Konten dari Pengguna

Media Berguguran: Tantangan Komunikasi di Era Digital

Bung Fai
Peneliti Lembaga Pendidikan Politik Dignity Politica / Magister Ilmu Komunikasi Politik Universitas Muhammadiyah Jakarta
26 Desember 2024 13:20 WIB
·
waktu baca 12 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Bung Fai tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Oleh : Faisal
(Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Pamulang / Peneliti Lembaga Pendidikan Politik Dignity Politica)
Ilustrasi by : Bung Fai
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi by : Bung Fai
Fenomena bergugurannya media elektronik seperti ANTV dan Net TV menjadi indikasi perubahan besar dalam ekosistem komunikasi massa. Tidak hanya terkait dengan kerugian finansial dan utang, masalah ini juga mencerminkan pergeseran signifikan dalam pola konsumsi media. Media konvensional, seperti televisi dan radio, menghadapi tantangan eksistensial di tengah dominasi era digital. Artikel ini menganalisis fenomena ini melalui perspektif ilmu komunikasi.
ADVERTISEMENT
1. Pergeseran Pola Konsumsi Media
Seiring dengan pesatnya perkembangan teknologi internet dan perangkat digital, pola konsumsi media di Indonesia telah mengalami perubahan besar. Audiens kini lebih memilih platform digital yang menawarkan fleksibilitas, aksesibilitas, dan pengalaman yang lebih personal dibandingkan dengan media konvensional seperti televisi dan radio. Berdasarkan survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), penetrasi internet di Indonesia mencapai 78,19 persen pada 2023, setara dengan 215.626.156 jiwa dari total populasi sebesar 275.773.901 jiwa (APJII, 2023). Data ini mencerminkan bahwa media digital telah menjadi kebutuhan pokok bagi mayoritas masyarakat.
Dalam konteks teori komunikasi massa, fenomena ini dikenal sebagai displacement effect, yang menunjukkan bagaimana media baru menggantikan peran media lama (McCombs, 2004). Televisi, yang dulu menjadi pilihan utama untuk hiburan dan informasi, kini beralih fungsi menjadi perangkat untuk mengakses layanan streaming seperti Netflix, YouTube, dan Disney+. Laporan We Are Social (2023) mencatat bahwa 72% pengguna internet di Indonesia lebih memilih menonton konten melalui layanan streaming dibandingkan siaran televisi tradisional. Perubahan preferensi ini mengakibatkan penurunan jumlah penonton televisi secara signifikan, yang berdampak langsung pada daya tarik televisi sebagai medium iklan.
ADVERTISEMENT
Perubahan ini tidak hanya berdampak pada penurunan audiens media konvensional tetapi juga menciptakan tantangan baru bagi industri media. Pengiklan kini lebih memilih platform digital seperti Instagram, TikTok, dan Google Ads yang menawarkan kemampuan untuk menargetkan audiens secara spesifik menggunakan algoritma berbasis data. Hal ini menempatkan televisi dan radio dalam posisi yang sulit, karena mereka harus bersaing dengan platform digital yang mampu memberikan hasil yang lebih terukur dan efisien. Selain itu, generasi muda yang merupakan segmen audiens terbesar cenderung lebih menyukai konten yang interaktif dan personal, yang sulit ditawarkan oleh media tradisional.
Tren ini juga memperlihatkan adanya perubahan dalam cara audiens mengkonsumsi informasi dan hiburan. Media digital tidak hanya menyediakan kemudahan akses, tetapi juga mendukung gaya hidup multitasking yang semakin umum di era modern. Konsumen dapat mengakses berbagai jenis konten kapan saja dan di mana saja melalui perangkat pribadi mereka. Kondisi ini mendorong media konvensional untuk melakukan adaptasi strategis, seperti mengintegrasikan layanan digital dan mengembangkan konten yang lebih relevan bagi audiens. Tanpa transformasi ini, media konvensional akan semakin kehilangan relevansinya dalam lanskap komunikasi yang terus berubah.
