Konten dari Pengguna

Menjejak Cerita Kecil di Negeri Jiran

Fathurrohman
Analis Kejahatan Narkotika, Penulis Cerita Perjalanan, ASN di BNN.
22 Januari 2024 12:28 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Fathurrohman tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Tiga anak remaja sedang berada di salah satu sudut Lapangan Merdeka, Malaysia. Foto: dok pribadi.
zoom-in-whitePerbesar
Tiga anak remaja sedang berada di salah satu sudut Lapangan Merdeka, Malaysia. Foto: dok pribadi.
ADVERTISEMENT
Setelah beberapa kali ter-pending, akhirnya kami melanjutkan satu dari sekian rencana yang telah disusun lama, menjejak kaki di negeri orang. Rencana yang disusun sebelum covid menghinggapi alam raya.
ADVERTISEMENT
Paspor yang sudah disiapkan sejak tahun 2019 akhirnya terparkir lama di sudut lemari. Menjelang masa afkir paspor, istri tetiba berseloroh “kita liburan ke KL yuk?”
Saya agak terperanjat dan segera meghitung angka-angka yang tersisa di mobile banking. Istri kemudian meneruskan rencana perjalanannya dengan detail.
Fokusnya adalah efisiensi biaya dan waktu. Setelah dikalkulasi, saya anggap masuk akal. Selain itu, memenuhi janji adalah kewajiban.
Pesawat dengan tarif hemat AA yang kami pilih terbang. Kami memilih penerbangan sepagi mungkin untuk memaksimalkan waktu di hari pertama setibanya kami di KL.
Selepas mendarat di Terimanal KLIA 2 kami langsung mengambil antrian imigrasi. Everything is good. Saya berusaha memahamkan kepada anak-anak detail-detail pemeriksaan di imigrasi.
Menyusuri area terminal KLIA 2, Malaysia. Foto: dok pribadi.
Saya juga menceritakan bahwa perjalanan pertama saya ke luar negeri adalah ke Korea Selatan. Pengalaman buruk langsung saya rasakan. Saya digelandang ke ruang interogasi lanjutan.
ADVERTISEMENT
Sekitar 1,5 jam kemudian baru bisa clearance setelah pihak imigrasi Korea berhubungan dengan kedutaan Korea di Jakarta dan pihak panitia. Belum lagi masalah lain di imigrasi Belanda, Australia, atau Meksiko yang harus melewati prosedur pemeriksaan lanjutan oleh petugas.
Anak terpisah dari rombongan
Setelah membeli tiket bus menuju KL Sentral, kami mencari restoran yang berjejaran di lantai 2. Nasi lemak dengan ayam goreng menjadi pilihan kami. Kami berlima makan dengan lahap. Riang gembira.
Tidak lupa melakukan briefing kepada anak-anak dengan berbagai rencana perjalanan. Ini adalah salah satu prosedur agar semua peserta faham dan bersiap dengan semua rencana. Satu lagi adalah semua peserta faham jika kemudian terjadi hal-hal yang tidak terduga, misalnya terpisah dalam perjalanan.
ADVERTISEMENT
Selepas makan, kami bergegas ke tempat sholat. Saya terperanjat saat salah satu anak kami tidak turut masuk ke musala. Saya kemudian mencari ke berbagai penjuru lantai 2, nihil.
Saya lalu mencari ke tempat pembelian tiket bus. Benar saja, anak pertama saya ada di salah satu kursi tunggu antrian penumpang bus. Ini adalah salah satu hikmah atas briefing yang kami lakukan.
Sesaat anak saya sadar terpisah dari rombongan selepas makan, dia langsung menuju tempat antrian penumpang bus karena tahu bahwa kami akan melanjutkan perjalanan dari tempat tersebut.
Jejak langkah yang bernilai
Kami kemudian melanjutkan perjalanan ke KL Sentral dengan satu kali naik bis. Istri sudah memilih tempat penginapan yang mudah dijangkau dengan kendaraan umum.
ADVERTISEMENT
Hotel yang kami pilih sangat strategis dari teminal, pusat perbelanjaan, masjid, tempat makan, dan jangkauan tempat wisata lainnya. Beragam reviu telah dibaca dan didengar oleh istri saya.
Selain bersih, juga disediakan musala yang membuat keluarga kami bisa salat berjamaah. Letaknya juga strategis dan ramah akses.
Selepas check in dan menyimpan barang bawaan, kami beranjak ke Batu Cave dengan menggunakan fasilitas salah satu penyedia jasa layanan transportasi. Batu Cave memang menjadi salah satu tujuan wisata utama di KL.
Wisatawan sedang melakukan foto diri di anak tangga Batu Cave. Foto: dok pribadi.
Saat kami berkunjung, tempat ibadah umat Hindu yang berada di ketinggian tersebut cukup ramai. Rupanya sedang ada shooting film lokal yang mengambil spot di tengah anak tangga dari total 272 anak tangga.
Sepulang dari Batu Cave kami membersihkan diri, berganti kostum, lalu makan di rumah makan yang tersedia di sepanjang jalan Thambipillay yang berada di belakang hotel kami. Nasi lemak, nasi kandar, mie goreng sedap, dan beragam menu lainnya. Tidak lupa ayam goreng rempah ukuran jumbonya.
ADVERTISEMENT
Kami menikmati suasana sore sambil duduk di kursi yang ditata rapih di trotoar jalanan. Tidak luput teh tarik tersaji di atas meja. Lalu lalang orang dari beragam etnik. Tentu saja dominan etnik adalah Melayu, India, dan Cina.
Restoran yang menjadi area kongkow pengunjung dari beragam etnik. Foto: dok pribadi.
Kami juga sesekali berbelanja di toko-toko yang berjajar di sepanjang jalan dekat tempat kami menginap. Pilihan beragam dan mudah diakses dengan jalan kaki.
Komentar anak saya yang pertama soal Malaysia ini adalah orang-orangnya beragam. Penampakan fisik, bahasa, makanan, dan tampilan poster di sepanjang jalanan menunjukkan keragaman tersebut.
Saat kami salat subuh dan jumat di masjid terdekat pun, kami merasakan suasana yang jauh berbeda dibandingkan dengan di Indonesia. Apalagi khotib jumat menggunakan bahasa India sebagai bahasa pengantarnya.
ADVERTISEMENT
Keragaman ini memberikan sedikit pemahaman kepada anak-anak, bahwa realitas hidup memang harus seperti itu. Dengan cara seperti itulah maka keterbukaan pikiran terjadi. Tidak ada kejumudan yang perlu diabadikan.
Tatanan kota yang rapih, akses jalan kaki yang luas, dan suasana warga yang ramah adalah di antara bagian yang perlu untuk dinikmati. Anak-anak tampak menikmati kebersihan dan ketertataan kotanya.
Jejak-jejak langkah yang mereka tinggalkan memberikan kesan tersendiri, jejak yang bernilai. Jejakan langkah ini memberikan cerita kecil kami di negeri Jiran.
Cerita bahwa hidup itu tidak selalu sama di setiap waktu, sudut, dan suasananya sebagaiman yang ditunjukkan oleh salah satu keluarga Indonesia yang menetap di sana bertahun-tahun.
Kami mengambil hikmah atas beragam pelajaran selama mereka merantau di negeri Jiran. Hebatnya, mereka menyekolahkan dua anaknya di Indonesia dan kini satu sekolah dengan anak-anak kami.
Menikmati salah satu restoran di NU Sentral Shopping Mall, KL. Foto: koleksi pribadi