Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Konten dari Pengguna
Kisah Desa Inklusif dari Kulon Progo
2 September 2024 12:48 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Evy Khuriyana tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Belum lama ini saya sedang mencari video untuk contoh best practice pembelajaran tentang pemberdayaan masyarakat kaum marginal. Kemudian sampailah saya pada sebuah tayangan di platform Youtube Program Peduli yang dibuat pada tahun 2015 dengan durasi video empat menit dua detik yang diberi judul “Difabel : Kisah Desa Inklusi dari Kulon Progo, Yogyakarta”.
ADVERTISEMENT
Di deskripsi channelnya tertulis “Program Peduli berupaya mewujudkan inklusi sosial untuk kelompok masyarakat yang mengalami stigma & marjinalisasi”. Menarik dan hangat sekali videonya, saya fikir relate dengan materi yang akan saya bawakan di kelas.
Saya terharu dan mbrebes mili setelah menonton video pendek tersebut. Di video itu diceritakan kisah tentang pemberdayaan warga difabel oleh pemerintah Kecamatan Lendah, Kulon Progo, Yogyakarta, yang diwujudkan secara konkrit melalui bantuan langsung dan alokasi dana dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBD).
Di kecamatan Lendah terdapat 600 warga difabel, ada yang tuna netra, keterbatasan fisik, dan banyak lagi yang lainnya yang tersebar di berbagai desa. Demi mewujudkan inklusi sosial, Pak Camat Sumiran yang juga memiliki keponakan yang tuna netra, terketuk hatinya berupaya memberi kesempatan yang sama bagi seluruh warganya, terutama warga difabel untuk sama-sama membangun desa.
ADVERTISEMENT
Sejak tahun 2013, warga difabel di Kecamatan Lendah mendapatkan bantuan kambing untuk diternakkan secara bergilir, sehingga mereka bisa mandiri, pun dengan kegiatan desa lainnya yang selalu mengikutsertakan mereka. Inilah praktik nyata dari desa inklusif.
Pengertian dan Tujuan Desa Inklusif
Istilah desa inklusif mungkin belum terlalu familiar dibandingkan dengan sekolah inklusif yang sudah mulai menjamur saat ini, namun pada prinsipnya adalah sama. Istilah tersebut merujuk dari Istilah inklusif yang berasal dari bahasa Inggris, yakni inclusion yang berarti sebuah tindakan mengajak atau mengikutsertakan.
Desa Inklusif dapat diartikan sebagai ruang kehidupan dan penghidupan bagi semua warga Desa yang diatur dan diurus secara terbuka, ramah dan meniadakan hambatan bagi warga desa untuk bisa berpartisipasi secara setara dalam pembangunan. Secara singkat, desa inklusif merupakan upaya peningkatan partisipasi warga desa tanpa terkecuali dalam seluruh tahapan pembangunan desa.
ADVERTISEMENT
Tujuan desa inklusif sendiri yakni menciptakan kondisi pembangunan yang memberikan kesempatan dan akses yang luas bagi seluruh lapisan masyarakat (terutama kelompok rentan dan marginal) secara berkeadilan, meningkatkan kesejahteraan, serta mengurangi kesenjangan antar kelompok.
Seperti yang dikisahkan dalam video diatas, bahwa mereka, kaum difabel, tidak minta dikasihani ataupun diistimewakan. Mereka hanya minta untuk dihilangkan hambatannya untuk bisa bermobilitas dan beraktivitas secara sama, setara seperti warga lainnya yang tidak memiliki kekurangan seperti mereka.
Hal ini pun berlaku untuk kaum marginal lainnya seperti kaum perempuan, lansia, anak-anak, dan kaum marginal lainnya. Partisipasi warga desa dalam pembangunan merupakan salah satu hak, seperti yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2024 Tentang Desa, Pasal 4 yang berbunyi “..mendorong prakarsa, gerakan dan partisipasi masyarakat desa untuk pengembangan potensi dan aset desa guna kesejahteraan bersama”.
ADVERTISEMENT
Oleh karena itu, diperlukan kesadaran dari semua pihak, baik dari aparat pemerintah, maupun seluruh lapisan masayarakat untuk bisa sama-sama menumbuhkan sense of belonging terhadap desa, dengan modal sense of belonging inilah harapannya akan tumbuh cinta. Kalau sudah cinta, apapun akan dilakukan.
Strategi Pengembangan Desa Inklusif
Ada beberapa cara yang bisa dilakukan untuk bisa mengembangkan desa inklusif. Cara yang pertama adalah melalui jalan kebudayaan. Artinya adalah dengan penguatan nilai-nilai inklusi sosial sebagai pedoman perilaku warga desa, agar mampu bersikap saling menghormati, menghargai, dan toleransi di tengah perbedaan yang ada.
Kaum marginal itu memang ada diantara kita, di tengah-tengah kita, namun hal itu tidak perlu menjadi sesuatu yang perlu diperdebatkan tentang keberadaannya, perbedaannya, dan sebagainya, justru yang harus dikedepankan adalah bagaimana merangkul dan mengajak mereka untuk sama-sama dalam setiap kegiatan Pembangunan yang dilaksanakan.
ADVERTISEMENT
Jalan berikutnya yaitu jalan demokrasi. Jalan demokrasi ini dilakukan dengan mengikutsertakan warga desa khususnya kelompok marjinal dan rentan dalam proses demokrasi yang ada di desa, sebagaimana konsep demokrasi secara umum, yaitu dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Hal ini berlaku juga untuk kaum marginal dan rentan, mereka memiliki hak dan kewajiban demokrasi yang sama dengan warga lainnya.
Jalan yang terakhir yaitu jalan pembangunan, yaitu upaya tata kelola pemerintahan yang terbuka terhadap partisipasi, keswadayaan gotong royong dan peningkatan kesadaran warga khususnya kelompok marjinal dan rentan dalam proses perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan pembangunan desa.
Keterwakilan kaum marginal dalam proses pembangunan desa masih minim sekali, sebagian besar dari mereka merasa malu, tidak pantas
dan sebagainya, nah frame itulah yang harus dirubah, semua orang boleh dan pantas untuk ikut serta dalam pembangunan tanpa kecuali, itu hak semua warga lho!
ADVERTISEMENT