Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Mengenal Sosok Sastrawan-Sastrawan Muhammadiyah
21 Oktober 2024 15:47 WIB
·
waktu baca 13 menitTulisan dari Faiq Sabila tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Sekilas Pengertian Sastra
Sastra adalah karya seni yang menggunakan bahasa sebagai medium untuk menyampaikan gagasan, perasaan, pengalaman, dan nilai-nilai kehidupan (Damono : 1979). Sastra hadir dalam bentuk tulisan atau lisan dan bertujuan untuk memberikan hiburan, inspirasi, serta pencerahan bagi pembaca atau pendengarnya. Bahasa yang digunakan dalam sastra sering kali indah, kreatif, dan memiliki nilai estetika yang tinggi, sehingga mampu menggugah emosi dan imajinasi. Dikatakan juga bahwa Sastra ada ketika Bahasa itu ada.
ADVERTISEMENT
Sastra sendiri terbagi menjadi dua pengertian, yang pertama sastra imajinatif dan kedua sastra non-imajinatif. Sastra imajintafi memiliki kriteria sebagaimana isinya bersifat khayali atau mampu membuat pembaca berkhayal atau berimajinasi, memakai bahasa yang konotatif dan indah, dan memenuhi estika seni. Yang termasuk dalam sastra imajinatif adalah puisi/syair, prosa dan juga drama. Kemudian sastra non-imajinatif yaitu yang lebih menekankan pada aspek secara faktual dan condong menggunakan bahasa denotatif (Wicaksono : 2010). Yang termasuk dalam sastra non-imajinatif adalah khutbah/pidato, esai, artikel, majalah, koran, sejarah, otobiografi, catatan harian, memo, surat-surat.
Sastra dapat mencakup berbagai tema, mulai dari kehidupan sehari-hari hingga isu-isu sosial, politik, dan spiritual. Dalam sastra, penulis berusaha menyampaikan pandangannya terhadap dunia dan mencoba menggambarkan realitas sosial serta kehidupan manusia melalui simbol, metafora, dan berbagai gaya bahasa lainnya. Sastra juga sering kali menjadi cerminan dari kebudayaan dan kondisi sosial masyarakat pada masanya.
ADVERTISEMENT
Sejarah sastra di Muhammadiyah
Sastra dalam Muhammadiyah meski beberapa secara tidak langsung mengatakan bahwa itu dari muhammadiyah atau lebih kepada tokoh-tokoh yang memperkenalkan sastra lewat karya dan tulisanya yang mengandung nilai-nilai dakwah dan religiusitas, yang merupakan ide dan pemikiran yang keluar dari tokoh-tokoh Muhammadiyah.
Pada masa-masa awal berdirinya, Muhammadiyah menggunakan media tulisan sebagai sarana untuk menyebarkan ajaran Islam yang berkemajuan. Majalah-majalah seperti Suara Muhammadiyah menjadi salah satu wadah bagi para penulis untuk mengungkapkan pandangan dan nilai-nilai Islam. Dalam majalah-majalah ini, banyak dimuat tulisan-tulisan berupa puisi, cerita pendek, dan esai yang mencerminkan pemikiran Islam yang inklusif dan progresif.
Sebelum berlanjut membahas tentang sejarah sastra di Muhammadiyah dan tokoh-tokoh para sastrawanya, kita perkenalkan apa saja sastra yang ada di Muhammadiyah dari jenisnya. Sebagaimana pengertian sastra diatas, Muhammadiyah memiliki majalah yang sejak awal berdirinya sudah dijadikan sebagai media penyampaian dakwah Muhammadiyah sejak tahun 1915 atau 1333 H. Kemudian dalam hal persuratan misalnya, Muhammadiyah memiliki arsip yang telah terinventarisasikan sebanyak 1,6 ML yang etrsimpan rapi di Depo G lantai 5 ANRI yang merupakan bagian arsip yang diserahkan oleh BAD Provinsi Jawa Tengah. Kemudian arsip hasil akuisisi Subdit Akuisisi III tahun 2014 sebanyak 2,2 ML yang disershkan oleh PP Muhammadiyah Yogyakarta kepada ANRI tahun 2014. Penyerahan arsip tersebut tertuang dalam Berita Acara Serah Terima Arsip Muhammadiyah No. : 359/I.0/A/2014 dan KN.00.02/111/2014.
