Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Konten dari Pengguna
Mata Keranjang
20 April 2024 23:32 WIB
·
waktu baca 2 menitTulisan dari ewia ejha putri tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Kita berada dalam aliran kehidupan yang memutar di sekitar poros kompleksitas antara sensualitas, kontrol diri, dan dinamika sosial. Masyarakat yang saya sebut sebagai “mata keranjang” adalah cerminan dari perjalanan yang membingungkan ini, di mana energi seksual melonjak tanpa kendali, menuntun kita pada pertanyaan esensial tentang hakikat manusia dan bagaimana kita memahami diri kita sendiri di tengah arus ini.
ADVERTISEMENT
Mengapa fenomena ini menjadi begitu meresahkan? Pertama, karena kita hidup di dalam dunia di mana seksualitas sering kali dikecam dan dikekang oleh norma-norma moral. Inilah yang mendorong energi seksual kita menuju arah yang tidak tepat, memicu gejolak dalam bentuk pelecehan seksual dan konflik antarpribadi yang merusak.
Kedua, adalah masalah dalam memahami dan mengelola energi kehidupan kita. Terjebak dalam belenggu budaya yang menekan ekspresi seksual atas nama moralitas agama, kita sering kali menemukan diri kita terperangkap dalam siklus akumulasi energi yang meledak dalam bentuk perilaku destruktif dan tidak sehat.
Ketiga, teknologi modern memainkan peran krusial dalam penyebaran pornografi yang meluas. Kendati upaya kontrol telah dilakukan, akses mudah terhadap konten yang merusak tetap menjadi persoalan yang belum terselesaikan
ADVERTISEMENT
Di tengah perbincangan ini, teori kontrol sosial Travis Hirschi menyoroti pentingnya ikatan sosial yang kuat dan komitmen terhadap norma-norma yang dianggap sah. Namun, dalam masyarakat “mata keranjang,” kurangnya kontrol sosial telah menjadikan individu lebih rentan terhadap perilaku yang merugikan.
Untuk melangkah jauh dari kepompong masyarakat “mata keranjang,” kita perlu sebuah revolusi mental yang mencakup pemahaman yang lebih dalam dan pengelolaan yang lebih bijaksana terhadap energi yang ada dalam diri kita. Pertama, kita harus memperluas wawasan tentang berbagai cara untuk mengelola energi kita, dari meditasi hingga ekspresi kreatif seperti seni tari atau musik.
Kedua, adalah pentingnya menggeser paradigma dalam cara kita berbicara dan memahami seksualitas. Diskusi terbuka dan rasional tentang topik ini akan membantu mengurangi stigma dan menghapuskan hipokrisi yang melekat pada ekspresi seksual manusia
ADVERTISEMENT
Ketiga, diperlukan langkah-langkah konkret untuk meningkatkan kontrol terhadap pornografi, sambil memperdalam pemahaman akan martabat manusia dan penghormatan terhadap tubuh sebagai sesuatu yang lebih dari sekadar objek seksual.
Dengan menggabungkan langkah-langkah ini, kita dapat melepas diri dari belenggu pandangan sempit masyarakat “mata keranjang” dan merangkul kesadaran yang lebih dalam tentang energi dan kehidupan. Revolusi mental bukanlah perjalanan yang mudah, tetapi dengan keberanian untuk memperluas batas-batas pemahaman kita, kita dapat melangkah menuju sebuah masyarakat yang lebih inklusif, bijaksana, dan bermartabat.