Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Bopong Lumbung Pangan
9 Februari 2022 11:25 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Faisal Djabbar tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Presiden Joko Widodo (Jokowi), sekitar awal 2020, merencanakan program pengembangan lumbung pangan (food estate) nasional di beberapa wilayah di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Salah satu lokasi lumbung pangan ditargetkan di Kabupaten Kapuas dan Kabupaten Pulang Pisau, Provinsi Kalimantan Tengah, seluas berturut-turut 20.704 hektar dan 10.000 hektar. Dalam waktu dua tahun ke depan diharapkan luas lumbung pangan di kedua daerah itu bertambah menjadi 148.000 hektar.
Kebijakan Presiden Jokowi ini hendaklah dilihat sebagai kehendak negara untuk membangun ulang sektor pertanian dan pangannya. Jokowi barangkali paham kalau budaya bercocok-tanam yang rancak dan tertib berkaitan dengan kemampuan sebuah bangsa mencapai kesejahteraannya. Meskipun, Jokowi mengatakan bahwa tujuan pembangunan lumbung pangan nasional ini adalah dalam rangka mengantisipasi kekurangan pangan di negeri ini.
Beliau menunjuk Menteri Pertahanan Prabowo Subianto mengawal pelaksanaan program lumbung pangan tersebut. Penunjukan ini mungkin terkesan ganjil, karena agenda pembangunan lumbung pangan pada dasarnya berhubungan erat dengan sektor pertanian sebagai tata cara memproduksi pangan. Dengan begitu, pengampu program ini seyogianya Menteri Pertanian.
ADVERTISEMENT
Tapi, isu pangan senyatanya memang tak hanya soal produksi di sektor pertanian, melainkan juga terkait produksi pangan yang bersumber dari kawasan perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, perairan-kelautan. Di samping itu, perkara pangan berkenaan pula dengan agenda pasca-panen, pengolahan, distribusi, dan konsumsi pangan itu sendiri.
Oleh sebab itu, pemilihan Menteri Pertahanan sebagai pelaksana program lumbung pangan nasional barangkali bersinggungan dengan kehendak Presiden Jokowi untuk menjalankan agenda keamanan dan ketahanan pangan. Jadi, lumbung pangan tak cuma memproduksi pangan, melainkan pula melindungi hak masyarakat atas pemenuhan kebutuhan pangan.
Berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan, yang dimaksudkan dengan keamanan pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia, dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia, serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, sehingga aman untuk dikonsumsi.
ADVERTISEMENT
Dalam UU Pangan itu pula, ketahanan pangan didefinisikan sebagai kondisi terpenuhinya pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau, serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan.
Kebijakan lumbung pangan setidaknya dapat dilihat dari dua sisi
Satu, sebagai sebuah kebijakan pemerintah untuk mengatasi kelangkaan pangan di dalam negeri, program pengembangan lumbung pangan nasional ini perlu mendapatkan dukungan. Hal ini karena selama beberapa dekade terakhir sektor pertanian dan pangan kerap terpinggirkan.
Dengan begitu, diharapkan negara dapat kembali fokus kepada usaha yang sesungguhnya merupakan basis pertumbuhan ekonomi riil bangsa ini. Kegiatan bercocok-tanam adalah sektor yang mampu bertahan di masa apa pun, baik di kurun waktu normal maupun saat krisis. Petani dan nelayan, sebab itu, harus didukung karena mereka sudah lama terlupakan dan terlindas oleh arus modernitas.
ADVERTISEMENT
Dua, berbeda dengan poin satu di atas, apabila pemerintah ingin menggiatkan kembali produksi pangan lokal, sejumlah kendala yang selama ini melilit atau menghambat pengembangan sektor pertanian dan sektor lainnya yang serupa wajib dibenahi oleh pemerintahan Presiden Jokowi.
Kendala-kendala yang berpotensi menghalangi di antaranya adalah perbaikan pola penyaluran subsidi pupuk, serta membebaskan masyarakat untuk mengembangkan jenis benih atau bibit pangannya sendiri, sehingga tidak bergantung pada perusahaan benih.