ADVERTISEMENT
Kondisi arsip tersebut dalam kondisi baik namun ditemukan juga beberapa dalam keadaan rapuh termakan usia. Selain itu terdapat pula beberapa arsip yang sudah tidak jelas lagi tulisanya. Secara bahasa, arsip Muhammadiyah hampir keseluruhan berbahasa Indonesia, namun ada juga yang menggunakan bahasa Inggris, bahasa Belanda, bahasa Arab, serta bahasa daerah. Contoh arsip dalam bahasa arab yang saya temukan adalah Surat-surat dari PP Muhammadiyah kepada kedutaan kerajaan Arab Saudi tahun 1974 terdapat dua lembar, kemudian surat-surat antara PP Muhammdiyah di Jakarta dengan Arabic Teaching Institute in Indonesia Kingdom of Saudi Arabia The Islamic University of Imam Muhammad Ibn Saud di Jakarta tahun 1981. Arsip-arsip tersebut tentunya sangat berguna untuk kajian sejarah dan juga sastra bagi pemikat disiplin ilmu sejarah dan juga sastra khususnya.
ADVERTISEMENT
Sastra di Muhammadiyah terbilang cukup banyak jika diteliti lebih cermat lagi, bukan hanya pada aspek sastra imajinatif saja, tetapi sastra non-imajinatif yang mana bagi pemikat jurusan budaya dan sastra khususnya, untuk kebutuhan mengkaji manuskrip atau arsip bahkan sastra dalam Muhamamdiyah jangkauanya sangatlah luas. Belum lagi kita diperkenalkan berbagai macam teori untuk mengkajinya seperti teori Analisi Wacana kritis atau Psikologi Linguistik atau kajian Semiotika-Hermeneutika untuk urusan sastra non-imajinatif seperti majalah, koran, pidato, surat-surat dan lainya. Atau bisa juga dalam hal sastra imajinatif ada banyak sekali teori sastra yang bisa dipakai untuk mengkajinya seperti teori sosiologi sastra, teori psikologi sastra, teori poskolonialisme sastra dan lain sebagainya yang bisa diterapkanpada novel-novel Buya Hamka, novel-novel Hanum Salsabila Rais atau Cerpen-cerpen karangan Mohammad Diponegoro.
ADVERTISEMENT
Meskipun demikian, para sastrawan Muhamamadiyah yang nantinya akan disebutkan dibawah, tidak semua bahkan mereka tidak serta merta mengatakan diri bahwa mereka Sastrawan Muhammadiyah. Namun dikatakan sastrawan Muhammadiyah karena kedekatan mereka dengan Muhammadiyah dan peran serta sumbangsihnya kepada Muhammadiyah.
Sastrawan Muhamamdiyah dan karya-karyanya
Kalangan sastrawan di Muhammadiyah terbilang cukup banyak apalagi kalau kita melihatnya menurut kacamata pengertian sastra diatas, namun disini saya akan mengupas setidaknya sastrawan Muhammadiyah yang memiliki pengaruh besar atau yang kita kenal dari zaman awal berdirinya hingga sekarang. Mungkin saya lebih memaparkan dari aspek sastra imajinatif beserta karya-karyanya dan juga genre sastranya.
Abdul Karim Malik Amrullah (Buya Hamka)
Beliau merupakan ulama sekaligus sastrawan besar yang dimiliki oleh bangsa Indonesia khususnya dikalangan Muhammadiyah sendiri. Karya beliau yang paling terkenal adalah Tafsir Al-Azhar yang beliau tulis ketika didalam penjara selama dua tahun dan merupakan karyanya yang memberikan sumbangsih terbesar bagi keilmuan literature di Indonesia khususnya. Karya sastra pertama yang beliau tulis adalah Chatibul Ummah yang berisi kumpulan pidato-pidato yang beliau dengar selama di surau jembatan besi saat bekerja di sebuah majalah. Tercatat dalam waktu 57 tahun, beliau telah malahirkan setidaknya 84 buah karya. Beberapa karyanya yang berupa sastra imajinatif jenis prosa yaitu novel-novelnya yang telah melegenda dan banyak dikaji.
