Konten dari Pengguna

Budaya ‘Double-meet’ yang Menjamur Kala Pandemi

Fakhriya Azzahra
mahasiswa
26 Desember 2021 12:45 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Fakhriya Azzahra tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi seseorang yang melakukan multitasking. | Sumber: Maxim Ilyahov/Unsplash
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi seseorang yang melakukan multitasking. | Sumber: Maxim Ilyahov/Unsplash
ADVERTISEMENT
Belakangan semenjak pandemi, demi menekan kenaikan angka kasus COVID-19, pemerintah mengeluarkan kebijakan untuk sebisa mungkin beraktivitas dari rumah saja. Hal ini demi menghindari terjadinya perkumpulan masyarakat yang menjadi potensi penyebaran virus COVID-19.
ADVERTISEMENT
Kini, hampir seluruh kegiatan masih diselenggarakan secara daring (dalam jaringan). Mulai dari bekerja dari rumah hingga seluruh acara yang digelar secara virtual, seperti acara konser dan webinar (sebutan acara seminar yang digelar secara daring).
Mungkin dari kegiatan-kegiatan yang diselenggarakan secara daring ini memiliki kelebihannya sendiri, yaitu masyarakat tidak perlu bepergian ke lokasi tempat acara berlangsung untuk menghadiri acara tersebut.
Hal ini juga memangkas waktu yang harus digunakan, apabila dulu seseorang harus mengalokasikan waktunya untuk memikirkan bagaimana lalu lintas hari ini, berapa estimasi waktu yang dibutuhkan untuk menuju lokasi acara digelar, harus berangkat mulai dari jam berapa dari rumah.
Kini hanya perlu menggunakan perangkat elektronik lalu mengklik suatu pranala menuju ruangan platform video conference dan dalam sekejap langsung berada di tengah-tengah acara.
ADVERTISEMENT
Waktu yang terasa fleksibel saat pandemi mungkin jadi kelebihannya, di sisi lain sulitnya mengatur manajemen waktu menjadi tantangannya.
Budaya dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia memiliki makna pikiran, akal budi, adat istiadat, sesuatu mengenai kebudayaan yang sudah berkembang, dan sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan dan sukar diubah.
Sedangkan, makna dari double-meet, sebab istilah ini saya kenal melalui lingkungan sosial sekitar saya, maka akan saya artikan sesuai observasi saya, yaitu sebuah kegiatan di mana seseorang menghadiri lebih dari satu online meeting pada satu waktu bersamaan. Seperti, pada perangkat elektronik yang satu membuka platform video conference A dan menghadiri kegiatan virtual B, sedangkan di gawai sedang membuka platform video conference D dan menghadiri acara daring E.
ADVERTISEMENT
Alasan seseorang melakukan double-meet dapat beragam. Mungkin ada orang yang memiliki kebimbangan untuk memilih salah satu kegiatan saja dan sungkan menolak salah satunya, mungkin juga terdapat orang yang susah menentukan prioritas kegiatannya, atau asumsi lainnya adalah seseorang yang ingin menunjukkan formalitas saja, bergabung pada suatu acara virtual padahal tidak benar-benar memperhatikan atau malah sedang melakukan kegiatan lainnya.
Kelebihan dari melakukan kegiatan double-meet seperti peribahasa sambil menyelam minum air, seseorang dapat menghadiri dua kegiatan daring sekaligus. Tanpa perlu bingung harus memilih salah satu atau merasa tidak enak hati menolak yang lain. Tapi, bagaimana dengan kekurangannya?
Sebab kegiatan double-meet termasuk melakukan lebih dari satu kegiatan pada satu waktu, kegiatan ini dapat dikategorikan sebagai multitasking. Berdasarkan penelitian oleh the Institute of Psychiatry dari the University of London pada tahun 2005 lalu, multitasking dapat menyebabkan penurunan Intelligence Quotient (IQ) hingga 10 poin.
