Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Melihat Pantai Muara Bungin di Ujung Utara Bekasi
30 Mei 2022 13:57 WIB
Tulisan dari Faqihah Husnul Khatimah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Deretan pohon bakau bergoyang diterpa angin. Matahari semakin terik. Tepat di ujung sana, telah terlihat muara laut dengan beberapa kapal nelayan yang sedang berlayar. Motor bebek yang kami tumpangi mengeluarkan seluruh tenaganya melewati jalan berbatu yang jika tidak hati-hati, bisa langsung jatuh ke aliran sungai Ciliwung.
ADVERTISEMENT
Kami menghabiskan waktu dua jam berkendara dari pusat kota menuju Pantai Muara Bungin, Desa Pantai Bakti, Kecamatan Muara Gembong, Kabupaten Bekasi. Suasana siang itu masih sangat sepi. Tidak banyak pengunjung yang datang.
“Biasanya ramai, mungkin karena pandemi jadi sepi,” kata Teh Agil, pemilik warung kelontong di pinggir pantai.
Dia telah membuka warung ini sejak pertama kali pantai diresmikan. Lumayan, katanya, untuk menambah penghasilan dari suaminya yang bekerja sebagai nelayan.
Pantai Muara Bungin baru dibuka tahun 2019. Tiket masuknya masih gratis. Kami pun tidak dikenakan biaya parkir. Namun, tidak ada transportasi umum yang bisa mencapai pantai. Lebih baik gunakan kendaraan roda dua karena jalan yang dilalui juga cukup sulit.
Sepanjang perjalanan menuju pantai, kami melihat begitu banyak pohon mangrove yang ditanam di empang (kolam budidaya ikan). Daerah Muara Gembong memiliki ekosistem mangrove yang cukup luas untuk menahan abrasi. Di pesisir Pantai Muara Bungin juga memiliki pohon mangrove yang ditanam oleh beberapa pihak, di antaranya sekelompok mahasiswa Bekasi dan Pertamina.
“Biasanya mereka ke sini enam bulan sekali buat ngecek, kadang tiga bulan sekali,” jelas Teh Agil.
ADVERTISEMENT
Namun, nyatanya hutan mangrove yang ada masih belum bisa menahan banjir rob yang merendam hampir setengah wilayah kecamatan. Banjir rob menjadi musur besar yang menghantui masyarakat Muara Gembong.
“Iya, kalau banjir rob parah banget, ini warung saya aja sampai terendam semua,” ucapnya.
Kami berjalan menyusuri pesisir pantai dan menemukan banyak cangkang kerang dan kepiting kecil. Pantai Muara Bungin memang tidak seindah pantai lain di pesisir pulau Jawa. Pasirnya berwarna kehitaman dengan air yang kecoklatan. Meski begitu, pantai ini tetap indah karena adanya hamparan pohon mangrove.
Namun, kami juga menemukan sampah-sampah berserakan, baik di pesisir pantai maupun di pohon mangrove. Kebanyakan sampah itu bukan asli dari pengunjung, melainkan kiriman melalui ombak.
ADVERTISEMENT
Puas bermain, kami beristirahat di bawah pohon mangrove sambil menikmati suara angin dan deburan ombak yang tenang. Teh Agil bercerita bahwa setiap malam tahun baru atau akhir pekan, banyak anak muda yang suka berkemah di pinggir pantai.
Di balik keindahannya, Pantai Muara Bungin masih memiliki banyak kekurangan. Akses jalan yang rusak, fasilitas yang belum memadai, dan kurangnya sosialisasi membuat pantai ini jarang dilirik.
Belum banyak orang tahu tentang pantai ini, terkhusus warga Bekasi. Kebanyakan orang Bekasi memilih liburan ke Pantai Tanjung Pakis yang bertetanggaan dengan Pantai Muara Bungin.
“Kalau Pantai Tanjung Pakis kan emang udah lama, ya. Orang-orang belum pada tahu pantai ini. Orang-orang dari pemerintah datangnya waktu pembukaan doang, sampai saat ini belum ada lagi yang datang,” jelas Teh Agil.
ADVERTISEMENT
Pantai Muara Bungin begitu indah sampai sayang untuk dilewatkan. Bila ditata dan disosialisasikan kembali, tentu akan lebih banyak orang tahu dan datang berkunjung.
“Saya mah berharap pantai ini diperhatikan kembali gitu, ya. Karena kan kalau banyak pengunjung kita juga senang ada penghasilan,” kata Teh Agil.
(Faqihah Husnul Khatimah/Politeknik Negeri Jakarta)