ADVERTISEMENT
Pertama ada novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck yang terbit tahun 1938. Novel ini memicu kontroversi karena dianggap memiliki unsur yang menyeleneh yang tidak umum pada zamanya. Padahal isi dari novel ini adalah tentang mengkritik isu atau adat perkawinan paksa masyarakat minangkabau. Novel ini juga mendapat respon yang kurang baik dari beberapa sastrawan pada zamanya termasuk Pramudya Ananta Toer yang mengatakan kalau novel ini menjiplak atau plagiasi dari novel Al-Manfaluti. Meskipun memiliki nilai keterpengaruhan yang cukup besar, namun beberapa tahun setelahnya cendekiawan Prof Azyumardi Azra mengatakan kalau novel Buya Hamka bukanlah sebuah plagiat. Kedua adalah novel Merantau ke Deli tahun 1939 yang menggunakan gaya bahasa Buya sendiri tanpa perubahan redaksinya. Tak jauh berbeda dengan novel sebelumnya, sastra ini menceritakan tentang isu perkawinan campuran yang dilakoni oleh perempuan Jawa yang beekrja di Deli bernama Poniem dengan laki-laki minang bernama Lemin. Namun takdir berkata lain yang mengharuskan Lemin menikahi wanita minang juga. Ketiga adalah novel Dibawah Lindungan Ka’bah yang terbit tahun 1938 hingga diangkat ke layar lebar pada tahun 1977. Novel ini juga mengangkat kisah percintaan pemuda bernama Hamid dengan perempuan bernama Zainab, namun dasar penceritaan novel ini mengandung nilai-nilai islam dibanding tema modern. Keempat novel Tuan Direktur yang juga terbit tahun 1939 mencerminkan tentang pandangan Hamka terkait dunia islam dan ditulis berdasarkan sebagian pengalamannya dalam bepergian. Novel ini mencerminkan nilai islam tentang kesederhanaan, bagaimana cara menghindari nafsu dengan harta benda, dengan tokoh utamanya bernama Jasin dan Jazuli yang juga mengangkat tema berlatar belakang Surabaya sebagai pusat kota dizaman Hindia Belanda. Kelima adalah Novel Terusir menceritakan tokoh bernama Mariah yang termaki-maki dan tertindas oleh suaminya bernama Azhar. Novel ini dalam pandangn teori Feminisme cukup menarik untuk dikaji karena terdapat aspek penindasan terhadap perempuan dan perjuanganya untuk melawan penindasan itu.
ADVERTISEMENT
Karya novel lainya yang juga menarik seperti Ditepi sungai Dajlah, Dari Perbendaharaan Lama, Ayahku, merupakan novel yang menarik untuk dibaca. Kebanyakan novel beliau memang mengangkat isu-isu sosial yang ada dan dibawakan dengan penceritaan romantisme, namun sarat akan nilai-nilai islam yang ingin Hamka sampaikan didalamnya. Adapun karya lainya yaitu berupa Sejara Umat Islam dan Tasawuf Modern yang tak kalah menariknya.
Taufik Ismail
Beliau merupakan sastrawan penyair aktif yang hidup di era angkatan 66 dan juga seorang aktifis Muhammadiyah yang memimpin Lembaga Seni dan Budaya Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Diketahui K.H Abdul Ghafar Ismail adalah seorang ulama Muhammadiyah terkmuka dan ibunya bernama Tinur Muhammad Nur. Puisi-puisi yang beliau sampaikan selau berlandaskan islam dan pada tahun 2016 beliau mendapatkan penghargaan dari presiden Tanda Kehormatan Bintang Budaya Parana Dharma. Ismail lahir di di Bukittinggi tahun 1935 dan dibesarkan di kota Pekalongan.