Lalu, pemerintah juga perlu memerhatikan penerapan larangan alih fungsi lahan sawah. Selain itu, pemerintah harus pula menentukan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) atas hasil panen pangan petani di tingkat yang wajar supaya petani bersemangat berproduksi lagi. Dan, yang urgen, adalah pentingnya pengurangan izin kuota impor pangan, hingga nantinya diharapkan pangan lokal sanggup mendominasi konsumsi pangan di dalam negeri.
ADVERTISEMENT
Yang memunculkan pertanyaan dari program lumbung pangan ini adalah apakah infrastruktur pendukung, seperti irigasi, pupuk, benih, prasarana dan sarana pertanian lainnya, sudah tersedia? Siapakah nanti yang akan menggarapnya? Jenis pangan apakah yang akan ditanam?
Penyediaan prasarana dan sarana pertanian merupakan aspek penting, karena tanpa bantuan alat-alat tersebut takkan ada kegiatan pertanaman pangan. Di samping itu, pemenuhan prasarana dan sarana pertanian oleh pemerintah tentu saja harus dipenuhi lewat proses pengadaan barang dan jasa yang tepat. Hal ini karena jumlah uang untuk pembeliannya relatif besar, sehingga potensi kecurangan (fraud) atau mal-administrasi, atau korupsi, sangatlah besar pula.
Kemudian, mungkin pemerintah, dalam hal ini Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, sudah memikirkan siapa-siapa saja yang akan mengolah lahan pertanian itu, karena ini lahan di luar lahan milik petani, sehingga bila petani sekitar atau petani di lain wilayah diminta dengan bayaran tertentu untuk menggarapnya, lahan mereka sendiri akan terbengkalai.
ADVERTISEMENT
Oleh karena itu, kecil kemungkinan petani yang memiliki lahan akan bersedia memenuhi tawaran pemerintah. Lain halnya bila itu ditawarkan kepada petani penggarap atau buruh tani. Tapi, karena itu lahan pemerintah, menurut saya, kesulitannya ialah pada kesinambungan pengolahan lahan itu sendiri, kecuali jika lahan-lahan itu dibagikan merata kepada para petani setempat.
Lantas, jenis pangan seperti apa yang akan ditanam? Dugaan saya, disebabkan ini adalah lahan datar, sebagian besar mungkin akan ditanami padi. Situasi ini pada dasarnya menjadi sebuah dilema, karena kebutuhan pangan masyarakat, selain beras, adalah jagung, kedelai, gula, bawang merah, bawang putih, garam, dan sebagainya.
Walhasil, di luar aspek-aspek di atas, bagi saya, akan lebih jitu dan mudah jika pemerintah memaksimalkan saja lahan-lahan petani yang sudah ada dan telah sekian puluh tahun digarapnya. Caranya adalah dengan menyediakan kebutuhan petani akan benih, pupuk, dan prasarana dan sarana pertanian, membangun irigasi di sekeliling lahan, pemerintah membeli produk panen petani dengan harga bersaing, dan mengoptimalkan kembali Badan Urusan Logistik (BULOG) sebagai pengelola persediaan pasokan pangan, pelaksana distribusi, dan pengendali harga pangan.
ADVERTISEMENT
Terakhir, sesuai amanah UU Pangan, pemerintah justru mempunyai pekerjaan rumah untuk membentuk dan memaksimalkan Badan Pangan Nasional, yang tugasnya menetapkan kebijakan, melakukan koordinasi, dan melaksanakan kegiatan terkait pangan di Indonesia. Artinya, kita berharap Badan Pangan Nasional bisa mendukung program lumbung pangan nasional ini.
Jadi, kita berharap nantinya pembangunan lumbung pangan tak sekadar pemenuhan kekurangan pangan di Indonesia, seperti yang diutarakan Presiden Jokowi. Kita berkehendak lebih dari itu, yakni bahwa dengan restorasi atau pembenahan sektor pertanian dan pangan, atau sederhananya aktivitas bercocok-tanam, negeri kita berangsur sejahtera.