Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Prabowo Subianto dan Arketipe Baru Maritim Indonesia
22 April 2024 16:52 WIB
·
waktu baca 6 menitTulisan dari Faujan Aminullah, S,Hub Int tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Sejak mengikuti pemilihan presiden Indonesia yang keempat kalinya. Kini, Prabowo Subianto bersama Gibran Rakabuming Raka melalui pemilihan umum presiden dan wakil presiden Republik Indonesia, dipercaya oleh masyarakat Indonesia memimpin kepala negara dan kepala pemerintahan Indonesia untuk lima tahun mendatang, yaitu periode 2024-2029.
ADVERTISEMENT
Dalam meraih dukungan Masyarakat Indonesia, presiden Prabowo Subianto menetapkan garis kebijakan yang disebut 8 Asta Cita, 17 Program prioritas, dan delapan program hasil terbaik cepat, yang tidak jauh dari frasa berdaulat, mandiri, dan berkepribadian.
Ketiga kata itu sering kita temui dalam ajaran Bung Karno yang dicanankan pada 1963 yang disebut Trisakti. Ajaran tersebut berintikan nilai-nilai dasar bagaimana membangun bangsa, yaitu berdaulat di bidang politik, berdikari dalam ekonomi, dan berkepribadian dalam sosial budaya.
Pertanyaan kemudian, bagaiman menafsirkan ajaran Sejarah tersebut dalam pelaksanaan arah maritim Indonesia? Setidaknya, ada dua arti penting kenapa Indonesia perlu memprioritaskan maritim, yakni fakta kesejarahan dan fakta geografis yang mendukunya untuk menjadi negara yang diperhitungkan di percaturan politik Internasional.
ADVERTISEMENT
Membaca Prioritas Maritim Prabowo-Gibran
Menarik untuk membandingkan prioritas terhadap maritim periode 2014-2024, sepuluh tahun kepemimpinan Joko Widodo dengan 2024-2029. Pada periode kepemimpinan Joko Widodo secara jelas mengangkat tema yang sangat menarik perbincangan luas yakni, poros maritim dunia (PMD), oleh Rizal Sukma yang waktu itu sebagai direktur CSIS mengartikan itu sebagai visi dan cita-cita, sebagai tujuan kembali ke jati diri negara kepulauan yang menjadikan Indonesia sebagai kekuatan maritim yang Bersatu, kuat, sejahtera, dan berwibawa.
Pada periode ini, untuk pertama kalinya, keamanan maritim membetot perhatian banyak kalangan. Berebeda dengan kepemimpinan sebelumnya, di era Prabawo-Gibran ini justru kemanan maritim tidak begitu populer dibicarakan. Menjadi pertanyaan, bagaiman masa depan maritim Indonesia?
Melalui Visi, Bersama Indonesia Maju menuju Indonesia Emas 2045 dan Delapan misi Asta Cita. Disini terlihat keperluan bagi Indonesia untuk kembali memperkenalkan program prioritas kepada Masyarakat dan dunia bahwa Indonesia memiliki sumber daya alam yang luas dan keterbukaan melakukan kerja sama dengan negara sahabat membangun ekonomi negara berbasis maritim.
ADVERTISEMENT
Dalam Asta Cita Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka paling tidak yang menjelaskan tentang maritim, dimuat dalam Asta Cita dua dan tiga yang berisikan Sembilan belas program strategis. Mengingat rentang cakupan isu maritim sangat luas, sangat mungkin banyak negara dapat ikut dalam kerja sama dengan Indonesia. Tapi apa yang harus dikerjasamakan? Sejatinya isu maritim itu multidimensi dalam perspektifnya dan multi sektoral dalam operasionalnya. Oleh karena itu, dalam konteks membaca peta jalan dan visi maritim, mengutip Darmansjah Djumala harus dilihat paling tidak dalam tiga dimensi.
Pertama, dimensi kedaualatan (sovereignty). Dalam konteks kebijakan maritim pasangan presiden dan wakil presiden terpilih Prabowo Subianto dan Gibran Raka Buming Raka, menekankan pada strategi diplomasi maritim untuk meneguhkan kedaulatan dan meningkatkan keamanan di perairan Indonesia dan mempercepat penyelesaian perjanjian batas maritim dengan sepuluh negara tetangga dengan skema good neighbour policy.
ADVERTISEMENT
Hal diatas tentu relevan dan harus diperhatikan, Indonesia memiliki kedaulatan penuh di laut teritorial dan hak berdaulat atas sumber-sumber kelautan di wilahayah ZEE yang diatur sesuai hukum laut internasional (Konvensi PBB untuk hukum laut/UNCLOS 1982). Bayangkan saja, Ketika hal ini luput dari perhatian bukan saja reputasi politik Indonesia yang diremehkan, sumber kekayaan Indonesia pun akan dikuasai oleh negara lain. Ambil contoh, pelanggaran kerap kali terjadi di wilayah hak berdaulat Indonesia, terutama di Laut Natuna Utara melibatkan negara-negara lain melakukan pelanggaran IUU Fishing.
Apa yang membuat kita dapat bersikap tegas adalah karena menegaskan posisi kedaualtan. Artinya batas wilayah lautnya jelas, Indonesia pun dapat menghindari insiden diplomatik yang tak perlu, dalam aktualisasinya para nelayan harus diberikan pemahaman tentang batas laut Indonesia dengan negara tetangga. Hal ini menjadi bagian Upaya dalam mendiplomasikan maritim dalam konteks kedaulatan.
