Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
[Cerpen] Jalan Setapak
22 November 2024 18:49 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Kathy Sunhendra Jap (Fairytale) tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Cerita ini murni adalah fiksi dan dari imajinasi penulis. Jika ada kesamaan tokoh, tempat atau kejadian, semua hanyalah kebetulan semata.
ADVERTISEMENT
Ttd, Fae.
*****
Bulu kuduk Rini merinding saat melewati jalan setapak menuju rumah barunya. Jalanan tersebut minim pencahayaan dan banyak tempat pembuangan sampah sehingga selain menyeramkan, jalan tersebut juga menguarkan aroma yang menyakitkan hidung siapapun yang melewatinya. Rini baru saja pindah ke rumah barunya sekitar sebulan yang lalu dan tidak pernah melewati jalan setapak itu saat malam hari. Sialnya, hari itu Rini harus mengerjakan tugas kelompok yang akan dikumpulkan besok sehingga dia pulang jam tujuh malam.
Harusnya di perkotaan jam tujuh malam masih ramai dengan orang lalu lalang namun tidak dengan jalan setapak yang sedang dilewati Rini. Sedari rumah teman sekelompoknya, jalanan masih ramai dengan manusia-manusia yang lalu lalang, namun, ketika sampai di jalan setapak ini, tidak ada satu manusiapun yang tampak. Jangankan manusia, kucing-kucing liar yang biasanya sering berada di tempat pembuangan sampah tidak satupun berada di sana.
ADVERTISEMENT
Sunyi.
Hanya kata itu yang mampu menggambarkan jalan setapak yang sedang dilewati Rini malam itu. Bahkan anginpun enggan berhembus di jalan tersebut. Rini mempercepat langkahnya agar segera sampai di rumah.
Langkah Rini terhenti saat merasakan semilir angin dingin yang melewati tengkuknya. Posisi Rini berdiri sekarang ada di bawah tiang listrik yang lampunya sudah tidak menyala. Sekeliling Rini gelap dan hanya cahaya bulan yang memancarkan sinarnya malu-malu memberikan sedikit penerangan yang tidak terlalu membantu. Angin yang melewati tengkuk Rini tadi membuatnya kaku tidak bergerak. Kakinya terasa sangat berat. Rini hanya bisa berucap dalam hati.
Aduh cobaan apa lagi ini. Malah merinding pula.
Rini berusaha mengenyahkan pikiran anehnya dengan mengusap tengkuknya menggunakan tangan kanan sedangan tangan kirinya memegang erat tali tas bahu yang dibawanya. Badannya semakin gemetar saat dia merasakan ada seseorang yang berdiri di belakangnya. Tidak ada bayangan yang terlihat namun Rini tahu ada seseorang, atau mungkin sesuatu, ada di belakang tubuhnya. Keringat dingin mengucur deras membasahi punggungnya.
ADVERTISEMENT
Walaupun takut, Rini memberanikan diri menoleh ke belakang. Samar-samar terlihat sesosok bayangan menyerupai manusia berdiri agak jauh di belakang sana menghindari cahaya lampu jalan yang memang sangat resup. Rini tidak tahu itu siapa dan tidak mau tahu. Dia kembali meluruskan pandangannya ke depan dan bersiap untuk melangkah lagi walau dengan kaki yang masih gemetaran.
Setelah berjalan sekitar lima belas langkah, Rini dengan takut-takut menoleh lagi ke belakang. Bayangan tersebut masih berdiri dengan jarak yang sama dengan pertama kali Rini melihatnya.
Apa dia mengikutiku?
Hatinya tidak tenang karena takut kalau bayangan yang dilihatnya adalah penjahat yang ingin merampoknya. Dia kembali berjalan sambil menghitung langkahnya. Setelah berjalan sekitar dua puluh langkah, Rini kembali menolehkan kepalanya dan melihat bayangan itu masih di sana dan jaraknya sama sekali tidak berbeda dengan sebelumnya, seolah bayangan itu mengikuti setiap langkahnya dan berhenti saat dia berhenti juga.
ADVERTISEMENT
Duh siapa sih itu. Mana masi sepuluh menit lagi baru bisa sampai ke rumah. Ngapain juga papah sama mamah pindah ke daerah sini. Kan serem.
Rini berbicara sendiri sambil bergidik. Setelah berdoa dalam hati, dia melanjutkan langkahnya tanpa meoleh ke belakang lagi. Rini melangkah cepat, hampir berlari, dan akhirnya sampai di depan pagar rumahnya. Halaman yang disulap mamahnnya menjadi kebun bunga terlihat terang benderang dan Rini menghembuskan napas lega.
Dia membuka gembok pagar lalu menguncinya lagi. Saat menoleh untuk berjalan ke depan pintu rumah, lampu halaman yang terang benderang tiba-tiba mati sehingga keadaan menjadi agak gelap. Penerangan hanya berasal dari cahaya bulan yang masih malu-malu memancarkan sinarnya. Rini menoleh ke belakang dan meihat sosok bayangan itu masih ada. Rini sudah hampir menangis lalu memutar kepalanya ke depan.
ADVERTISEMENT
Saat memutar kepalanya ke depan, pandangan Rini bertemu dengan sosok yang sangat menyeramkan. Kepala sosok itu mengeluarkan asap seolah habis terbakar, matanya melotot, seluruh tubuhnya gosong dan mengelupas serta mengeluarkan bau gosong bercampur amis dan bau busuk yang menyengat.
“Se…se…se…SETAAAANNNNN.”
Setelah berteriak seperti itu, pandangan Rini gelap dan dia pingsan di halaman rumahnya sendiri. Lampu halaman kembali menyala terang benderang menyinari tubuh Rini yang terkapar lemas di atas tanah yang becek.