ADVERTISEMENT
2. Tantangan dalam Adaptasi Digital
Sebagian besar media konvensional, khususnya televisi dan radio, terlambat dalam mengadopsi digitalisasi, meskipun telah jelas terlihat adanya pergeseran besar dalam kebiasaan konsumsi media. Mereka sering kali gagal untuk merespons perubahan kebutuhan audiens, yang kini lebih memilih konten yang bersifat on-demand dan interaktif. Audiens masa kini menginginkan kebebasan untuk memilih dan mengakses konten kapan saja dan di mana saja, sesuai dengan preferensi pribadi mereka. Dalam konteks ini, teori uses and gratifications yang dikemukakan oleh Katz, Blumler, dan Gurevitch (1974) menjelaskan bahwa audiens kini tidak lagi hanya menjadi penerima pasif informasi dari media massa, melainkan mereka aktif memilih media yang dapat memenuhi kebutuhan spesifik mereka, seperti hiburan, informasi, atau interaksi sosial.
ADVERTISEMENT
Contoh nyata dari ketertinggalan media konvensional dalam beradaptasi dengan perkembangan digital adalah keterbatasan inovasi dalam program televisi. Banyak program televisi yang disajikan masih terkesan homogen dan tidak beragam, dengan format yang cenderung monoton dan kurang relevan dengan keinginan audiens muda yang lebih dinamis. Program-program yang ada sering kali tidak mampu memenuhi keinginan audiens untuk konten yang lebih personal, relevan, dan berbasis pengalaman individual. Sebaliknya, platform digital seperti TikTok, Instagram, dan YouTube menyediakan konten yang jauh lebih fleksibel, interaktif, dan dapat disesuaikan dengan preferensi audiens, terutama bagi generasi muda. Hal ini menjadikan platform-platform tersebut lebih menarik karena audiens dapat mengakses tayangan yang lebih relatable dan sesuai dengan gaya hidup mereka.
Perbedaan yang mencolok ini semakin memperlihatkan ketidakmampuan media konvensional untuk beradaptasi dengan cepat terhadap tren baru. Sebagai contoh, program televisi sering kali bersifat statis dan hanya mengandalkan satu arah penyampaian informasi, sementara kreator konten di platform digital mampu menciptakan interaksi dua arah melalui komentar, live streaming, dan kolaborasi antara pengguna. Pengguna media sosial juga dapat memberikan feedback secara langsung melalui like, share, atau komentar, menciptakan hubungan yang lebih intim antara pembuat konten dan audiens. Keunggulan ini tidak hanya membuat konten lebih menarik, tetapi juga memberi kesempatan kepada audiens untuk menjadi bagian dari proses produksi media itu sendiri, yang semakin meningkatkan keterlibatan mereka.
ADVERTISEMENT
Dengan berfokus pada pengalaman audiens yang lebih terpersonalisasi, platform digital menjadi pilihan utama bagi mereka yang ingin lebih dari sekedar menonton tayangan. Mereka menginginkan konten yang mampu beradaptasi dengan dinamika kebutuhan mereka. Selain itu, keberagaman konten yang tersedia di platform-platform tersebut juga mendorong kebebasan dalam memilih jenis hiburan atau informasi yang sesuai dengan minat pribadi. Hal ini tidak hanya menjawab kebutuhan audiens, tetapi juga mendorong pertumbuhan pesat media digital, yang kini menjadi ancaman serius bagi keberlangsungan media konvensional jika tidak segera beradaptasi dengan perubahan tersebut.