ADVERTISEMENT
Karya-karya beliau lebih menjurus kepada puisi-puisi ketimbang novel atau prosa seperti Hamka. Diantara karya tulis beliau adalah Tirani tahun 1966, Benteng tahun 1966, Sajak Ladang Jagung tahun 1974, Prahara Budaya tahun 1995, Ketika Kata Ketika Warna tahun 1995, Seulawah : Antologi Sastra Aceh tahun 1995, Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia tahun 1998, Dari Fansuri ke Handayani tahun 2001, dan Horison Sastra Indonesia, empat jilid meliputi Kitab Puisi (1), Kitab Cerita Pendek (2), Kitab Nukilan Novel (3), dan Kitab Drama (4) tahun 2002.
Kebanyakan karya beliau berupa puisi yang diantaranya yaitu “Kita adalah Pemilik Sah Republik Ini” (1966), “Mencari Sebuah Mesjid” (Jeddah, 1988), “Kembalikan Indonesia Padaku” (Paris, 1971), “Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia” (1998). “Dengan Puisi, Aku…” (1966), “Doa” (1966)“Seorang Tukang Rambutan Pada Istrinya” (1966), “Pengkhianatan Itu Terjadi Pada Tanggal” (1966), “Malam Sabtu” (1966), “Rendez - C Vous” (1966), “Bendera Laskar” (1966), “La Strada, Atau Jalan Terpanggang Ini” (1966), “Silhuet” (1965), “Bukit Biru, Bukit Kelu” (1965), “Persetujuan” (1966), “Bagaimana Kalau” (1966), “Dari Catatan Seorang Demonstran”, “Yayasan Ananda, Jakarta,” (1993), “Refleksi Seorang Pejuang Tua” (1966), “Oda Bagi Seorang Sopir Truk” (1966), “Takut 66, Takut 98” (1998), “Kalian Cetak Kami Jadi Bangsa Pengemis” (1998), “Ketika Burung Merpati Sore Melayang”, “Yang Selalu Terapung Di Atas Gelombang” (1998), “Syair Empat Kartu Di Tangan” (1988), “Bayi Lahir Bulan Mei” (1998), “Ketika Sebagai Kakek di Tahun 2040, Menjawab Pertanyaan Cucumu” (1998), “Presiden Boleh Pergi, Presiden Boleh Datang” (tidak disebutkan tahunya), “Sembilan Burung Camar Tuan Yusuf” (tidak disebutkan tahunya), “Cape Town, 26 April 1993.”, “Adakah Suara Cemara” (1973), “Kopi Menyiram Hutan” (1988).
ADVERTISEMENT
Adapun bagi para kritikus sastra, teori yang dibilang tepat untuk mengkaji sastra berjenis puisi diatas adalah teori Struktural, Semiotika, teori Hermeneutika, teori sosiologi sastra dan teori psikologi sastra.
Prof. Kuntowijoyo
Dalam khazanah keilmuan di Indonesia khususnya disiplin keilmuan sejarah, namanya tak asing lagi. Beliau merupakan cendekiawan muslim yang juga mengajar di Universitas Gadjah Mada, dan meninggalkan gagasan besar bagi pengembangan ilmu sosial di Indonesia, melalui idenya tentang Ilmu Sosial Profetik (ISP). Gagasan tersebut memberi pengaruh besar terhadap corak perkembangan keislaman di Indonesia. Ayahnya yang merupakan aktifis Muhammadiyah, sehingga ia hidup dalam lingkungan religius agamis khususnya nilai-nilai Muhammadiyah dan juga ia masuk dalam struktural PP Muhamamdiyah saat itu.
Selama hidupnya, Kuntowijoyo juga mendapatkan banyak penghargaan karena sumbangsihnya dalam keilmuan, diantaranya Penghargaan Sastra Indonesia dari Pemda DIY (1986), Penghargaan Kebudayaan ICMI (1995), Satyalancana Kebudayaan RI (1997), ASEAN Award on Culture and Information (1997), Mizan Award (1998), Kalyanakretya Utama untuk Teknologi Sastra dari Menristek (1999), FEA Right Award Thailand (1999), Hadiah Sastra dari Majelis Sastra Asia Tenggara (Mastera) atas novel Mantra Pejinak Ular (2001).
