Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Konten dari Pengguna
Makna Asas Ius Curia Novit
12 Juni 2024 6:59 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Fairuz Najwa Sahara tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Menurut Yahya Harahap dalam Hukum Acara Perdata tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian dan Putusan Pengadilan, ius curia novit bermakna hakim dianggap mengetahui semua hukum sehingga pengadilan tidak boleh menolak memeriksa dan mengadili perkara.
ADVERTISEMENT
Prinsip Ius Curia Novit
Prinsip ius curia novit ini juga ditegaskan dalam Pasal 10 UU Kekuasaan Kehakiman dengan ketentuan sebagai berikut:
1) Pengadilan dilarang menolak untuk memeriksa, mengadili, dan memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas, melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya.
2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak menutup usaha penyelesaian perkara perdata secara perdamaian.
Lebih lanjut Yahya Harahap menerangkan bahwa hakim sebagai organ pengadilan:
1. Dianggap memahami hukum
2. Oleh karena itu harus memberi pelayanan kepada setiap pencari keadilan yang memohon keadilan kepadanya;
3. Apabila hakim dalam memberi pelayanan menyelesaikan sengketa, tidak menemukan hukum tertulis, hakim wajib menggali hukum tidak tertulis untuk memutus perkara berdasar hukum sebagai orang yang bijaksana dan bertanggungjawab penuh kepada Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, masyarakat, bangsa dan negara.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan adagium ius curia novit atau curia novit jus, hakim dianggap mengetahui dan memahami segala hukum. Dengan demikian, hakim yang berwenang menentukan hukum objektif mana yang harus diterapkan (toepassing) sesuai dengan materi pokok perkara yang menyangkut hubungan hukum pihak-pihak yang beperkara dalam konkreto.
Oleh karena itu soal menemukan dan menerapkan hukum objektif, bukan hak dan kewenangan para pihak, tetapi mutlak menjadi kewajiban dan kewenangan hakim. Para pihak tidak wajib membuktikan hukum apa yang harus diterapkan, karena hakim dianggap mengetahui segala hukum.
Prinsip ius curia novit atau curia novit jus ini pada dasarnya hanya teori dan asumsi. Dalam kenyataannya anggapan itu keliru, karena bagaimanapun luasnya pengalaman seorang hakim, tidak mungkin mengetahui segala hukum yang begitu luas dan kompleks. Namun, adagium itu sengaja dikedepankan untuk mengokohkan fungsi dan kewajiban hakim agar benar-benar mengadili perkara yang diperiksanya berdasarkan hukum, bukan di luar hukum.
ADVERTISEMENT
Yahya Harahap juga menerangkan bahwa adagium ini mengandung sisi negatif berupa arogansi dan kecerobohan. Timbul perasaan super, dan menganggap sepi kebenaran hukum objektif yang dikemukakan para pihak, dan merasa dirinya tahu segala hal dengan alasan, hakim paling tahu segala hukum.
Padahal yang menyangkut hukum bisnis yang berkenaan dengan transaksi berskala Internasional, barangkali pengetahuan hakim sangat terbatas. Menghadapi hal yang demikian, hakim harus berani membuang jauh-jauh perasaan super, dan mau menerima dasar-dasar hukum yang dikemukakan para pihak agar putusan yang dijatuhkan tidak menyimpang dari ketentuan dan jiwa hukum objektif yang sebenarnya.
Dengan kata lain, berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa asas ius curia novit atau curia novit jus itu berarti hakim dianggap mengetahui semua hukum sehingga pengadilan tidak boleh menolak memeriksa dan mengadili perkara.
ADVERTISEMENT