Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Tempat Wisata Menarik Ada di Mana Saja
25 April 2022 13:15 WIB
Tulisan dari Fajar Ardiansyah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Derum suara motor terdengar jelas di telinga, ketika saya sampai di tempat parkir ruang bawah tanah (basement) Alun-Alun Kota Bandung pada Minggu, 27 Maret 2022. Tentu merupakan hal yang biasa, karena memang tempatnya. Namun, ada sesuatu yang membuat saya menolehkan mata disitu, yaitu banyaknya Pedagang Kaki Lima (PKL). Hal itu merupakan sesuatu yang tidak biasa, dan patut untuk dipertanyakan, apakah hal tersebut diperbolehkan? apakah hal tersebut tidak meresahkan?
ADVERTISEMENT
Jelasnya, aduan mengenai keresahan warga Kota Bandung terhadap PKL dan kurang terawatnya basement tersebut pernah dijawab oleh Kepala Sektor Basement Alun-alun Bandung dari Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Bandung yaitu Ridwan Daud. Dia menjelaskan bahwa sebisa mungkin dia akan mengelola kebersihan dan menjaga keamanannya. Hal itu disampaikannya pada PRFM pada 21 April 2021.
Tempat parkir basement bukan merupakan tempat yang strategis dan baik untuk berdagang, apalagi kebanyakan dari PKL tersebut menjual makanan dan minuman. Kebersihan patut dipertanyakan, karena di tempat itu tentunya akan banyak debu dan asap kendaraan yang berpotensi dapat mengkontaminasi makanan tersebut.
Disisi lain, tujuan saya sebenarnya bukan untuk mengkritisi hal tersebut. Saya datang kesana untuk berkunjung ke Museum Konferensi Asia Afrika (KAA), museum yang menyimpan sejarah mengenai salah satu konferensi terbesar di dunia. Museum tersebut terletak di Jalan Asia Afrika, hanya perlu berjalan beberapa meter saja dari Alun-Alun Kota Bandung untuk sampai ke museum.
ADVERTISEMENT
Ketika saya tiba di pintu Museum KAA, terlihat seorang laki-laki remaja mencoba mendorong pintu museum. Ada raut kecewa di wajahnya, ketika dia tidak bisa membukanya dan menyadari bahwa museum tersebut tutup untuk sementara, sampai waktu yang belum ditentukan. Namun, kecewa itu tak bertahan lama, karena dia mendapatkan alternatif tujuan liburan setelah berdiskusi bersama keluarganya.
Hal hampir sama juga ditemukan sebelumnya, ketika saya datang ke Museum Sri Baduga, sebelum memutuskan untuk pergi ke Alun-Alun Kota Bandung dan Museum KAA. Gerbang tertutup, terlihat hanya seorang pria dan tiga orang wanita paruh baya sedang berfoto di depan tulisan “Museum Sri Baduga” dengan tersenyum. Mereka terlihat bahagia meskipun tidak bisa masuk ke tempat tersebut.
ADVERTISEMENT
Beberapa museum di Kota Bandung mengalami penutupan sementara. Selain Museum KAA dan Museum Sri Baduga, terdapat banyak museum lainnya yang ditutup, seperti Museum Geologi Bandung, Museum Gedung Sate, dan Museum Pos Indonesia.
Hal tersebut disayangkan, karena museum-museum tersebut bisa menjadi tempat wisata edukatif untuk liburan keluarga. Namun, karena Virus Corona belum menghilang, kita juga sepatutnya untuk menjaga protokol kesehatan dan peraturan yang berlaku. Beberapa museum pun sebenarnya menghadirkan solusi bagi pengunjungnya, yaitu dengan melaksanakan tur virtual.
Sebenarnya, ada satu hal yang menarik dalam perjalanan ini, diluar dari gagalnya saya untuk mengunjungi museum-museum di Kota Bandung. Ketika saya sedang beristirahat di Cikapundung Riverspot dekat Museum KAA, terdapat seorang anak perempuan dan ibunya yang sedang beristirahat di sana juga. Anak perempuan tersebut banyak bercerita kepada ibunya, tentang kesehariannya, tentang sekolahnya, dan berbagai hal yang mungkin tidak sepenuhnya saya dengar. Hal yang menarik adalah peristiwa tersebut seakan memberi pesan bahwa liburan akan terasa senang dimanapun tempatnya jika kita bisa menikmatinya dan dengan seseorang yang tepat. Hal itulah ternyata yang dialami oleh keluarga-keluarga yang saya temui sebelumnya, mereka tidak bisa pergi ke tujuan wisatanya tetapi mereka terlihat masih bahagia.
ADVERTISEMENT