ADVERTISEMENT
Karya-karya kuntowijoyo banyak baik dalam bidang sejarah maupun sastra. Diantara karya sejarahnya yaitu Dinamika Umat Islam Indonesia (1985), Budaya dan Masyarakat (1987), Radikalisasi Petani (1993), Pengantar Ilmu Sejarah (1995). Dan diantara karyanya dalam bidang sastra adalah cerpen-cerpen berjudul Lelaki yang Kawin dengan Peri, Pistol Perdamaian, dan Anjing-anjing Menyerbu Kuburan yang terpilih sebagai cerpen terbaik Kompas berturut-turut pada 1995 hingga 1997. Juga ada kumpulan puisinya yang berjudul Makrifat Daun-daun Makrifat tahun 1991 yang menceritakan pengalaman keagamaanya. Karya lainya yaitu Kereta yang Berangkat Pagi Hari (Novel tahun 1966), Rumput Danau Bento (Drama tahun 1969), Tidak Ada Waktu Bagi Nyonya Fatma (Drama tahun 1972), Barda dan Cartas (Drama tahun 1972), Topeng Kayu (Drama tahun 1973), Khotbah di Atas Bukit (Novel tahun 1976), Impian Amerika (Novel tahun 1998), Hampir Sebuah Subversi (Antologi cerpen tahun 1999), Isyarat (Antologi puisi tahun 1976).
ADVERTISEMENT
Sosok cendekiawan, intelektual yang membawa angin segar bagi pembaharuan di Muhamamdiyah khususnya dan juga seorang sastrawan dan sejarawan ini, meninggal dalam usia 61 tahun 2005.
Abdul Hadi Wiji Muthari
Beliau adalah salah satu seorang pendiri Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah yang sezaman dengan Djazman Al-Kindi. Dijuluki sebagai sastrawan sufistik karena mengangkat tema-tema sosial-budaya yang berbeda-beda seperti agama, dan citra diri. Pembawaan gaya bahasanya yang khas dan pembawaan ceritanya yang personal sehingga menjadikan sastranya cerminan dari dari apa yang dimiliknya didalam jiwa dan realita sosialnya.
Sastrawan sufistik yang merupakan keturunan Tiongkok yang menetap di Sumenep ini, juga mempunyai karya sastra yang terkenal yaitu “Mereka bilang aku China”. Kumpulan puisinya yang lain juga seperti Riwayat (1967), Terlambat di Ujung Jalan (1968), Laut Belum Pasang (1972), Cermin (1975), Meditasi (1976, 1982), Tergantung pada Angin (1977), Anak Laut Anak Angin (1983), Madura: Luang Prabhang (2006), Pembawa Matahari (2002), Tuhan Kita Begitu Dekat (2012). Ada juga karya-karya terjemahan sastra syair klasik lainya seperti Sastra Sufi: Sebuah Antologi (1985), Ruba'yat Omar Khayyam (1987), Kumpulan Sajak Iqbal: Pesan kepada Bangsa-Bangsa Timur (1986), Pesan dari Timur: Muhammad Iqbal (1987), Rumi dan Penyair (1987), Faust I (1990), Kaligrafi Islam (1987), Kehancuran dan Kebangunan (1987), Hamzah Fansuri: Risalah Tasawuf dan Puisi-puisinya (1995).
ADVERTISEMENT
Abdul Hadi merupakan salah satu sastrawan besar Indonesia yang memberikan pengaruh yang besar terhadap dunia sastra Indonesia. Ia temasuk dalam pengarang yang memperkenalkan karya-karya personal dan berani dalam dunisa sastra Indonesia saat itu. Karya-karyanya termasuk dalam karya kontemporer yang banyak digemari pemuda sastra saat itu yang mengangkat isu-isu sosial dan kehidupan sehari-hari.
Mohammad Diponegoro
Adalah seorang komandan laskar Hisbullah yang kemudian banting stir menjadi soerang sastrawan, beliaulah Mohammad Diponegoro atau sapaanya pak Dipo. Diponegoro pernah menjabat sebagai Wakil Pemimpin Redaksi Suara Muhammadiyah dan juga soerang pendiri Teater Muslim di Yogyakarta. Namanya mungkin kurang sepopuler seperti Danarto dan Umar Khayam, tetapi ia memiliki ciri tersendiri dalam penyampain lewat puisi dan naskah dramanya.