3. Pasar Iklan yang Beralih ke Media Sosial
Media sosial kini menjadi pilihan utama bagi pengiklan karena kemampuannya menawarkan data yang lebih akurat dan strategi pemasaran yang lebih efektif. Dalam teori agenda-setting (McCombs & Shaw, 1972), media massa dulunya memiliki kekuatan untuk membentuk opini publik dengan menentukan isu-isu penting yang harus diperhatikan. Namun, seiring dengan fragmentasi audiens di dunia digital, kekuatan tersebut telah bergeser ke platform media sosial. Media sosial tidak hanya mampu menjangkau audiens dalam skala besar tetapi juga menyediakan analitik secara real-time yang memungkinkan pengiklan memahami pola perilaku dan preferensi pengguna. Dengan pendekatan ini, media sosial memberikan kontrol lebih besar kepada pengiklan untuk menentukan strategi komunikasi yang relevan dan sesuai dengan target pasar.
ADVERTISEMENT
Keunggulan utama platform media sosial terletak pada algoritmanya yang canggih, seperti yang digunakan oleh Facebook, Instagram, dan Google Ads. Algoritma ini memungkinkan pengiklan untuk menargetkan audiens secara spesifik berdasarkan demografi, minat, lokasi geografis, hingga perilaku daring mereka. Kemampuan ini sangat berbeda dengan televisi, yang meskipun memiliki jangkauan luas, tidak bisa menyasar target audiens tertentu dengan presisi. Akibatnya, efisiensi iklan televisi semakin berkurang karena pesan yang disampaikan sering kali tidak relevan dengan sebagian besar penonton. Sebaliknya, iklan di media sosial mampu menjangkau audiens yang lebih kecil tetapi lebih terfokus, sehingga menghasilkan tingkat konversi yang lebih tinggi.
Fenomena ini mencerminkan perubahan besar dalam lanskap periklanan, di mana fokus telah bergeser dari media massa tradisional ke strategi digital berbasis data. Bagi pengiklan, media sosial menawarkan fleksibilitas, efisiensi biaya, dan kemampuan untuk mengukur hasil kampanye secara instan. Dengan meningkatnya pengguna media sosial di seluruh dunia, tren ini diperkirakan akan terus berkembang. Namun, media tradisional seperti televisi masih memiliki peluang untuk beradaptasi, misalnya dengan mengintegrasikan pendekatan digital atau menawarkan paket iklan multiplatform yang memadukan jangkauan luas dengan presisi berbasis data. Hanya dengan inovasi semacam ini, media konvensional dapat bertahan di tengah dominasi pasar iklan oleh platform digital.
ADVERTISEMENT
4. Dampak Sosial dari Runtuhnya Media Elektronik
Runtuhnya media elektronik membawa dampak sosial yang signifikan, terutama dalam hal ketenagakerjaan. Ribuan pekerja media telah kehilangan pekerjaan mereka akibat pemutusan hubungan kerja (PHK) massal yang melanda industri ini. Sebagai contoh, PHK di ANTV pada akhir 2024 menjadi sorotan publik, mencerminkan tantangan finansial yang dihadapi oleh media konvensional di era digital (Tempo.co, 2024). Kasus ini hanyalah salah satu dari banyak insiden serupa yang terjadi di berbagai perusahaan media, menciptakan tekanan sosial yang besar terhadap para pekerja, mulai dari jurnalis hingga kru produksi. Situasi ini tidak hanya memengaruhi individu yang kehilangan mata pencaharian, tetapi juga keluarga mereka yang bergantung pada pendapatan tersebut.
Dalam perspektif communication for development, media konvensional memainkan peran penting dalam mendukung pembangunan sosial melalui penyebaran informasi yang edukatif dan berimbang. Ketika media ini berguguran, terdapat risiko berkurangnya keberagaman informasi yang tersedia bagi masyarakat. Platform digital, meskipun lebih mudah diakses, cenderung didominasi oleh konten sensasional dan viral yang sering kali tidak mendalam (Postman, 2005). Tren ini dapat menyebabkan penurunan kualitas diskursus publik karena masyarakat lebih sering terpapar informasi yang bersifat hiburan daripada yang bersifat mendidik atau kritis.
