Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Konten dari Pengguna
Peran Hukum, Psikologi dan Media untuk Membantu Anak Korban Kekerasan Seksual
15 Mei 2024 6:33 WIB
·
waktu baca 7 menitTulisan dari Farida Nur'aini tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Menyingkapi bagaimana peran serta kolaborasi hukum, psikologi, dan media untuk membantu menyuarakan anak korban kekerasan seksual, tiga hal penting ini seringkali dilupakan oleh sebagian orang mengingat masih minimnya kesadaran masyarakat tentang tiga pilar tersebut. Seperti yang kita ketahui, kekerasan seksual adalah tindakan atau perilaku yang melibatkan paksaan atau pelecehan seksual terhadap individu tanpa persetujuan mereka. Ini mencakup berbagai tindakan, mulai dari pelecehan verbal dan non-fisik hingga tindakan fisik yang melibatkan kontak seksual yang tidak diinginkan atau memaksa. Kekerasan seksual tidak hanya merugikan secara fisik tetapi juga dapat menyebabkan dampak psikologis yang serius pada korban, termasuk trauma, depresi, kecemasan, dan masalah lainnya. Kekerasan seksual pada anak adalah tindakan atau perilaku kekerasan seksual yang dilakukan terhadap individu di bawah usia 18 tahun. Anak-anak rentan terhadap kekerasan seksual karena mereka sering kali tidak memiliki kemampuan atau pengetahuan untuk melawan atau melaporkan tindakan tersebut. Pelaku kekerasan seksual pada anak bisa berupa orang yang dikenal oleh anak, seperti anggota keluarga, teman, guru, atau orang yang dipercayai oleh keluarga.
ADVERTISEMENT
Dalam artikel ini, penulis akan membawa pembaca untuk menjelajahi bagaimana hukum, psikologi, dan media memiliki peran dalam mengungkap atau menyuarakan dan memberantas kekerasan pada anak serta pentingnya memahami bagaimana dampak psikologis yang dihadapi oleh anak-anak yang menjadi korban kekerasan seksual, serta tantangan yang dihadapi dalam pemulihan mereka.
Kekerasan seksual pada anak dapat terjadi dalam berbagai konteks, termasuk di rumah, di sekolah, di tempat ibadah, di tempat-tempat umum, dan melalui media sosial atau internet. Ini bisa terjadi dalam bentuk pelecehan fisik, pelecehan verbal, pencabulan, pemerkosaan, atau eksploitasi seksual dalam bentuk lainnya. Dampak kekerasan seksual pada anak dapat sangat merusak, baik secara fisik maupun psikologis, dan dapat berlangsung seumur hidup. Kekerasan seksual pada anak merupakan masalah yang meresahkan dan mengganggu dalam struktur sosial kita. Ini tidak hanya merusak masa kecil anak-anak, tetapi juga dapat berdampak jangka panjang pada kesejahteraan dan perkembangan mereka di masa dewasa. Dalam menangani masalah yang kompleks ini, peran hukum dan media muncul sebagai dua kekuatan utama yang dapat membantu dalam pencegahan, penanganan, dan kesadaran publik.
ADVERTISEMENT
Untuk mencegah kekerasan seksual pada anak, penting bagi masyarakat untuk meningkatkan kesadaran tentang isu ini, mendukung korban, dan mengambil langkah-langkah untuk melindungi anak-anak dari risiko kekerasan seksual. Hal ini mencakup pendidikan yang tepat tentang batasan pribadi, hak-hak anak, dan pencegahan kekerasan seksual, serta penguatan sistem perlindungan anak yang melibatkan pendidikan, penegakan hukum, dan dukungan masyarakat secara keseluruhan.
Hukum memiliki peran utama dalam memberikan kerangka kerja yang diperlukan untuk melindungi anak-anak dari kekerasan seksual. Undang-undang yang jelas dan tegas diperlukan untuk menetapkan definisi kekerasan seksual pada anak, memberikan panduan tentang prosedur hukum yang harus diikuti dalam kasus-kasus tersebut, dan menetapkan sanksi yang sesuai bagi pelaku kejahatan.
Indonesia memiliki regulasi sendiri tentang perlindungan terhadap anak, yakni UU Nomor 23 Tahun 2004 mengenai Perlindungan Anak. Pada Pasal 81 Undang-Undang tersebut disebutkan bahwa “Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan paling singkat 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) dan paling sedikit Rp 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah)” dan pada Pasal 82 juga dijelaskan bahwa “Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan paling singkat 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) dan paling sedikit Rp 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah).”
ADVERTISEMENT
Kemudian, salah satu tantangan terbesar yang dihadapi dalam ranah hukum adalah memastikan bahwa proses hukum tersebut tidak hanya adil, tetapi juga ramah anak. Proses hukum yang berorientasi pada anak membutuhkan pemahaman yang mendalam tentang psikologi anak dan cara terbaik untuk memperlakukan mereka dengan sensitivitas dan empati selama proses pengadilan.