ADVERTISEMENT
Kedua, dimensi keamanan (security). Dalam konteks keamanan maritim, walaupun tidak eksplisit disebutkan dalam program Prabowo-Gibran, penekanan pada penguatan sisitem pertahanan dan keamanan negara melalui penambahan anggaran pertahanan secara bertahap untuk melakukan modernisasi alat utama TNI menunjukan arahnya pada perbaikan infrastruktur keamanan maritim.
Keamanan sejatinya, tidak selalu berkaitan dengan penggunaan strategi effective occupation. Justru solusi strategis yang perlu dilakukan Indonesia untuk menekan tidak terjadinya tensi insiden diperiaran Indonesia dapat dilakukan dalam tiga alternatif strategi yakni, Pertama, dengan melakukan riset bersama di area tumpang tindih, ini sekaligus memberi isyarat kepada dunia luar bahwa China mengakui hadirnya pertikaian di ZEE.
Tidak hanya denga China, tetapi juga negara seperti Vietnam dan negara-negara lainnya dapat juga dilibatkan. Kedua, melakukan diplomasi maritim dengan melakukan joint patrolling, joint axercise, dan joint maritime training di darat. Dalam konteks ini, diplomasi dengan cara ASEAN dapat dilakukan. Ketiga, melibatkan kekuatan maritim dengan keterlibatan Bakamla, dan TNI AL. Strategi ini sejalan dengan catatan yang dikembangkan Le Miere dalam karyanya Maritime Diplomacy in the 21st Century, memuat diplomasi koopratif, persuasif, dan koersif. Tentunya dalam konteks Indonesia, diplomasi maritim koopratif menjadi pilihan strategis untuk Indonesia. Dengan strategi tersebut dapat membuat negara tetangga berkurang assertivenya kepada Indonesia.
ADVERTISEMENT
Tiga alternatif ini dapat menjadi (goal setting) yang dapat menahan China untuk menahan diri untuk menganggu hak berdaulat Indonesia di ZEE. Namun demekian, bukan berarti antisipasi terhadap ancaman militer dunia luar luput dari perhatian. Bagaiman pun, Indonesia perlu melakukan peningkatan terhadap infrastruktur militer, baik dalam penguatan SDM dan modernisasi alusista untuk melakukan tindakan koersif ketika Langkah koopratif dan persuasif tidak mengedepankan kepentingan Indonesia (national interest)
Ketiga, dimensi kesejahteraan (prosperity). Dimensi kesejahteraan maritim ini yang paling banyak disinggung dalam program Prabowo-Gibran, dari Sembilan belas program maritim yang ada dalam Asta Cita dua dan tiga, delapan belasnya adalah yang berkaitan dengan kesejahteraan terkait dengan upaya membangun ekonomi Indonesia yang tidak hanya memanfaatkan sumber kelautan, tetapi juga memanfaatkan dinamika dan interaksi maritim di wilayah laut.
ADVERTISEMENT
Kalau merujuk pada data Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), jika dikonversikan ke nilai ekonomis, potensi maritim Indonesia mampu menyumbang pendapatan nasional sebesar 1.338 miliar dollar AS per tahun, atau lebih dari Rp 20.000 triliun. Ini meliputi perikanan, industri perikanan, pariwisata, pertambangan, energi, dan transportasi laut. Interaksi ekonomi di wilayah Asia Tenggara diperkirakan akan meningkat pesat sebagai hasil dari gravitasi ekonomi (economic gravity) dalam geoekonomi dunia dari Trans Atlantik ke Asia Pacific.
Data yang disajikan di atas menggambarkan potensi Indonesia untuk memperoleh manfaat yang signifikan dari posisi geografisnya yang strategis, terletak di antara dua benua dan dua samudra. Fenomena perdagangan yang mencengangkan di kawasan Asia Pasifik, dimana sekitar 70% dari perdagangan dunia berlangsung, dengan sekitar 45% di antaranya melewati wilayah perairan Indonesia, menyoroti pentingnya kerja sama pelayaran yang efisien di seluruh kepulauan Nusantara.
ADVERTISEMENT
Imajinasi kita dipacu ketika kita mempertimbangkan bagaimana Indonesia bisa menjadi penerima berkah melimpah dari aktivitas perdagangan global yang melintasi wilayahnya. Namun, keuntungan ini dapat diwujudkan hanya jika jaringan maritim di Indonesia terhubung dengan baik, melalui pembangunan pelabuhan-pelabuhan strategis yang mampu menangani volume perdagangan yang besar.
Saya merujuk pada konsep "pelabuhan Samudra" sebagai representasi dari pelabuhan-pelabuhan utama yang berfungsi sebagai pusat konektivitas tidak hanya di tingkat nasional, tetapi juga di tingkat regional dan global. Program yang dicanankan ini melampaui sekadar menghubungkan pelabuhan-pelabuhan yang ada di dalam negeri, melainkan juga melibatkan kerja sama dengan pelabuhan-pelabuhan di kawasan dan di seluruh dunia. Dengan demikian, Indonesia akan menjadi pusat penting dalam jaringan perdagangan global, bukan hanya sebagai pengekspor dan pengimpor utama, tetapi juga sebagai penggerak utama dalam memajukan konektivitas maritim yang efisien dan menghadirkan kesejahteraan. Hal ini menjawab pertanyaan kita kenapa presiden terpilih Prabowo-Gibran menekankan pada sektor kesejateraan maritim.
ADVERTISEMENT