Konten dari Pengguna

Dongeng: Cara Terindah Memupuk Imajinasi Anak

Erlina Maria Intan
Saya adalah mahasiswa aktif di universitas Katolik Santu Paulus Ruteng
4 Desember 2024 14:43 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Erlina Maria Intan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Buku Dongeng Selasa 3 Desember 2024 (Sumber: Dokumentasi Pribadi Oleh Erlina Maria Intan)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Buku Dongeng Selasa 3 Desember 2024 (Sumber: Dokumentasi Pribadi Oleh Erlina Maria Intan)
ADVERTISEMENT
Dongeng sejak dini
Dalam beberapa kumpulan orang, penilaian terhadap sastra pasti mempunyai gambaran perbedaan yang kuat. Kita dan sastra nampaknya dinilai sulit untuk di pisahkan. Dasar yang paling utama untuk menyelamatkan moral dan etika ialah dengan menyapa baik ruang sastra itu sendiri. Dalam hal ini, kita bicara soal orang tua yang pada umumnya akan memperkenalkan segala tradisi kepada anaknya, termasuk dongeng. Dan itulah ciri khas realitas regenerasi. Kita memahami pertumbuhan anak yang baik dengan kesuksesan pemberian makanan bergizi dan keseimbangan Zat-zat tubuh. Orangtua perlu memikirkan hal disamping pertumbuhan fisik yakni pertumbuhan akal yang cerdas. Seorang anak benar-benar perlu di berikan dongeng Cinderella, Kancil, Malin Kundang dan bahkan seluruh kisah fantasi yang pernah ada dengan tujuan rumit yakni membangun ruang imajinasi yang kokoh. Setiap orang akan menilai Kita sebagai generasi yang bobrok dan tidak memahami seni bahasa, dan ini mengacuh pada seberapa sering sastra muncul dan ditawarkan kepada kita sejak dini.
ADVERTISEMENT
Sejak dahulu, setiap orang tua akan merangkul anaknya dimalam hari dan mulai berbasa basi dengan cerita-cerita unik dan mendalam. Ini dijadikan media kedekatan dengan anaknya. Kita bahkan mendengar cerita tentang moral yang hangat dan itu menjadi sangat seru. Dari sana anak-anak memahami arti melakukan kebaikan bahkan bagaimana dunia berjalan. Pada akhirnya, kita dibawa pada perspektif yang luas dan kemapuan membandingkan anak yang hidup dengan sastra begitupun sebaliknya. Ahli dari Nasional Center On Early Childhood Development, teaching and learning menjelaskan bahwa membacakan dongeng untuk anak-anak memperluas jumlah dan variasi kata yang mereka gunakan. Anak-anak yang mendengarkan cenderung duduk diam, mengembangkan rentang perhatian lebih lama, bahkan melatih keterampilan mental dalam menyelesaikan masalah.
ADVERTISEMENT
Sastra dan transisinya.
Setelah melihat kenyataan bahwa sastra benar-benar penting, kita juga perlu melihat lebih dalam bahwa sastra mengalami transisi. Ada banyak hal yang berubah dan berkembang seiring berjalannya waktu. Proses pertumbuhan anak diiringi dengan pertumbuhan sastra. Misalnya saja; dari dongeng menjadi cerita-cerita yang lebih kompleks dan memperkuat pikrian. Harry Potter atau Narnia menawarkan pelajaran moral yang lebih mendalam dan mengacu imajinasi. Orang tua harus mampu mengelompokkan ciri anaknya dan perkembangannya dengan bahan sastra, karena ini adalah pertimbangan yang mutlak. Setidaknya ada satu hal lagi yang menjadi tantangan para orang tua. Apalagi kalau bukan digitalisasi. Transisi sastra ke era digital kiranya telah mengubah cara anak berinteraksi dengan teks sastra. Kehadiran e-book, sastra elektronik, memungkinkan anak-anak mudah untuk mengakses beragam jenis bacaan. Namun, sebetulnya ini adalah tantangan untuk para orang tua yang akan kehilangan kontrolnya terhadap anak. Digitalisasi memang menyenangkan namun anak pasti tidak akan memiliki pengalaman taktil dan sensorik dari buku fisik. Beberapa dongeng bahkan diadaptasi menjadi media interaktif seperti video game. Digitalisasi telah membentuk dongeng menjadi lebih inklusif, dengan akses global dan fitur interaktif yang melibatkan audiens lintas uisa. Bayangkan seluruh elemen tradisional dari cerita asli telah dieksplorasi secara berlebihan. Sastra dampaknya telah dikikis habis dalam waktu yang singkat.
ADVERTISEMENT
Sastra Versus Teknologi
Sepertinya masalah ini sudah menjadi yang paling menyebalkan. Kemajuan teknologi lagi-lagi menggerus habis kita dan kebiasaan dalam menggagungkan sastra apalagi dongeng ini. Anak-anak kini diberikan video YouTube berupa “Baby Shark” yang katanya lebih menyenangkan dan membuat para ibu tenang dalam mengurus anaknya. Apakah ini memberikan dampak positif yang sama dengan keberadaan dongeng? Mereka bahkan tidak mengajak anaknya untuk berbicara sehingga tidak heran jika gangguan fisik dan mental pada anak-anak kini semakin menggila. Laporan dari American Academy of Pediatrics menunjukkan bahwa anak yang terpapar lebih dari 2 jam perhari dengan gadget memiliki resiko keterlambatan bicara sekitar 23%. Mereka juga lebih cenderung memiliki rentang perhatian lebih pendek dan kesulitan berinteraksi sosial. Kenyataan bahwa kita telah dikuasai oleh “Robot Berkedok Video” memang telah terjadi.
ADVERTISEMENT
Sebenarnya, hal yang paling utama dari Pandangan ini adalah keinginan untuk menguatkan dan mempertahankan kita dan sastra. Kita ingin kecerdasan yang matang. Kita ingin generasi yang lebih mantap soal moral dan etis. Kita dan imajinasi adalah dasar keseruan dunia.
Oleh: Erlina Maria Intan