Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Kebebasan Pers sampai Petrus dalam film Pengabdi Setan 2: Communion
5 Maret 2023 8:54 WIB
Tulisan dari Fadhilah Ahlan Efendi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Pengabdi Setan 2: Communion (2022) adalah kelanjutan dari Pengabdi Setan (2017). Setelah penantian yang cukup panjang para penggemar film horor Indonesia disuguhkan dengan kengerian baru yang Joko Anwar tawarkan dalam Pengabdi Setan 2: Communion (2022). Masih bercerita tentang keluarga Rini (Tara Basro) yang sekarang menempati sebuah rumah susun. Rumah susun tersebut menjadi tempat tinggal baru Rini dan keluarganya pasca kejadian mengerikan yang menyebabkan hilangnya ibu mereka, Marwani Suwono (Ayu Laksmi) dan si bungsu Ian (Muhammad Adhiyat). Rini tinggal bersama bapak, Bahri Suwono (Bront Palarae), Tony (Endy Arfian) dan Bondi (Nasar Anuz).
Kehidupan mereka pada awalnya biasa-biasa saja. Akan tetapi semuanya mulai mencekam setelah ada serangkaian kejadian mengerikan yang menimpa seluruh penghuni rumah susun. Puncaknya ketika rumah susun diberitakan akan diguyur hujan besar dan berpotensi menimbulkan banjir, sehingga penghuni rumah susun diimbau untuk mengungsi dan hanya beberapa orang saja yang masih tinggal di rumah susun itu. Di sinilah petualangan menyeramkan dimulai.
Namun kali ini kita akan berfokus terhadap isu yang Jokan (sapaan Joko Anwar) angkat. Dalam setiap filmnya Jokan selalu mengangkat isu sosial, yang disampaikan melalui tanda dan simbol. Begitu juga dalam Pengabdi Setan 2: Communion (2022). Isu sosial itu dapat kita identifikasi dengan mengamati setiap adegan dan alur cerita dengan saksama. Isu yang pertama kali muncul dalam Pengabdi Setan 2: Communion (2022) adalah terkait kebebasan pers. Pada sebuah adegan Budiman Syaliendra (Egi Fedly) menerima penolakan terhadap berita-berita yang diajukannya ke sebuah redaksi.
Berita yang ditulis oleh Budiman mengungkap kebenaran terkait sebuah sekte kesuburan, disertai dengan berbagai bukti yang kuat. Akan tetapi beritanya dianggap dapat menciptakan kegaduhan di masyarakat, sampai-sampai Budiman harus mencetak majalahnya sendiri, yakni majalah Maya. Majalah Maya ini memuat kebenaran tentang sekte kesuburan yang ia temukan. Melalui adegan ini Jokan menggambarkan betapa masih terbatasnya kebebasan pers untuk berpendapat dan menyuarakan kebenaran.
ADVERTISEMENT
Isu selanjutnya yang ditampilkan dalam Pengabdi Setan 2: Communion (2022) mengenai aborsi. Isu ini Jokan sampaikan melalui teror yang menimpa Tari (Ratu Felisha). Tari digambarkan sebagai seorang “Perempuan Malam”. Hal ini ditunjukan dengan penampilan Tari yang selalu mengenakan pakaian serba pendek dan gaya berbicara yang cenderung kasar dan keras, terlebih Tari juga berprofesi sebagai pemandu karaoke. Tari pertama kali mendapatkan teror dari radio. Teror itu muncul di sela acara radio yang sedang Tari dengarkan. Radio itu mengeluarkan suara anak perempuan yang berkata “Titip salam buat mama saya. Tolong sampaikan, saya sakit. Kuburan saya sempit. Mama, daging saya digigit belatung”.
Teror yang menimpa Tari tak sampai di situ saja. Puncaknya ketika ia sedang mencoba untuk bertaubat dengan mendirikan shalat. Ia diganggu oleh bayang-bayang pocong yang mengelilinginya. Lalu ia dikejar oleh pocong yang mengeluarkan janin dari mulutnya hingga masuk ke tempat pembuangan sampah. Di tempat pembuangan sampah itulah Tari meregang nyawa. Hal ini secara tersirat menunjukan bahwa Tari di masa lalu pernah melakukan sebuah tindakan keji, berupa aborsi.
Isu terakhir yang diangkat dalam Pengabdi Setan 2: Communion (2022) adalah terkait Petrus (Penembakan Misterius). Hal ini mengungkap latar belakang keterlibatan Bahri Suwono, sebagai salah satu anggota sekte kesuburan yang berusaha Budiman ungkap kebenarannya. Ternyata Bahri Suwono telah membunuh banyak orang untuk menghentikan perjanjian yang pernah ia lakukan di masa lalu bersama Mawarni Suwono. Perjanjian itu akan batal dengan memberikan sejumlah tumbal dan tumbal itu harus diambil ibu jarinya untuk dijadikan persembahan kepada Raminom (iblis yang disembah sekte kesuburan). Petrus sendiri adalah sebuah operasi rahasia yang sekaligus menjadi sebuah kejahatan HAM berat yang berlangsung sekitar tahun 1983-1985.
Jokan berhasil mengemas isu sosial ke dalam film-filmya baik secara eksplisit maupun implisit. Keberanian Jokan yang selalu menyelipkan isu sosial dalam filmnya patut diapresiasi. Hal ini membuat Jokan menjadi sutradara yang tidak hanya membuat film yang ciamik, tapi juga memberikan pesan moral dan mengingatkan penonton agar peka terhadap isu-isu sosial.
ADVERTISEMENT