Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Bukan Sekadar Sentuhan: Membahas Lebih Dalam Tentang Necking pada Remaja
11 Desember 2023 15:54 WIB
Tulisan dari Farasifa Choirunissa tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Dalam era digital yang begitu berkembang pesat, berbagai platform media sosial memberikan ruang bagi para remaja untuk berbagi pengalaman, tips, dan trik melalui berbagai format konten. Platform-platform tersebut secara tidak sadar menjadi saksi bisu dari berbagai perilaku seksual para remaja. Salah satunya mengenai tips dan trik yang beredar mengenai berbagai cara menghilangkan bekas neck kissing atau cupang di leher remaja. Video TikTok menjadi salah satu wadah di mana informasi tersebut disampaikan dengan cara yang kreatif.
ADVERTISEMENT
Namun, apakah kita seharusnya hanya fokus pada aspek fisik semata? Sering kali terhiraukan di balik keseruan tersebut, terselip isu-isu yang lebih serius dan bernuansa kehidupan sehari-hari remaja. Salah satunya adalah praktik necking, yang mungkin dianggap sebagian orang sebagai hal yang biasa dalam hubungan remaja. Namun, apakah benar necking hanya sebatas sentuhan fisik semata?.
Sebelum mengeksplor lebih jauh mengenai topik tersebut, penting untuk memahami variasi perilaku seksual yang dimiliki oleh remaja. Beberapa penelitian ilmiah mencatat variasi yang signifikan dalam perilaku seksual remaja di Indonesia (Alwi, 2023). Hal ini melibatkan berbagai kegiatan, mulai dari menonton film atau gambar porno, mengakses situs dewasa, hingga fokus pada diskusi mengenai hubungan seksual pranikah. Menurut walker (sebagaimana dikutip dari Yulianto (2020)) perilaku seksual pranikah terdiri dari 5 tahapan yaitu touching, kissing, necking, petting, dan intercourse. Dengan hasil penelitian yang menunjukan bahwa semakin intim perilaku tersebut maka akan berbanding terbalik dengan jumlah frekuensi remaja yang melakukan. Lalu mengenai necking atau neck kissing berada di urutan ketiga dalam tahapan yang mana merupakan perilaku seksual paling jarang dilakukan remaja saat ini.
Necking merupakan istilah yang digunakan untuk merujuk pada kegiatan mencium dan meraba-raba di daerah leher dan sekitarnya, perilaku necking dianggap sebagai pilihan perilaku seksual yang lebih intensif setelah sentuhan dan ciuman(Blegur, 2017) . Aktivitas ini biasanya dilakukan oleh pasangan remaja yang sedang dalam tahap pendekatan fisik dalam hubungan mereka. Necking melibatkan melakukan oral pada bagian-bagian tubuh pasangan, seperti daerah leher atau buah dada. Menurut Dokter Boyke, Leher dianggap sebagai zona sensitif, dan praktik ini sering menjadi bagian dari eksplorasi intim dalam hubungan remaja (Boykepedia, 2017). Necking dilaksanakan dengan maksud mencapai kenikmatan seksual tanpa melibatkan kontak langsung dengan organ kelamin. Dalam praktik ini, kedua pasangan dapat saling memberikan kepuasan secara fisik tanpa risiko kehamilan. Hal ini lah yang menjadikan necking bagi remaja sebagai bentuk tindakan seksual yang intim namun tidak terlalu beresiko. Namun perilaku ini menjadi jembatan ke tindakan yang jauh lebih intim lagi, dan memungkinkan akan di lanjutkan ke tahapan petting (saling menggosokan kemaluan) (Septiarum et al., 2019).
ADVERTISEMENT
Perilaku ini lebih dari sekadar tindakan fisik semata, necking juga mencakup aspek-aspek emosional dan psikologis yang terlibat. Hal ini dapat mencakup perasaan saling percaya, keintiman, dan keterikatan emosional antara pasangan. Bekas dari necking yang berlebihan akan mirip dengan sebuah memar pada kulit. dalam istilah medis, bekas necking disebut dengan purpura istilah hemoragik atau pendarahan kulit yang disebabkan oleh banyak hal (Boykepedia, 2017). Sebagian remaja dengan sengaja membuat bekas memar tersebut, dengan maksud sebagai sebuah tanda tanda sayang dan kepemilikan. Walaupun tindakan ini telah dapat dikatagorikan sebagai perilaku yang tidak sehat sehat atau normal dalam suatu hubungan.
Era digital telah mempengaruhi praktik necking dengan memudahkan komunikasi dan interaksi melalui media sosial dan ponsel. Hal ini selaras dengan sejumlah penelitian yang menunjukan bagaimana tingkat penggunaan internet berbanding lurus dengan tingkat perilaku seksual pranikah (Rohmadi et al., 2020). Namun, hal ini juga membawa risiko eksposur yang lebih besar terhadap konten yang tidak pantas dan tekanan sebaya. Dengan mudahnya akses informasi melalui internet dan media sosial, remaja cenderung terpapar pada konten-konten tidak sehat yang dapat mempengaruhi pemahaman mereka tentang hubungan intim. Selain itu, mitos-mitos terkait dengan necking juga perlu berpengaruh secara lebih mendalam. Misalnya anggapan bahwa necking tidak berbahaya atau bahwa hal itu merupakan tanda kedewasaan.
ADVERTISEMENT
Dalam menghadapi tantangan necking di era digital ini, peran orangtua dan masyarakat sangatlah penting. Orangtua perlu melakukan pembicaraan terbuka dengan remaja mengenai seksualitas dan memberikan pemahaman yang benar tentang praktik necking, sebagaimana pentingnya peran komunikasi orang tua pada perilaku seksual lainnya (Widyarini et al., 2019). Selain itu, pemantauan penggunaan media sosial juga perlu dilakukan untuk melindungi remaja dari konten yang tidak sehat. Terakhir, pembentukan lingkungan yang sehat juga dapat membantu remaja dalam menghadapi tekanan untuk melakukan necking.
Necking remaja bukanlah sekadar sentuhan fisik semata, tetapi memiliki dimensi yang lebih dalam dan kompleks. Era digital telah mempengaruhi praktik necking ini dan mitos-mitos terkait dengan hal tersebut perlu dipecahkan. Penting bagi orangtua dan masyarakat untuk berperan aktif dalam membimbing remaja menghadapi tantangan necking di era digital ini melalui pembicaraan terbuka, pemantauan penggunaan media sosial, dan pembentukan lingkungan yang sehat. Dengan demikian, diharapkan remaja dapat menjalani eksplorasi seksual mereka dengan bijak dan bertanggung jawab.
ADVERTISEMENT