Konten dari Pengguna

Mencari Kebahagiaan Melalui Stoikisme

Faizuddin Ahmad
Librarian at National Library of the Republic of Indonesia
14 Mei 2022 12:25 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
57
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Faizuddin Ahmad tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Source: Pexels
zoom-in-whitePerbesar
Source: Pexels
ADVERTISEMENT
Stoikisme merupakan ajaran filsafat yunani kuno yang didirikan oleh Zeno dari Citium pada abad ke-3 SM di kota Athena, Yunani. Stoikisme atau sering disebut juga filsafat stoa menjadi salah satu aliran filsafat yang masih populer sampai saat ini. Beberapa tokoh terkenal yang memperkenalkan ajaran Stoa adalah Epitectus (si budak), Seneca (Penasehat kaisar) dan Marcus Aurellius (Sang Raja). Permasalahan-permasalahan manusia di era disrupsi yang semakin kompleks ini mempengaruhi segala perilaku manusia sehingga banyak orang yang mulai mempelajari stoikisme untuk menjalani hidup agar selalu tetap bahagia.
ADVERTISEMENT
Di Indonesia filsafat stoa dikenalkan oleh Henry Manampiring melalui buku berjudul Filosofi Teras. Tak main-main buku Filosofi Teras berhasil terpilih sebagai Book of the Year di Indonesia International Book Fair (IIBF) 2019. Bersanding dengan penulis-penulis terkenal waktu itu seperti Marchella FP dan Fiersa Besari. Hal ini membuktikan bahwa buku filosofi mendapatkan apresiasi oleh masyarakat.

Stoikisme dan Era Modern

Modernisasi yang semakin berkembang cepat mengakibatkan perubahan tatanan dan sistem besar-besaran secara fundamental ke dalam tatanan dan sistem yang baru. Misalnya perkembangan media sosial yang semakin masif bagi masyarakat yang masih gagap teknologi hanya akan membuat perubahan perilaku sosial seseorang.
Media Sosial hanya dijadikan bahan untuk caci maki, memamerkan harta, memamerkan kebahagiaan padahal belum tentu orang yang sedang memamerkan kebahagiaan mereka dalam fase bahagia. Jika kita tidak bisa mengendalikan diri kita akan jatuh ke dalam lubang kesengsaraan membanding-bandingkan diri sendiri dengan orang lain, menganggap diri tidak berharga dan tidak bisa mengontrol emosional dalam diri.
ADVERTISEMENT
Pada dasarnya ajaran stoikisme mengutamakan dikotomi kendali, Bagaimana kita bisa membedakan antara segala sesuatu yang bisa kita kendalikan atau tidak bisa dikendalikan. Sesuatu yang bisa dikendalikan misalnya tujuan, pertimbangan, impian, pikiran dan tindakan sedangkan yang tidak bisa dikendalikan adalah opini orang, tindakan orang, kondisi tubuh, musibah, bencana alam, cuaca dan peristiwa alam. Jadi dengan kita memahami dikotomi kendali kita tidak perlu khawatir tentang segala sesuatu yang mempengaruhi kita dari luar.
Misalnya sekarang-sekarang ini media sosial banyak mempengaruhi emosi negatif kita, banyak caci maki, meme-meme membuly seseorang, pamer harta dll, padahal perilaku orang di media sosial adalah sesuatu yang tidak bisa kita kendalikan yang bisa kita lakukan adalah bersikap apatis terhadap komentar orang di media sosial toh. Perilaku mereka tidak mempengaruhi hidup kita, mereka tidak bisa menghidupi kita .
ADVERTISEMENT
Stoikisme juga tidak mengajarkan kita bersikap apatis dan pesimis terhadap segala hal. Misalnya ketika kita sedang mengikuti ujian tes CPNS maka kita tentu saja harus mempersiapkan dengan baik dengan belajar, mencari strategi-strategi agar bisa mendapatkan nilai yang bagus. Kamu Stoa tidak serta merta menerima takdir, tetapi kaum Stoa harus tahu kekuatan dalam diri sehingga segala sesuatu dapat diusahakan secara maksimal, perkara hasil itu diluar kendali kita.
Melalui ajaran Stoa seseorang harus dapat menerima kenyataan bahwa banyak hal dari luar diri kita akan membuat kecewa, oleh sebab itu dengan memahami falsafat stoa kita diajarkan untuk tidak menggantungkan kebahagiaan pada hal-hal di luar kontrol kita. Kebahagian merupakan produk dari pemikiran kita. Ketika kita sedang mengalami suatu masalah maka hanya perlu mengubah sudut pandang. Salam bahagia..
ADVERTISEMENT