Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Mengenal Ejaan Bahasa Indonesia dari Waktu ke Waktu
5 Maret 2023 5:25 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Fadhilah Ahlan Efendi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Pernahkah anda menjumpai kata Soekarno, Soeharto, Jogjakarta, Soerabaja, Siti Nurbaja, dan Padjadjaran? Kata-kata tersebut lumrah kita temui dalam buku-buku keluaran lama.
ADVERTISEMENT
Cara baca dengan penulisannya pun berbeda kata-kata tersebut dilafalkan Sukarno, Suharto, Yogyakarta, Surabaya, Siti Nurbaya, dan Pajajaran. Mengapa demikian? Hal itu terjadi karena adanya perbedaan ejaan yang digunakan di Indonesia dari waktu ke waktu.
Ejaan pertama yang digunakan di Indonesia adalah ejaan Van Ophuijsen atau Ejaan Lama. Ejaan ini mukanya dipergunakan untuk bahasa Melayu dan kemudian dipergunakan untuk Bahasa Indonesia pada zaman kolonialisme Belanda.
Ejaan ini berlaku sejak tahun 1901-1947. Adapun hal-hal yang diatur dalam ejaan ini diantaranya sebagai berikut. Huruf 'j' dibaca 'y', seperti pada jang, pajah, sajang, huruf 'oe' dibaca 'u', seperti pada goeroe, itoe, Soekarno (kecuali huruf gabungan 'au' tetap ditulis 'au').
Memasuki tahun 1947 di Indonesia berlaku Ejaan Republik (Edjaan Republik atau Edjaan Soewandi). Ejaan ini berlaku sejak tahun 1947-1972. Ejaan ini menggantikan ejaan sebelumnya, yaitu Ejaan Van Ophuijsen. Adapun perbedaan antara ejaan ini dengan ejaan Van Ophuijsen di antaranya sebagai berikut.
ADVERTISEMENT
Huruf 'oe' diubah menjadi 'u', seperti pada goeroe → guru. Pengulangan kata boleh ditulis dengan angka 2, seperti ubur2, ber-main2, ke-barat2-an. Awalan 'di-' dan kata depan 'di' keduanya ditulis serangkai dengan kata yang dihadapkan, seperti 'di' pada dirumah, disawah dan imbuhan 'di-' pada dibeli, dimakan.
Tahun 1972 Ejaan Soewandi ini digantikan dengan 1972 Ejaan Yang Disempurnakan (EYD). EYD merupakan ejaan yang disepakati oleh Indonesia dan Malaysia. Kesepakatan antara Indonesia dan Malaysia menghasilkan Ejaan Baru dan Ejaan Yang Disempurnakan.
Pada tanggal 16 Agustus 1972, berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 57 Tahun 1972, berlakulah sistem ejaan Latin untuk bahasa Melayu ("Rumi" dalam istilah bahasa Melayu Malaysia) dan bahasa Indonesia. Di Malaysia, ejaan baru bersama ini dirujuk sebagai Ejaan Rumi Bersama (ERB).
EYD mengalami perjalanan yang cukup panjang, dengan mengalami 2 kali revisi, yakni Revisi 1987 dan Revisi 2009. Adapun perbedaan EYD dengan ejaan sebelumnya
ADVERTISEMENT
'tj' menjadi 'c' : tjutji → cuci, 'dj' menjadi 'j' : djarak → jarak, 'j' menjadi 'y' : sajang → sayang, 'nj' menjadi 'ny' : njamuk → nyamuk,'sj' menjadi 'sy' : sjarat → syarat, 'ch' menjadi 'kh' : achir → akhir, dan awalan 'di-' dengan kata depan 'di' dibedakan penulisannya. Kata depan 'di' pada contoh di rumah, di sawah, penulisannya dipisahkan dengan spasi, sementara 'di-' pada dibeli, dimakan ditulis serangkai.
Pada tahun 2015 muncul ejaan baru yang dinamakan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI). Ada 5 perbedaan antara PUEBI dengan EYD. Kelima perbedaan tersebut tersebar ke dalam dua sub bab ejaan, yaitu pemakaian huruf dan pemakaian tanda baca. Perbedaan pada huruf di antaranya sebagai berikut.
ADVERTISEMENT
Perbedaan pada diakritik pelafalan vokal [e], pada PUEBI vokal e mempunyai tiga contoh pelafalan yang berbeda.
Selanjutnya adanya penambahan vokal ganda (diftong) tambahan [ei], sehingga terdapat empat diftong , yaitu ai, au, oi, dan ei. Kemudian adanya perbedaan aturan penulisan huruf kapital.
Ejaan sebelumnya menyatakan penulisan huruf kapital digunakan pada huruf awal nama orang, nama gelar kehormatan, keturunan, dan keagamaan. Dalam PUEBI huruf kapital juga digunakan untuk huruf awal julukan, seperti Raja Judi, Putri Kecantikan dan sebagainya.
Masih tentang penulisan huruf, dalam PUEBI terdapat perbedaan dalam aturan penulisan huruf tebal. Dalam PUEBI huruf tebal dipakai untuk menegaskan bagian tulisan yang sudah ditulis miring. Selain itu, huruf tebal juga digunakan untuk menegaskan bagian-bagian karangan, seperti judul buku, bab, dan sub-bab.
ADVERTISEMENT
Sedangkan perbedaan dalam penggunaan tanda baca terjadi pada tanda titik koma (;) digunakan pada akhir perincian yang berupa kumpulan kata dan digunakan untuk memisahkan bagian-bagian perincian dalam kalimat yang sudah menggunakan tanda koma.
Perjalanan PUEBI hanya bertahan beberapa tahun. Sebab tanggal 16 Agustus 2022 lalu Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa kembali menetapkan EYD sebagai ejaan yang digunakan dalam Bahasa Indonesia. Terjadinya perubahan nama ejaan tersebut bukan tanpa alasan. Hal ini disebabkan karena istilah EYD dianggap lebih akrab dengan masyarakat Indonesia.
EYD terbaru atau EYD edisi kelima ini memiliki beberapa penambahan dan perubahan kaidah Bahasa Indonesia. Salah satunya terdapat perubahan kaidah penulisan bentuk terikat yang berkaitan dengan sifat Tuhan, seperti kata Maha Esa, Maha Kuasa, dan lain sebagainya ditulis terpisah sesuai dengan penulisan pada pembukaan UUD dan Pasal 29. Selain itu terdapat perubahan redaksi pada kata “pemakaian” diubah menjadi “penggunaan” dan kata “dipakai” menjadi “digunakan”.
ADVERTISEMENT
Hal lain yang menjadi kebaruan dalam EYD edisi kelima ini adalah penggunaan Istilah serapan bahasa asing. Contoh akhiran -ic (bahasa Inggris) atau -isch (bahasa Belanda) diserap dalam bahasa Indonesia menjadi akhiran -ik. Seperti, Ballistic menjadi Balistik. Akhiran -ical (bahasa Inggris) atau -isch (bahasa Belanda) menjadi imbuhan -is dalam Bahasa Indonesia, seperti logical menjadi logis.
Ejaan terkesan sepele, namun sangat penting untuk perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Oleh sebab itu ejaan perlu diperhatikan dengan saksama. Kira-kira ejaan apa saja yang pernah anda gunakan?