Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Konten dari Pengguna
Mengapa Pekerja Migran Indonesia Kalah Bersaing dengan Filipina?
6 Juli 2018 20:03 WIB
Diperbarui 6 Agustus 2020 13:19 WIB
Tulisan dari Fenny Maharani tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Bila Anda berkunjung ke luar negeri dan menemui banyak orang berwajah Asia bekerja di beberapa gerai toko, besar kemungkinan mereka adalah warga Filipina.
ADVERTISEMENT
Salah seorang sahabat saya dari Filipina berkata bahwa karena terlalu banyaknya pekerja migran Filipina di seluruh penjuru dunia, bahkan di kutub utara saja pasti akan bertemu dengan orang Filipina.
Pernyataan sahabat saya ini tentunya tidak berlebihan karena Filipina merupakan salah satu negara pengirim pekerja migran yang sangat besar. Data dari Migration and Remmitances Factbook 2016 yang dikeluarkan oleh World Bank, menyatakan bahwa di tingkat Asia, Filipina merupakan negara pengirim remitansi terbesar ketiga di dunia, setelah India dan China.
Bagi Filipina, pekerja migran atau yang disebut sebagai Overseas Filipino Workers (OFW) menjadi penyumbang remitansi yang sangat besar, yaitu sekitar USD 29,7 miliar di tahun 2015.
Di tahun 2016, Indonesia mengirimkan setidaknya 9 juta orang pekerja migran ke luar negeri (survey World Bank ). Jumlah yang cukup tinggi ini masih kalah dibandingkan dengan pengiriman pekerja migran asal Filipina ke luar negeri.
ADVERTISEMENT
Untuk periode April-September 2016 saja terdapat sekitar 2,2 juta OFW. Sementara total keseluruhan diperkirakan lebih dari 10 juta orang.
Para OFW ini tersebar hampir di seluruh dunia, seperti Kanada, Jepang, Australia, dan Amerika Serikat dengan jumlah paling tinggi tersebar di Arab Saudi, yaitu sebesar 23,8 persen. Sementara, pengiriman pekerja migran Indonesia (PMI) ke luar negeri paling banyak terkonsentrasi ke Arab Saudi dan Malaysia.
Lalu, mengapa pengiriman PMI kalah bersaing dengan OFW, baik dari segi kualitas dan kuantitas? Dari pengamatan saya yang pernah tinggal dan bekerja di Filipina selama 3 tahun, setidaknya 3 hal dasar ini yang menjadi faktor mengapa Filipina menjadi negara pengirim pekerja migran terbesar dari kawasan Asia Timur.
ADVERTISEMENT
1. Kemampuan Berbahasa Inggris
Meskipun berbahasa Tagalog, namun bahasa Inggris digunakan sehari-hari di seluruh wilayah Filipina. Bahasa Inggris sudah diajarkan sejak tingkat dasar dan lazim untuk dipakai dalam percakapan sehari-hari. Kemampuan bahasa Inggris ini yang membuat pekerja migran asal Filipina banyak diminati di berbagai negara.
Di Indonesia, bahasa Inggris tidak digunakan dalam percakapan sehari-hari. Meskipun di beberapa kota besar seperti Jakarta dan Surabaya bahasa Inggris sudah akrab terdengar, tetapi masyarakat di daerah masih kurang terbiasa untuk menggunakan bahasa Inggris.
Permasalahan bahasa ini tentunya tidak hanya selesai melalui pembekalan bahasa Inggris bagi para PMI selama 3 atau 4 bulan sebelum keberangkatannya ke luar negeri. Penguatan kurikulum pendidikan bahasa Inggris sangat utama dan pentingnya mulai membiasakan berbahasa Inggris hingga di daerah-daerah.
ADVERTISEMENT
Di Kediri misalnya, ada Kampung Inggris di Pare, Kediri. Langkah ini patut didukung untuk meningkatkan penggunaan bahasa asing.
2. Keterampilan Kerja
OFW yang tersebar di seluruh dunia tersebut, menguasai berbagai keterampilan kerja yang memadai. Sebaran jenis pekerjaan para OFW ini tidak lagi pada domestic worker, tetapi pada bidang hospitality, juru masak, nursing, ataupun pelayan toko dan restoran.
Di Filipina, pendidikan keterampilan kerja ini dilakukan oleh Technical Education and Skills Development Authority (TESDA). Bagi para OFW yang belum mendapatkan sertifikasi dari TESDA, maka meraka tidak dapat diberangkatkan ke luar negeri. Sementara pekerja migran Indonesia masih saja berkutat pada pekerjaan domestik.
ADVERTISEMENT
Dari permasalahan ini, pendidikan vokasi di Indonesia perlu untuk ditingkatkan kualitasnya dan dikelola secara baik, khususnya untuk pendidikan vokasi di bidang pariwisata, perhotelan, dan nursing. Tidak hanya sekolah vokasi di tingkat sekolah menengah, tetapi juga hingga Sekolah Tinggi. Pendidikan vokasi ini pun harus dapat diakses oleh siswa di daerah-daerah.
Penguatan keterampilan kerja melalui pendidikan vokasi yang memadai ini, nantinya akan mengarahkan pada pengiriman PMI yang terampil dan berkualitas. Ke depan, Indonesia tidak lagi mengirimkan pekerja domestik, tetapi tenaga kerja terampil yang mampu bersaing.
3. Life Skill Merantau dan Kemampuan untuk Beradaptasi
ADVERTISEMENT
Masyarakat Filipina terbiasa untuk tinggal dan hidup merantau ke luar negeri. Mereka juga memiliki kemampuan beradaptasi yang besar dengan kehidupan di luar negeri. Tinggal dan bekerja di luar negeri bahkan menjadi impian bagi hampir semua orang di Filipina. Faktor ini kemudian menjadi pendorong bagi banyak masyarakat Filipina untuk mencari pekerjaan di luar negeri dengan menjadi OFW.
Hal ini berbeda dengan pola masyarakat Indonesia yang cenderung belum terbiasa untuk tinggal merantau sendiri di luar negeri. Di kalangan masyarakat Jawa terdapat istilah “mangan ora mangan, sing penting ngumpul”, yang artinya kurang lebih adalah makan ataupun tidak, yang penting bisa berkumpul bersama keluarga.
Kalimat ini menyiratkan pentingnya kebersamaan dalam keluarga, sehingga bekerja ke luar negeri bukan menjadi impian ataupun opsi utama dalam mencari nafkah. Merantau ke luar negeri akan memisahkannya dengan keluarga dan orang-orang tercinta.
ADVERTISEMENT
Indonesia memang tidak sedang bersaing dengan Filipina dalam pengiriman pekerja migran. Namun, jika Indonesia ingin bersungguh-sungguh dalam pengiriman pekerja migrannya, pengiriman pekerja migran setidaknya perlu memperhatikan ketiga hal tersebut.
Arus pergerakan manusia sudah tidak dapat terbendung di zaman yang semakin berkembang pesat ini. Pekerja migran Indonesia harus mampu bersaing tidak hanya dengan OFW, tetapi juga dengan berbagai pekerja migran dari negara lainnya.