ADVERTISEMENT
Masih dari penelitian yang sama, penurunan ini sama besarnya dengan orang yang begadang dan dua kali lebih tinggi dibandingkan dengan pengisap mariyuana. Kegiatan multitasking juga mampu mengurangi produktivitas hingga sebanyak 40%, hal ini disebutkan oleh Guy Winch, penulis dari Emotional First Aid: Practical Strategies for Treating Failure, Rejection, Guilt and Other Everyday Psychological Injuries.
Sebagai tambahan, selama ini orang umumnya selalu melabeli melakukan lebih dari satu kegiatan dalam satu waktu sebagai multitasking, padahal menurut Michael Harris, penulis dari buku The End of Absence: Reclaiming What We've Lost in a World of Constant Connection, sebenarnya ketika kita pikir kita sedang melakukan multitasking, yang sebenarnya terjadi adalah kita sedang multiswitching atau task-switching.
ADVERTISEMENT
Kita bukan melakukan dua atau lebih kegiatan secara bersamaan pada waktu yang sama, tetapi sebenarnya kita melakukannya secara bergantian dalam waktu yang sangat singkat.
Padahal, otak manusia pada dasarnya tidak tercipta untuk multitasking. Meski terdapat pengecualian ketika multitasking dapat dilakukan jika aktivitasnya cukup sederhana dan tidak melibatkan sumber mental yang sama, misalnya melipat baju sambil mendengarkan musik.
Melansir dari situs Sources of Insight, tercatat hanya 2 persen dari populasi manusia yang mampu menjadi supertaskers, sebutan bagi mereka yang memiliki kemampuan multitasking yang luar biasa.
Kegiatan double-meet tanpa disadari menjadi sebuah budaya baru yang berkembang, khususnya yang dirasakan penulis pada kalangan mahasiswa. Tak jarang ketika terdapat dua atau lebih kegiatan yang jadwalnya bertabrakan, rekan mahasiswa dari penulis memutuskan untuk “gak apa-apa, aku bisa double-meet, kok”.
ADVERTISEMENT
Setelah melihat bahayanya dari sudut pandang kesehatan, mari kita melihat dari sisi lain juga. Seseorang yang melakukan double-meet tentu harus membagi fokusnya kepada dua layar atau dua suara, ini tentulah bukan hal yang mudah dilakukan, akan sangat memungkinkan terdapat potensi kewalahan untuk mendengarkan dan menangkap informasi dengan baik.
Kemudian yang dapat terjadi selanjutnya adalah, orang tersebut bisa jadi tidak mendapatkan informasi secara utuh sebab berpindah fokus dengan cepat dari satu suara ke suara lainnya atau dari satu layar ke layar lainnya, atau justru tidak berhasil menangkap informasi apa-apa sebab terlalu kewalahan mendengarkan keduanya.
Untuk meminimalisir harus melakukan kegiatan double-meet, dengan mengatur pembagian waktu dengan baik dapat menjadi salah satu solusinya. Seperti, menyusun agenda untuk satu minggu ke depan, sehingga bisa mencocokan jadwal dan tidak perlu mengalami kerepotan saat ada jadwal yang bertabrakan.
ADVERTISEMENT
Cara lainnya dengan menentukan prioritas kegiatan, sehingga pada saat terdapat jadwal yang dilaksanakan pada waktu yang bersamaan, Anda dapat mempertimbangkan pilihan dilihat dari skala prioritasnya.
Terdapat dua rujukan skala prioritas yang dapat digunakan, skala prioritas yang disusun oleh Steve R. Covey dalam bukunya First Things First yang menguraikan konsep manajemen prioritas berdasarkan penting dan mendesaknya suatu kegiatan dan teknik manajemen oleh Dwight Eisenhower yang disebut sebagai Eisenhower Decision Matrix.
Keduanya sama-sama memiliki empat kategori. Pertama untuk hal yang penting dan mendesak, kedua untuk hal penting dan tidak mendesak, ketiga untuk hal tidak penting dan mendesak, dan keempat untuk hal tidak penting dan tidak mendesak.
Seperti pesan yang dibawakan oleh Marchella FP dalam bukunya Nanti Kita Cerita Tentang Hari Ini, “sabar, satu per satu.”
ADVERTISEMENT
Selamat mengatur waktu!