ADVERTISEMENT
Runtuhnya media elektronik juga mengganggu ekosistem media secara keseluruhan, di mana kontrol atas informasi semakin terkonsentrasi pada platform digital besar seperti Google dan Meta. Menurut Newman et al. (2022), platform ini cenderung memprioritaskan algoritma yang menguntungkan secara komersial daripada nilai-nilai jurnalistik tradisional, seperti akurasi dan integritas. Akibatnya, ruang untuk jurnalisme investigatif yang mendalam semakin menyempit, sementara isu-isu yang kompleks atau kontroversial sering kali diabaikan. Hal ini menciptakan tantangan bagi demokrasi, di mana akses terhadap informasi yang berkualitas menjadi salah satu pilar utamanya.
Ke depan, perlunya strategi untuk mempertahankan nilai-nilai jurnalistik dalam era digital menjadi semakin mendesak. Salah satu solusi yang diusulkan adalah kolaborasi antara media konvensional dan platform digital untuk menciptakan model bisnis yang mendukung produksi konten berkualitas tinggi. Selain itu, pemerintah dan organisasi masyarakat sipil dapat mengambil peran lebih aktif dalam mendukung keberlanjutan media, misalnya melalui kebijakan insentif atau dana hibah untuk jurnalisme independen. Dengan langkah-langkah ini, diharapkan dampak sosial negatif dari runtuhnya media elektronik dapat diminimalkan, sekaligus mendorong terciptanya ekosistem informasi yang lebih inklusif dan beragam.
ADVERTISEMENT
5. Strategi untuk Bertahan
Untuk bertahan di tengah disrupsi yang terjadi di industri media elektronik, transformasi strategis sangat dibutuhkan. Salah satu langkah pertama yang harus diambil adalah digitalisasi konten. Media elektronik harus beralih ke platform digital dan menyediakan layanan on-demand, yang memberikan fleksibilitas kepada audiens untuk mengakses konten kapan saja dan di mana saja (Newman et al., 2022). Peralihan ini akan memungkinkan media untuk tetap relevan di era digital, di mana audiens semakin menginginkan pengalaman yang lebih personal dan terkontrol atas apa yang mereka konsumsi. Selain itu, platform digital menawarkan potensi besar untuk menjangkau audiens yang lebih luas dan beragam.
Selanjutnya, segmentasi audiens menjadi kunci dalam mengembangkan konten yang tepat sasaran. Media elektronik perlu mengidentifikasi kebutuhan spesifik audiens mereka dan menciptakan program yang relevan serta menarik bagi kelompok-kelompok audiens tersebut. Pemahaman mendalam tentang demografi dan preferensi audiens dapat membantu media untuk menciptakan konten yang lebih berkualitas dan mendalam, yang sesuai dengan perkembangan tren dan minat masyarakat saat ini. Melalui segmentasi yang tepat, media dapat memastikan keberlanjutan mereka di pasar yang semakin kompetitif.
ADVERTISEMENT
Kolaborasi dengan kreator konten juga menjadi strategi yang sangat efektif. Dengan bekerja sama dengan kreator konten digital yang sudah memiliki basis penggemar yang besar di platform seperti YouTube, Instagram, dan TikTok, media dapat menarik perhatian audiens muda yang cenderung lebih suka konten yang personal dan interaktif. Integrasi konten kreator ini memungkinkan media elektronik untuk menghasilkan tayangan yang lebih autentik dan sesuai dengan preferensi generasi muda yang semakin terbiasa dengan format digital. Kerja sama semacam ini juga dapat memperluas jangkauan audiens media, meningkatkan keterlibatan, dan membangun komunitas penggemar yang setia.