Pentingnya untuk memahami bagaimana kondisi psikologis anak korban kejahatan seksual, kekerasan seksual pada pada anak adalah salah satu bentuk kejahatan yang paling menghancurkan dengan dampak yang meluas pada psikologis dan perkembangan anak yang menjadi korban. Anak yang menjadi korban kekerasan seksual sering kali mengalami berbagai dampak psikologis yang serius. Trauma psikologis menjadi reaksi umum, dengan gejala seperti kecemasan, ketakutan, dan depresi seringkali muncul. Penanganan yang sensitif dan mendalam diperlukan untuk membantu anak-anak korban kekerasan seksual pulih dari trauma yang mereka alami. Penting untuk memberikan dukungan emosional yang konsisten dan terus-menerus kepada anak-anak ini, serta menciptakan lingkungan yang aman dan mendukung bagi mereka untuk berbicara tentang pengalaman traumatis mereka. Dengan pemahaman yang mendalam tentang efek psikologis dari kekerasan seksual dan dukungan yang kuat dari keluarga dan masyarakat, kita dapat memberikan perlindungan yang lebih baik dan memastikan bahwa anak-anak ini mendapatkan bantuan yang mereka butuhkan untuk pulih dan berkembang dengan baik.
ADVERTISEMENT
Maka dari itu perlu dipahami bahwa peran media dalam menangani kekerasan seksual pada anak juga tidak bisa diabaikan. Media memiliki kekuatan besar dalam membentuk opini publik dan memunculkan kesadaran akan masalah yang ada. Melalui liputan yang berimbang dan informatif, media dapat membantu dalam mengungkapkan kasus-kasus kekerasan seksual, memberikan suara kepada korban, dan mempromosikan pentingnya pencegahan dan intervensi yang tepat.
Dalam menghadapi masalah yang sangat kompleks dan sensitif seperti kekerasan seksual pada anak, kerja sama antara hukum dan media sangat penting. Hukum memberikan kerangka kerja yang diperlukan untuk melindungi anak-anak dari kekerasan seksual, sementara media memiliki kekuatan untuk memunculkan kesadaran publik, memberikan suara kepada korban, dan mempromosikan perubahan sosial yang positif.
ADVERTISEMENT
Peran media dalam menangani kekerasan seksual pada anak juga tidak bisa diabaikan. Media memiliki kekuatan besar dalam membentuk opini publik dan memunculkan kesadaran akan masalah yang ada. Melalui liputan yang berimbang dan informatif, media dapat membantu dalam mengungkapkan kasus-kasus kekerasan seksual, memberikan suara kepada korban, dan mempromosikan pentingnya pencegahan dan intervensi yang tepat.
Namun, media juga dihadapkan pada sejumlah tantangan dalam meliput masalah ini. Sensasionalisme, kurangnya pendekatan yang berorientasi pada korban, dan pelanggaran privasi anak-anak adalah beberapa masalah yang sering muncul. Penting bagi media untuk bertindak secara etis dan bertanggung jawab dalam melaporkan kasus-kasus kekerasan seksual anak, memperhatikan kepentingan terbaik korban, dan tidak menimbulkan stigmatisasi tambahan terhadap mereka.
Kolaborasi yang erat antara hukum dan media dapat menjadi kunci dalam menangani masalah kekerasan seksual pada anak dengan efektif. Media dapat bekerja sama dengan lembaga hukum untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang undang-undang yang ada, memberikan liputan yang mendalam tentang kasus-kasus hukum yang relevan, dan memberikan suara kepada korban. Di sisi lain, hukum dapat bekerja sama dengan media untuk menyediakan data dan informasi yang diperlukan untuk melaporkan kasus-kasus kekerasan seksual anak secara akurat dan memastikan bahwa pelaporan tersebut tidak melanggar hak privasi korban.
ADVERTISEMENT
Dalam menghadapi kompleksitas masalah kekerasan seksual pada anak, peran dari kolaborasi antara hukum, psikologi, dan media menjadi kunci untuk memberikan perlindungan yang komprehensif bagi anak-anak korban. Dengan kerja sama yang erat antara ketiga entitas ini, kita dapat menciptakan lingkungan yang lebih aman dan mendukung bagi anak-anak, serta memastikan bahwa mereka mendapatkan perlindungan, pemulihan, dan dukungan yang mereka butuhkan. Semua individu dan lembaga memiliki peran penting dalam memastikan bahwa anak-anak dapat tumbuh dan berkembang tanpa rasa takut akan kekerasan seksual, sehingga mereka dapat menggapai potensi mereka dengan penuh keyakinan dan kebahagiaan.
Farida Nur'aini, mahasiswa Hukum Keluarga UIN Syarif Hidayatullah Jakarta