ADVERTISEMENT
Julukan yang melekat pada dirinya adalah Insyinyur Cerpen karena ia tidak hanya mengabdi pada satu bidang ilmu saja tetapi mampu merangkum mejadi satu multidimensional. Nilai-nilai religius yang dibawanya tampak dalam beberapa karyanya seperti dalam cerpen-cerpen karanganya. Diantara cerpenya yaitu Odah dan Cerita lainya tahun 1986 yang merupakan kumpulan dari 14 cerpenya. Judul-judul cerpen yang ternagkum dalam antologinya sangat membawakan nilai religiusitas seperti judul Istri sang Medium, Bubu Hantu, Persetujuan dengan Tuhan, Potret Seorang Prajurit, Komandan, Penatap Matahari, Kakek Dawut yang tak terkalahkan, Lelaki yang dipanggil Buhlul, dan juga cerpen Catatan seorang Narapidana.
Selain karya cerpen-cerpenya yang mengangkat nilai-nilai agama lewat penggambaran isu kemanusian, perang, dan perjuangan, terdapat juga novel dan naskah drama yang terkenal yaitu novel Siklus dan drama Iblis. Novel Siklus adalah satunya-satunya novel yang ia tulis yang juga mengangkat nilai agama dan memenagkan hadiah penghargaan sayembara mengarang roman yang diadakan oleh panitia buku internasional tahun 1973 di Jakarta. Kemudian naskah drama Iblis yang menjadi pementasan pertama sekaligus lahirnya sanggar teater muslim Yogyakarta. Naskah yang mula-mula ditulis dalam majalah Budaja tahun 1961 dan kemudian dijadikan bentuk buku oleh Pustaka Panjmas tahun 1983. Naskah drama ini menceritakan tentang keimanan nabi Ibrahim yang mendapat wahyu Tuhan untuk menyembelih anaknya Ismail.
ADVERTISEMENT
Sebagaimana dalam tulisan Budi Hastono yang tertuang dalam opininya di Muriamu.id, dijelaskan sastrawan Muhammadiyah lainya yaitu seperti Ahmad Djuwahir Anom Wijaya yang merupakan seorang Muhammadiyah di Banjarnegara yang pernah memacapatkan 30 juz Al-Quran dalam Sekar Sari Kidung Rahayunya. Ada juga seperti Musthofa W. Hasyim dengan beebrapa cerpen dan puisi menyelenenhnya. Atau bisa juga kita katakan Hanum Salsabila Rais yang merupakan anak kedua dari pasangan Amin Rais dan Kusnasriyati Sri Rahayu, yang juga merupakan novelis kontemporer yang telah banyak menghasilkan karya diantaranya 99 Cahaya dilangit Eropa, Hanum dan Rangga, Iam Sahraza, Bulan Terbelah dilangit Amerika, Berjalan diatas Cahaya, Faith and The City, Dibalik bulan terbelah dan juga karya lainya Menapak jejak Amin Rais : Persembahan sang putri.
ADVERTISEMENT
Itulah sederet sastrawan-sastrawan yang dimiliki dan lahir dari rahim Muhammadiyah. Tulisan ini hanyalah mengupas sebagian dari banyaknya sastrawan-sastrawan Muhammadiyah diluar sana yang masih belum penulis deteksi. Masih sangat memungkinkan untuk ditambahkan bilamana dipandang untuk diberi masukan dan saranya. Karena penulis mendapati masih minimnya tulisan yang mengangkat tentang sastra, sastrawan dan Muhammadiyah.
Sumber Referensi :
https://muriamu.id/sejarah-dan-genre-sastra-muhammadiyah/
https://muhammadiyah.or.id/2022/06/memperkuat-kemuhammadiyahan-dan-dakwah-melalui-karya-sastra/
https://muhammadiyah.or.id/2021/03/buya-hamka-ulama-sastrawan-tanah-melayu/
https://web.suaramuhammadiyah.id/2016/08/17/penyair-muhammadiyah-taufik-ismail-dapat-bintang-budaya-parana-dharma/
https://ensiklopedia.kemdikbud.go.id/sastra/artikel/Mohammad_Diponegoro