Penggunaan teknologi data menjadi aspek krusial lainnya dalam bertahan. Dengan memanfaatkan analitik data yang canggih, media elektronik dapat memahami perilaku audiens dengan lebih baik. Data ini dapat digunakan untuk mengoptimalkan penargetan iklan, meningkatkan kualitas konten, dan mengidentifikasi tren yang sedang berkembang. Pengiklan, yang kini lebih mengutamakan efektivitas kampanye, semakin tertarik pada platform yang mampu menyediakan data real-time dan analisis mendalam tentang audiens mereka. Oleh karena itu, media yang mampu memanfaatkan teknologi data dengan baik akan lebih unggul dalam menarik perhatian pengiklan dan meningkatkan pendapatan iklan. Teknologi ini juga memberi media keunggulan kompetitif dengan memungkinkan mereka untuk beradaptasi lebih cepat dengan perubahan preferensi audiens.
ADVERTISEMENT
Kesimpulan
Fenomena media berguguran menjadi cerminan nyata dari urgensi adaptasi dalam menghadapi perubahan lanskap komunikasi yang sangat dinamis. Dalam perspektif ilmu komunikasi, perubahan pola konsumsi media oleh audiens mendorong media elektronik untuk tidak hanya memahami kebutuhan baru ini, tetapi juga meresponsnya secara strategis dan inovatif. Era digital menuntut media untuk mampu menyediakan konten yang bersifat fleksibel, personal, dan interaktif, sesuai dengan preferensi audiens yang kini semakin terfragmentasi. Gagal beradaptasi hanya akan mempercepat kemunduran media konvensional, yang pernah menjadi pilar utama dalam penyebaran informasi.
Digitalisasi telah menciptakan kompetisi yang sangat ketat antara media konvensional dan platform digital. Media konvensional tidak hanya menghadapi tantangan dari sisi teknologi, tetapi juga dari sisi konten yang harus relevan dan menarik bagi generasi muda. Dalam hal ini, penting bagi media untuk tidak sekadar mempertahankan format lama, tetapi melakukan inovasi yang mampu menggabungkan nilai tradisional dengan pendekatan modern. Media yang gagal memenuhi ekspektasi ini akan semakin kehilangan daya tarik di mata audiens dan pengiklan, yang kini lebih memilih platform digital dengan potensi interaktivitas yang tinggi.
ADVERTISEMENT
Lebih jauh lagi, keberlanjutan media konvensional tidak hanya bergantung pada transformasi teknologi, tetapi juga pada kemampuan untuk menyesuaikan model bisnis mereka. Media perlu mencari cara untuk mendiversifikasi pendapatan, seperti melalui kemitraan dengan platform digital, pengembangan layanan streaming, atau monetisasi konten melalui langganan dan iklan berbasis data. Dengan demikian, transformasi yang tepat tidak hanya akan memungkinkan media bertahan tetapi juga membuka peluang baru untuk berkembang dalam ekosistem komunikasi modern.
Jika tidak ada upaya serius untuk melakukan transformasi ini, media konvensional berisiko kehilangan relevansi sepenuhnya. Mereka akan terpinggirkan dalam arus komunikasi global yang didominasi oleh inovasi digital. Pada akhirnya, media yang tidak mampu beradaptasi hanya akan menjadi bagian dari sejarah komunikasi massa, mengingatkan kita pada era ketika perubahan tidak disikapi dengan strategi yang memadai.
ADVERTISEMENT
Referensi
APJII. (2023). "Laporan Penetrasi Internet Indonesia 2023."
Katz, E., Blumler, J. G., & Gurevitch, M. (1974). "Uses and Gratifications Research."
McCombs, M. E., & Shaw, D. L. (1972). "The Agenda-Setting Function of Mass Media."
Newman, N., Fletcher, R., Schulz, A., Andi, S., Robertson, C. T., & Nielsen, R. K. (2021). Reuters Institute digital news report 2021. Reuters Institute for the study of Journalism.
Postman, N. (2005). "Amusing Ourselves to Death."
We Are Social. (2023). "Global Digital Report."