Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Permata Neo-Gotik Surabaya, Gereja Kelahiran Santa Perawan Maria
8 Desember 2024 18:52 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Chatarine Evelyna Paramesti Kirana tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Matahari terus-menerus tanpa lelah mencium kota Surabaya dan sebuah pikiran dan hati yang tenang adalah tujuan saya untuk mengunjungi tempat ini setiap akhir pekan. Tempat ini adalah sebuah Gereja Katolik Roma bernama Gereja Kelahiran Santa Perawan Maria di Surabaya yang terletak di Jalan Kepanjen 4-6, Surabaya. Sebagai gereja tertua di Surabaya, bangunan ini masih berdiri kokoh dengan gaya arsitektur neo-gotiknya. Saya selalu menjadi penggemar arsitektur Eropa dan saya sangat kagum bahwa saya bisa menemukannya di Surabaya. Gereja ini dibangun dengan banyak pilar sehingga tampak seperti menara. Arsitektur Eropa dapat dirasakan mulai dari dinding bata yang terlihat begitu kokoh. Setiap jendelanya menggunakan elemen kaca berbentuk radial yang sering disebut dengan rose window.
ADVERTISEMENT
MENJELAJAHI ARSITEKTUR NEO GOTIK
Saat saya memasuki dalam gereja bersama dengan umat lainnya, lantunan lagu pembuka dari paduan suara menambah suasana tenang dan sakral di dalam gereja. Namun, sangat disayangkan saya datang pada malam hari sehingga tidak dapat melihat cahaya matahari secara langsung yang masuk melalui jendela gereja, yang menurut makna simbolisnya adalah cahaya yang masuk dan menerangi hati para jemaat. Altar gereja memiliki lukisan langit biru dengan awan putih di langit-langit altar.
Bagian dalam gereja cenderung berisi perpaduan warna putih dan emas untuk memberikan kesan megah pada gereja, begitu juga dengan kursi-kursi dan ambo gereja yang menggunakan warna coklat tua. Langit-langit bangunan gereja ini memiliki kubah barel melengkung yang mirip dengan kubah barel pada gaya arsitektur Romawi, yang memiliki bentuk melengkung dan ujung atasnya terlihat sedikit runcing.
ADVERTISEMENT
Selain itu, terdapat lukisan ukiran kayu kisah jalan salib Yesus yang menempel di dinding bagian dalam ruangan.
Salah satu ornamen yang membuat saya menatapnya cukup lama adalah kaca patri yang terdapat di hampir semua dinding di dalam gereja. Kontras warna antara dinding yang berwarna putih dengan warna kaca patri yang cenderung menggunakan warna primer menambah nilai estetika yang memikat mata saya. Ornamen berbentuk 3D ini merupakan ciri khas gaya arsitektur neo-gotik. Ini menciptakan harmoni bentuk dan irama pengulangan yang diadaptasi dari gaya arsitektur Renaisans.
Setelah misa selesai, beberapa orang meninggalkan gereja dan beberapa orang ingin tetap tinggal. Saya dan orang-orang itu pergi ke gua Bunda Maria yang terletak di sisi kanan gereja. Saya terpesona saat masuk ke dalam gua karena betapa megahnya gua tersebut. Gua ini dipenuhi dengan batu-batu besar dengan lampu-lampu berwarna putih kekuningan untuk memberikan suasana yang hangat dan tenang. Saya mengambil lilin, menyalakannya, meletakkannya di depan patung Bunda Maria, dan mulai berdoa. Suara air terjun dengan sentuhan angin yang lembut di wajah saya mampu membuat hati saya tenang.
ADVERTISEMENT
PENINGGALAN BERSEJARAH
Seusai berdoa, saya menghabiskan lebih banyak waktu untuk menjelajahi beberapa tempat yang belum sempat saya kunjungi, jadi saya pergi ke sisi depan gereja. Di sana terdapat penjelasan sejarah tentang gereja ini di sebuah papan besar. Di sana dijelaskan tentang bangunan pertama hingga bangunan kedua yang pembangunannya dimulai pada tahun 1889 dan kemudian diresmikan pada tanggal 5 Agustus 1900. Gereja ini pernah terbakar dan rusak pada tahun 1945 saat terjadi perlawanan rakyat terhadap pasukan Sekutu dan dibangun kembali pada tahun 1950. Satu hal yang sangat menarik adalah bangunan ini dibangun dengan bentuk salib jika kita melihatnya dari atas atau tempat yang lebih tinggi.
Setelah saya menghabiskan waktu sekitar lima menit, saya berjalan ke sisi kiri gereja dan menemukan sebuah benda peninggalan. Benda itu ditempatkan dengan rapi di dalam lemari kaca besar. Ada peralatan misa kuno yang terbuat dari logam berwarna emas, foto-foto para imam, buku-buku misa, mikrofon jadul, Alkitab dan buku-buku sejarah gereja berbahasa Latin yang sudah terbakar, gong, foto-foto pembaptisan gereja yang pertama, serta jubah para imam. Benda-benda yang digunakan gereja Katolik untuk misa dibandingkan dengan sekarang sebenarnya hampir sama, sehingga saya bisa mengenali benda-benda yang diletakkan di sana.
ADVERTISEMENT
Mengusung aspek historis dan arsitektur Romawi, gereja ini merupakan tempat yang cocok untuk merasakan suasana berbeda jika berkunjung ke Surabaya. Semuanya tertata dengan baik dan bersih, bahkan orang-orangnya pun sangat ramah. Gereja ini terletak hampir di pusat kota Surabaya sehingga dapat dijangkau oleh semua orang. Namun, menurut saya tempat ini tidak terbuka untuk semua orang kecuali untuk umat Katolik saja. Jika ingin sekali datang untuk melihat arsitektur dan sejarah di dalamnya, ajaklah teman yang beragama Katolik dan datanglah saat akhir pekan karena biasanya banyak orang yang datang. Setiap gereja di Surabaya sangat ketat terhadap siapapun yang memasuki karena peristiwa buruk yang pernah terjadi di tahun-tahun sebelumnya dan mereka melindungi tempat-tempat seperti ini untuk orang yang beribadah, terutama jika tempat tersebut memiliki sejarah yang luar biasa. Ini adalah pengalaman baru bagi saya untuk datang sebagai warga Surabaya Timur, dan saya akan kembali dengan seluruh keluarga saya pada kesempatan lain.
ADVERTISEMENT
Ditulis Oleh: Chatarine Evelyna