulau Falkland dari tangan Inggris, hal ini menjadi awal mula terjadinya Perang Falkland atau Perang Malvinas “merujuk dari penyebutan dalam bahasa spanyol”.
ADVERTISEMENT
Sayangnya keputusan itu menjadi sebuah malapetaka besar, Argentina justru mengalami kekalahan besar pada Perang yang terjadi selama 82 hari, Sebanyak 649 pasukan Argentina tewas dan menyebabkan inflasi melambung hingga 300% dan konon angkanya meningkat lagi menjadi 900%.
Menariknya setelah 4 tahun Perang Malvinas berlalu, Inggris dan Argentina kembali bersinggungan Namun kali ini bukan di medan Perang tapi di babak perempat final piala dunia 1986.
Tentunya pertemuan kedua negara ini membuat dendam dan luka lama kembali naik ke permukaan. Hingga sebagian besar masyarakat Argentina berucap bahwa juara piala dunia 1986 adalah nomor dua, yang utama adalah mengalahkan timnas Inggris. Saking tingginya tensi diluar lapangan membuat para pemain merasa terganggu, Maradona kemudian berujar
ADVERTISEMENT
Ucapan Maradona ini tidak sepenuhnya benar, sebaliknya Maradona justru membawa sesuatu yang lebih mematikan dibandingkan senjata pemusnah massal dan kelak akan selalu diingat sepanjang masa.
Pada menit ke 51, Maradona melakukan penetrasi ke gawang Inggris yang saat itu di jaga oleh Peter Shelton, Maradona lantas melewati pemain-pemain tengah Inggris termasuk Gleen Hoodle. Saat Maradona berada di bibir kotak penalti ia bermaksud melakukan operan satu dua dengan Jorge Valdnao. Steve Hodge yang berada di dekatnya berniat membuang bola, namun sial, bola hasil sapuan tersebut justru mengarah langsung ke kotak penalti sendiri.
Maradona dan Peter Shalton kemudian saling berebut bola di udara, Maradona kemudian meninju bola dan masuk ke gawang yang saat itu kosong. Pada akhir pertandingan Argentina mampu mengalahkan Inggris dengan skor 2-1. Setidaknya Maradona butuh waktu 19 tahun untuk mengakui gol kotornya tersebut.
ADVERTISEMENT
Maradona tak mampu menyembunyikan kegembiraannya, kemudian ia berkata
Masyarakat Argentina pun benar benar larut dalam kebahagiaan setelah pertandingan tersebut, dan sebagian besar masyarakat di Argentina beranggapan bahwa Tuhan turut campur tangan dalam pertandingan tersebut lewat tangan Maradona. Saking melegendanya goal tersebut hingga kini Maradona masih dianggap sebagai Tuhan. bahkan di pinggiran kota Rosario Argentina terdapat sebuah gereja katolik bernama Iglesia Maradonina yang secara khusus ditujukan untuk memuja Maradona.
Kepindahan ke Napoli dan Lingkaran mafia
Setelah menghabiskan waktu 2 tahun yang biasa saja bersama Barcelona, pada tahun 1984 Maradona memilih pergi dan secara mengejutkan dia bergabung dengan Napoli ketimbang Juventus yang juga memiliki hasrat yang sama untuk merekrut Maradona.Transfer ini sesungguhnya sangatlah mengejutkan, Napoli sebenarnya dianggap club Italia dengan reputasi yang tak seberapa jika dibandingkan Juventus.
ADVERTISEMENT
gosip tentang adanya sokongan dana dari mafia Cammora sempat bikin marah sang presiden club Napoli Corrado Ferliano. Namun seperti yang dikatakan Maradona saat awal kedatangannya di kota naples ia sangat tertantang untuk membuat Napoli menyaingi kekuatan kekuatan mapan di Italia.
Seperti yang telah diketahui bersama bahwa Italia terbagi menjadi Italia utara dan selatan. Italia utara diwakili olah turin dan milan sebagai pusatnya baik secara ekonomi dan tentunya sepak bola. Disisi lain Italia selatan justru lebih identik dengan mafia dan kejahatan kejahatan bawah tanah. Pulau Sicilia, Catania, Palermo serta kota naples acap kali dikaitkan dengan stigma sarangnya narkoba.
Sepanjang bersama Napoli Maradona mampu meraih dua titel Serie A pada 1987 dan 1990, serta menjadi juara Uefa Cup (kini Europa League) pada 1988-1989. Namun yang menarik dari Maradona selama berada di Italia bukan melulu soal prestasi di atas lapangan namun juga tentang kehidupannya diluar lapangan. Sejak kepindahannya ke Napoli camorra (organisasi mafia yang berbasis di kota Naples) seakan telah menyeretnya ke dalam lingkaran dunia hitam.
ADVERTISEMENT
Sejak awal proses transfernya ke Napoli diduga mafia sudah ikut campur, gosip yang beredar bahkan uang transfer sebesar USD 13 juta untuk menebus Maradona dari Barcelona didapat dari tangan mafia Camorra. Kedekatan Maradona dengan lingkaran mafia diperkuat dengan beredarnya foto Maradona dengan Guilano yang pada saat itu menjadi petinggi di organisasi Mafia Cammorra.
Semakin Maradona berhubungan dengan Mafia membuat Maradona semakin rusak, selain sering mangkir dari latihan bersama Napoli ia pun disinyalir sering mengonsumsi kokain. Kebiasaan buruk itu membuat Maradona kena batunya pada 1990, Maradona diciduk di bandara Fiumicono atas kepemilikan kokain yang juga diduga berkaitan dengan kelompok Mafia Cammora saat akan kembali ke Napoli. Dalam persidangan di Roma Maradona kemudian divonis 14 bulan penjara. Hukuman Maradona kemudian ditambah 15 bulan saat dia diketahui positif menggunakan doping.
ADVERTISEMENT
Mungkin dari Maradona kita belajar hanya butuh satu moment heroik dalam hidup maka sebesar dan seburuk apapun perilakunya maka semua itu akan termaafkan. meski begitu sehebat apapun Maradona dia tetaplah manusia biasa yang tentunya memiliki sisi baik dan juga sisi buruk. Namun begitu seburuk apapun perilaku seorang Maradona baik di atas ataupun di luar lapangan bagi warga Argentina dia tetap pahlawan dan selamanya akan tetap menjadi Tuhan.